tag:blogger.com,1999:blog-87072574978165958392024-03-13T09:13:05.123-07:00Cerita Cewek Berjilbabcerita & tulisan tak bergunaUnknownnoreply@blogger.comBlogger131125tag:blogger.com,1999:blog-8707257497816595839.post-27540414048074915612011-08-20T14:09:00.000-07:002011-08-20T14:09:00.769-07:00Tingkatkan Kecerdasan Emosional Yukk !!!Emosi adalah hal begitu saja terjadi dalam hidup Anda. Anda menganggap bahwa perasaan marah, takut, sedih, senang, benci, cinta, antusias, bosan, dan sebagainya adalah akibat dari atau hanya sekedar respon Anda terhadap berbagai peristiwa yang terjadi pada Anda.<br />
<br />
Membahas soal emosi maka sangat erat kaitannya dengan kecerdasan emosi itu sendiri dimana merupakan kemampuan seseorang untuk memotivasi diri sendiri, bertahan menghadap frustasi, mengendalikan dorongan hati (kegembiraan, kesedihan, kemarahan, dan lain-lain) dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan mampu mengendalikan stres.<br />
<br />
<img src="file:///C:/DOCUME%7E1/xyz/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif" />Kecerdasan emosional juga mencakup kesadaran diri dan kendali dorongan hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri dan kendali dorongan hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri, empati dan kecakapan sosial. Keterampilan yang berkaitan dengan kecerdasan emosi antara lain misalnya kemampuan untuk memahami orang lain, kepemimpinan, kemampuan membina hubungan dengan orang lain, kemampuan berkomunikasi, kerjasama tim, membentuk citra diri positif, memotivasi dan memberi inspirasi dan sebagainya. <br />
<br />
Nah, agar kecerdasan emosional Anda terjaga dengan baik, berikut 7 ketrampilan yang harus Anda perhatikan dan tak ada salahnya Anda coba:<br />
<br />
<br />
· Mengenali emosi diri <br />
<br />
Ketrampilan ini meliputi kemampuan Anda untuk mengidentifikasi apa yang sesungguhnya Anda rasakan. Setiap kali suatu emosi tertentu muncul dalam pikiran, Anda harus dapat menangkap pesan apa yang ingin disampaikan. Berikut adalah beberapa contoh pesan dari emosi: takut, sakit hati, marah, frustasi, kecewa, rasa bersalah, kesepian. <br />
<br />
<br />
· Melepaskan emosi negatif<br />
<br />
Ketrampilan ini berkaitan dengan kemampuan Anda untuk memahami dampak dari emosi negatif terhadap diri Anda. Sebagai contoh keinginan untuk memperbaiki situasi ataupun memenuhi target pekerjaan yang membuat Anda mudah marah ataupun frustasi seringkali justru merusak hubungan Anda dengan bawahan maupun atasan serta dapat menyebabkan stres. Jadi, selama Anda dikendalikan oleh emosi negatif Anda justru Anda tidak bisa mencapai potensi terbaik dari diri Anda. Solusinya, lepaskan emosi negatif melalui teknik pendayagunaan pikiran bawah sadar sehingga Anda maupun orang-orang di sekitar Anda tidak menerima dampak negatif dari emosi negatif yang muncul. <br />
<br />
<br />
· Mengelola emosi diri sendiri <br />
<br />
<img src="file:///C:/DOCUME%7E1/xyz/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.jpg" />Anda jangan pernah menganggap emosi negatif atau positif itu baik atau buruk. Emosi adalah sekedar sinyal bagi kita untuk melakukan tindakan untuk mengatasi penyebab munculnya perasaan itu. Jadi emosi adalah awal bukan hasil akhir dari kejadian atau peristiwa. Kemampuan kita untuk mengendalikan dan mengelola emosi dapat membantu Anda mencapai kesuksesan. <br />
<br />
<br />
Ada beberapa langkah dalam mengelola emosi diri sendiri, yaitu: pertama adalah menghargai emosi dan menyadari dukungannya kepada Anda.<br />
<br />
Kedua berusaha mengetahui pesan yang disampaikan emosi, dan meyakini bahwa kita pernah berhasil menangani emosi ini sebelumnya. Ketiga adalah dengan bergembira kita mengambil tindakan untuk menanganinya. Kemampuan kita mengelola emosi adalah bentuk pengendalian diri yang paling penting dalam manajemen diri, karena kitalah sesungguhnya yang mengendalikan emosi atau perasaan kita, bukan sebaliknya.<br />
<br />
<br />
· Memotivasi diri sendiri <br />
<br />
Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan merupakan hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kendali diri emosional--menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati--adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. <br />
<br />
Ketrampilan memotivasi diri memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Orang-orang yang memiliki ketrampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan. <br />
<br />
<br />
· Mengenali emosi orang lain<br />
<br />
Mengenali emosi orang lain berarti kita memiliki empati terhadap apa yang dirasakan orang lain. Penguasaan ketrampilan ini membuat kita lebih efektif dalam berkomunikasi dengan orang lain. Inilah yang disebut sebagai komunikasi empatik. Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti. Ketrampilan ini merupakan dasar dalam berhubungan dengan manusia secara efektif. <br />
<br />
<br />
· Mengelola emosi orang lain <br />
<br />
Jika ketrampilan mengenali emosi orang lain merupakan dasar dalam berhubungan antar pribadi, maka ketrampilan mengelola emosi orang lain merupakan pilar dalam membina hubungan dengan orang lain. Manusia adalah makhluk emosional. Semua hubungan sebagian besar dibangun atas dasar emosi yang muncul dari interaksi antar manusia. <br />
<br />
Ketrampilan mengelola emosi orang lain merupakan kemampuan yang dahsyat jika kita dapat mengoptimalkannya. Sehingga kita mampu membangun hubungan antar pribadi yang kokoh dan berkelanjutan. Dalam dunia industri hubungan antar korporasi atau organisasi sebenarnya dibangun atas hubungan antar individu. Semakin tinggi kemampuan individu dalam organisasi untuk mengelola emosi orang lain.<br />
<br />
<br />
· Memotivasi orang lain <br />
<br />
Ketrampilan memotivasi orang lain adalah kelanjutan dari ketrampilan mengenali dan mengelola emosi orang lain. Ketrampilan ini adalah bentuk lain dari kemampuan kepemimpinan, yaitu kemampuan menginspirasi, mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan membangun kerja sama tim yang tangguh dan andal. <br />
<br />
<br />
Jadi, sesungguhnya ketujuh ketrampilan ini merupakan langkah-langkah yang berurutan. Anda tidak dapat memotivasi diri sendiri kalau Anda tidak dapat mengenali dan mengelola emosi diri sendiri. Setelah Anda memiliki kemampuan dalam memotivasi diri, barulah kita dapat memotivasi orang lain.<br />
<br />
Mudah-mudahan kiat di atas dapat membantu Anda meningkatkan kecerdasan emosional Anda. Selamat mencoba! [/che / cafemuslimah.com]Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8707257497816595839.post-23077692673936422952011-05-15T22:15:00.000-07:002011-04-15T22:16:57.203-07:00Metode Hermeneutika untuk Al-Qur'anPenulis : Ahmad Fuad Fanani <br />
<br />
<br />
Al-Qur’an sebagai kitab petunjuk (hudan) memiliki posisi sentral dalam kehidupan manusia. Ia bukan saja sebagai landasan bagi pengembangan dan perkembangan ilmu-ilmu keislaman, namun ia juga merupakan inspirator, pemandu dan pemadu gerakan-gerakan umat Islam sepanjang empat belas abad lebih sejarah umat manusia. Hal ini bisa terlihat dari dari bermunculannya gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir, Jam’at Islami di Pakistan, Wahabi di Saudi Arabia, maupun NU, Muhammadiyah, baik organisasi Islam lainnya di seluruh dunia. <br />
<br />
Al-Qur’an sebagai sebuah teks, menurut Nasr Hamid Abu Zayd, pada dasarnya adalah produk budaya. (Tekstualitas Al-Qur'an, 2000) Hal ini dapat dibuktikan dengan rentang waktu terkumpulnya teks Al-Qur’an dalam 20 tahun lebih yang terbentuk dalam realitas sosial dan budaya. Oleh karena itu, perlu adanya dialektika yang terus-menerus antara teks (Al-Qur’an) dan kebudayaan manusia yang senantiasa berkembang secara pesat. Jika hal ini tidak dilakukan, maka teks Al-Qur’an akan hanya menjadi benda atau teks mati yang tidak berarti apa-apa dalam kancah fenomena kemanusiaan. Teks al-Qur’an masih sangat mungkin menjadi obat mujarab, bacaan shalat, atau perhiasaan bacaan yang dikumandangkan tiap waktu. Akan tetapi visi transformatif dan kemanusiaan Al-Qur’an akan bisa hilang begitu saja. <br />
<br />
Mohammed Arkoun menegaskan, bahwa sebuah tradisi akan kering, mati, dan mandeg jika tidak dihidupkan secara terus- menerus melalui penafsiran ulang sejalan dengan dinamika sosial. (Rethinking Islam, 1999) Al-Qur’an sebagai teks yang telah melahirkan tradisi pemikiran, pergerakan, bahkan perilaku keagamaan yang sangat luas dalam rentang waktu panjang, tentu saja tidak bisa mengabaikan hal ini. Oleh karena berbagai macam metode penafsiran dan model tafsir dalam kurun waktu sejarah Islam adalah upaya yang patut dibanggakan sebagai usaha mendinamiskan Al-Qur’an yang sangat universal itu. <br />
<br />
Dalam usaha menangkap dan mendapatkan pesan dari teks Allah berwujud dalam Al-Qur’an tentu saja mengandung problem. Karena, setiap usaha menerjemahkan, menafsirkan, atau mencari pemahaman terhadap teks klasik yang berjarak waktu, budaya, tempat sangat jauh dengan pembacanya, selalu digelayuti problem hermeneutika (penafsiran). Dengan adanya problem penafsiran teks tersebut, maka ada sebuah teori filsafat yang digunakan menganalisis problem penafsiran, sehingga teks bisa dipahami secara benar dan komprehensif. <br />
<br />
<b><br />
Tawaran Hermeneutik </b><br />
<br />
Hermeneutika sebagai sebuah metode interpretasi sangat relevan kita pakai dalam memahami pesan Al-Qur’an agar subtilitas inttelegendi (ketepatan pemahaman) dan subtilitas ecsplicandi (ketepatan penjabaran) dari pesan Allah bisa ditelusuri secara komprehensif. Maksudnya, pesan Allah yang diturunkan pada teks al-Qur’an melalui Nabi Muhammad itu tidak hanya kita pahami secara tekstual, juga bisa kita pahami secara kontekstual dan menyeluruh dengan tidak membatasi diri pada teks dan konteks ketika Al-Qur’an turun. Maka, teks Al-Qur’an beserta yang melingkupinya dapat digunakan agar selaras dan cocok dengan kondisi ruang, waktu, dan tempat di mana kita berada dan hidup. Diskursus hermeneutika tidak bisa kita lepaskan dari bahasa, karena problem hermeneutika adalah problem bahasa. Karena itu, dalam memahami teks Al-Qur’an, disamping harus memahami kaidah tata bahasa, juga mengandaikan suasana psikologis dan sosio historis (wacana) yang teks tersebut. Atau dengan kata lain, istilah teknis yang diciptakan Ferdinand de Saussure di atas –seorang ahli bahasa dari Swis adalah hubungan yang dialektis antara teks dan wacana. (K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX, 1995). <br />
<br />
Sebuah penafsiran dan usaha pemahaman terhadap Al-Qur’an jika memakai metode hermeneutika, selalu terdapat tiga faktor yang senantiasa dipertimbangkan, yaitu dunia teks, dunia pengarang, dan dunia pembaca. Ketiga komponen itu memiliki konteks sendiri-sendiri, sehingga jika memahami teks Al-Qur’an hanya bertumpu pada satu dimensi tanpa mempertimbangkan dimensi yang lainnya, pemahaman yang diperoleh tidak akan luas dan miskin. <br />
<br />
Dalam tradisi hermeneutika, terutama metode yang diperkenalkan oleh Gadamer, akan terlihat jelas bahwa dalam setiap pemahaman teks, tidak terkecuali pada teks Al-Qur’an, unsur subyektivitas penafsir tidak mungkin disingkirkan. Bahkan secara ekstrem dikatakan bahwa sebuah teks akan berbunyi dan hidup ketika dipahami, diperhatikan, dan diajak dialog oleh pembacanya. Dalam proses dialog, berarti pihak pembaca memiliki ruang kebebasan dan otonomi. Munculnya kitab tafsir Al-Qur’an yang berjilid-jilid yang masih dan akan terus berkembang menunjukkan bahwa pemahaman ulama’ pada Al-Qur’an dan tradisi kenabian tidak pernah final. <br />
<br />
Di masa modern ini, ada dua mufassir terkemuka yang menggunakan metode hermeneutika yaitu Fazlur Rahman dan Mohammed Arkoun. Fazlur Rahman meskipun belum secara langsung menggunakan hermeneutika sebagai metodetafsirnya,namun ia telah memberikan bobot besar pada kontekstualitas. Belum tuntasnya penggunaan hermeneutika dalam tafsir Al-Qur’an itu justru merupakan kelemahan Rahman dalam penafsiran Al-Qur’an untuk mencapai tujuan dasarnya, yaitu mengedepankan etika dalam Al-Qur’an. Menurut Rahman, memahami pesan Al-Qur’an secara adikuat dan efektif, pemahaman secara menyeluruh terhadap perkembangan kronologisnya, dan bukan pemahaman secara ayat per ayat, merupakan sebuah kemutlakan. <br />
<br />
Mohammed Arkoun mungkin orang yang secara tuntas mencoba menggunakan hermeneutika dalam penafsiran Al-Qur’an. Untuk kepentingan analisisnya, Arkoun meminjam teori hermeneutika dari Paul Ricour, dengan memperkenalkan tiga level “perkataan Tuhan” atau tingkatan Wahyu. Pertama Wahyu sebagai firman Allah yang transenden, tak terbatas, yang tak diketahui oleh manusia, yaitu wahyu al-Lauh Mahfudz dan Umm al-Kitab. Kedua, Wahyu yang nampak dalam proses sejarah. Berkenaan dengan Al-Qur’an, hal ini menunjuk pada realitas Firman Allah sebagaimana diturunkan dalam bahasa Arab kepada Nabi Muhammad selama kurang lebih dua puluh tahun. Ketiga, Wahyu sebagaimana tertulis dalam Mushaf dengan huruf dan berbagai macam tanda yang ada di dalamnya. Ini menunjuk pada al-Mushaf al-Usmani yang dipakai orang-orang Muslim hingga hari ini. <br />
<br />
Ketiga tingkatan pemahaman wahyu di atas tentu saja memberikan implikasi pada penafsiran. Bagi Arkoun, dalam tafsir klasik atau modern, ketiga kategori wahyu itu tidak dibedakan sehingga menempatkan wahyu ketiga kategori di atas menjadi satu otoritas, yaitu skema otoritas Tuhan. Arkoun melihat secara kritis otoritas dari masing-masing teks Al-Qur’an itu. Sehingga masing-masing tidak dicampurkadukkan begitu saja. <br />
<br />
Dengan demikian, ia telah membongkar sesuatu di balik penyejarahan ketiga kategori otoritas tersebut. Hal ini menjadi teks Al-Qur’an terbongkar dari selubung-selebung ideologis dan klaim kebenaran penafsiran yang sudah tidak relevan lagi. <br />
<br />
<br />
<b>Signifikansi Hermeneutika Pembebasan </b><br />
<br />
Analisis yang dilakukan oleh Arkoun dan Rahman di atas memang harus diakui sebagai prestasi intelektual yang briliyan. Analisis tersebut telah mampu membongkar yang selama ini tidak tersentuh (unthoucable) oleh akal klasik maupun modern. Namun analisis Arkoun itu masih menyisakan problem yang belum terjawab, yaitu apakah analisis itu hanya sebagai kajian epistemologis yang tidak mempunyai implikasi praktis dan humanis? Padahal, umat Islam sekarang sedang mengalami kemunduran besar yang tidak cukup hanya bisa dipecahkan dengan teori minus aksi! <br />
<br />
Al-Qur’an sesungguhnya mempunyai visi transformatif dan liberatif untuk kemanusiaan. Ayat-ayat mengawali misi penurunan Al-Qur’an dengan mengadakan revolusi teologis. Revolusi teologis ini mengartikulasikan substansinya melalui jargon “Tauhid” yang menegasikan seluruh sesembahan selain Allah. Tauhid ini juga menegaskan semangat egalitarianisme sebagai simbol perlawanan terhadap perbudakan dan kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Makkah. Sedangkan ayat-ayat Madaniyah mengindikasikan semangat revolusi sosiologis terhadap tatanan dan struktur sosial kehidupan masyarakat dengan menjadikan keadilan dan kemakmuran sebagai doktrin sandaran. <br />
<br />
Dari periodesasi ayat-ayat Al-Qur’an beserta implikasi revolusinya, dapatlah dipahami bahwa semangat dan nilai Al-Qur’an itu bergerak. Ia tidak hanya berhenti dan memperkaya horizon pengalaman beragama individual,<br />
tetapi juga berlanjut implikasinya pada dimensi sosial. Dengan kata lain, ia berdampak meningkatkan kualitas penghayatan individu terhadap universalitas nilai-nilai kemanusiaan. <br />
<br />
Bahkan, dengan merekontruksi sejarah Kenabian dan mecermati ulang Al-Qur’an, Asghar Ali Engineer berkesimpulan bahwa Islam yang bertumpu pada Al-Qur’an mempunyai perhatian sentral pada keadilan sosial untuk membebaskan kaum lemah dan tertindas serta menciptakan masyarakat egalitarian. Menurutnya, wahyu secara esensial bersifat religius, namun tetap menaruh perhatian pada situasi yang serta memiliki kesadaran sejarah. (Islam dan Pembebasan, 1993) Hal terbukti dari ayat-ayat pertama yang turun kepada Nabi, mengungkapkan keprihatinan yang mendalam terhadap situasi sosial yang terjadi di Mekkah. Fakta bahwa Islam yang bertumpu pada Al-Qur’an lebih dari sekedar agama formal, tetapi juga risalah yang agung bagi transformasi sosial dan tantangan bagi kepentingan-kepentingan pribadi, dibuktikan oleh penekanannyan pada shalat dan zakat. Dalam kebanyakan ayat Al-Qur’an, shalat tidak pernah disebut tanpa diiringi oleh zakat. Zakat bertujuan untuk distribusi kekayaan bagi fakir miskin, untuk membebaskan budak-budak, membayar hutang bagi para penghutang, dan membantu problem- problem agama lainnya. <br />
<br />
Oleh karena itu, hermeneutika yang merupakan metode penafsiran yang memadai pada saat sekarang, perlu memberikan tujuan penafsiran yang tegas dan jelas. Tugas hermeneutika Al-Qur’an yang mendesak pada saat sekarang adalah untuk pembebasan sosial kemanusiaan dari berbagai ekspoitasi yang merugikan. Eksploitasi itu bisa berbentuk ekonomi, politik, sosial, budaya, serta pengekangan keberagamaan. <br />
<br />
Maka ke depan, umat Islam Indonesia harus memelopori penafsiran Al-Qur'an yang berimplikasi pada pembebasan sosial. Sudah waktunya para agamawan terjun untuk membebaskan penindasan, membela hak-hak wanita, dan berdiri pada garda terdepan menumbangkan segala ketidakadilan. Usaha yang dilakukan Farid Esack dalam menumbangkan rezim apartheid di Afrika Selatan, layak dipertimbangkan sebagai pemandu gerakan dan wacana keilmuan. Wallahu A'lam. <br />
<br />
<br />
<br />
<i>Penulis adalah Mahasiswa Tafsir Hadist Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Koordinator Diskusi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muhammadiyah (KAMMU) Jakarta. </i>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8707257497816595839.post-48378752304206609932011-04-19T04:28:00.000-07:002011-04-19T04:28:00.483-07:00Cinta Romantis dan Cinta Sejati dalam Perkawinan<div style="text-align: center;"><b>Beda Antara Cinta Romantis dan Cinta Sejati dalam Perkawinan </b></div><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjsYzMQsT37VI2nbT8-MTyOeS8jhRFKF57J1Rm19i4Y6d_k-olTE1qCEe90bwSzh3boYeaQPYuouWydMVwS6ZwoXh-jDnQdGFL3eA_JWTx-y1QzwVoaDPjXpVaj7qtxYveaRhnz3utT6lOK/s1600/love_ring_heart_marriage.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjsYzMQsT37VI2nbT8-MTyOeS8jhRFKF57J1Rm19i4Y6d_k-olTE1qCEe90bwSzh3boYeaQPYuouWydMVwS6ZwoXh-jDnQdGFL3eA_JWTx-y1QzwVoaDPjXpVaj7qtxYveaRhnz3utT6lOK/s320/love_ring_heart_marriage.jpg" width="213" /></a></div>CINTA romantis dapat dijabarkan sebagai sesuatu yang imajinatif dan tidak praktis, misterius, dan fiktif. Cinta romantis merangsang eksitasi petualangan emosional, pemenuhan idealisme dan sering dilandasi keterikatan emosional yang bisa berlanjut sepanjang hidup atau hanya berlangsung dalam waktu singkat. Cinta romantis diterima secara sosial, walaupun sering terasa tidak lebih dari sebagai suatu delusi dan keadaan tergila-gila. Padahal, cinta romantis hanya sekadar merupakan "tipuan", karena ditandai sesuatu yang menjanjikan lebih daripada apa yang sebenarnya bisa diberikan. <br />
<br />
Umumnya orang cenderung memberikan reaksi terhadap situasi tersebut dengan dua cara yaitu: (a) penghayatan pe-rasaan atau emosi secara menyeluruh. Penghayatan perasaan tersebut didominasi oleh "bagaimana saya merasakan tentang dirimu" sebagai suatu reaksi antara satu orang dengan orang lain. (b) Pelibatan aspek emosi lebih merupakan reaksi emosi primer yang terkait dengan "bagaimana sa-ya merasa tentang diriku". <br />
<br />
Jadi, intensitas penghayatan perasaan dihubungkan dengan seseorang yang ada di luar dirinya yang mampu menghin-darkan orang tersebut dari perasaan kekosongan yang ada dalam dirinya sendiri. Dapat disimpulkan, fokus cinta romantis ada pada diri orang lain, dalam hal ini pasangannya. <br />
<br />
Cinta romantis terdiri dari elemen emosional kuat yang berasal dari fusi antara satu orang dengan orang lain, sehingga hanya sedikit makna yang menyertakan kapan perasaan itu mulai berkembang dan kapan perasaan itu berakhir karena tidak adanya ruang atau jarak serta waktu antara diri sendiri dengan orang yang dicintainya. Rasa sakit/terluka pada salah seorang pasangan merupakan rasa sakit/terluka pada diri sendiri. Setiap hal dinilai dan dimaknakan personal, misalnya "apabila kamu pergi ke bioskop sendiri, maka itu berarti kamu meninggalkan diri saya". Jadi, dalam hal ini terbentuk perasaan kebersamaan dan saling memiliki satu sama lain secara sempurna antara dua orang yang terlibat cinta romantis. <br />
<br />
Di balik perasaan romantis itu terkandung fusi dari ketakutan akan kesepian dan kegagalan dalam penerimaan diri seseorang. Makin rendah rasa percaya diri seseorang, semakin tinggi harapan orang itu agar orang lain sama seperti dirinya. Semakin tinggi pula upayanya mencoba dan ber-harap mendapatkan pemuasan kebutuhan akan keyakinan diri agar dapat dibangkitkan keyakinan diri orang yang dicintainya. Kondisi cinta romantis betul-betul merupakan harapan yang tidak realistis. <br />
Harapan ada pada pasangan yang menjalin cinta kasih romantis justru cenderung mendapatkan kekecewaan yang lebih besar di kemudian hari. Erich Fromm (1956) berpendapat, cinta romantis merupakan bukti dari kondisi rasa kesepian yang sangat mendalam. Segera setelah penerimaan cinta romantis menurun atau bahkan hilang, maka pola dasar proses berpikir, perasaan, dan perilaku realistis akan muncul kembali. <br />
<br />
Biasanya topik rasa tanggung jawab yang mengikuti ikatan kasih yang realistis menjadi berbaur dengan kondisi saling menyalahkan pada dua orang yang sebelumnya terlibat cinta romantis. Kondisi itu diikuti dengan runtuhnya harapan awal yang tidak realistis, untuk kemudian menghadapi kenyataan yang ditandai argumen, ketidaksepakatan terhadap rasa tanggung jawab masing-masing pasangan, peningkatan rasa marah yang akumulatif, dan perlahan tetapi pasti kedua belah pihak akhirnya akan merasa terluka. Kenyataan lanjut yang dihadapi pasangan adalah interrelasi mereka akhirnya menjadi kabur dan tidak jelas bagi kedua belah pihak. <br />
<b><br />
Transisi dari cinta romantis ke cinta sejati </b><br />
Cinta romantisme merupakan bagian dari masa muda yang penuh gairah. Serentak setelah kedua pasangan tumbuh dan bertambah usia, maka iklim emosional dalam diri kedua pasangan akan ditandai oleh apa yang mereka inginkan, apa yang mereka harapkan, hasrat apa yang ada pada diri mereka, serta bagaimana mereka menghayati diri mereka secara emosional. <br />
<br />
Afeksi yang lembut dan kesetiaan menjadi aspek dari cinta yang penuh kesabaran, yang secara simultan, dengan disertai atau tidak disertai nilai-nilai romantisme. Serentak setelah cinta romantis sirna, maka cinta romantis akan digantikan dengan upaya-upaya untuk menyimpannya dengan cara "saya dapat merasakan bahwa saat ini saya harus menempatkan permasalahan-permasalahan yang harus diatasi dalam hubungan saya dengan pasangan saya". <br />
<br />
Dalam pada itu pasangan akan berupaya membantu istri/suaminya untuk bang-kit dari perasaan terpuruk atau pasangan ikut merasakan keterpurukan suami/istrinya. Dengan cara tersebut maka terjadi proses peningkatan pengaruh kendali secara obyektif. Maka berkembanglah rasa cinta sejati yang merupakan upaya salah satu pasangan untuk tetap memberikan pengaruh pada suami/istrinya, baik dalam imajinasi, keingintahuan satu sama lain, serta kecenderungan satu sama lain.<br />
<br />
Dengan demikian maka relasi yang terjalin antarkedua pasangan akan terbentuk berdasar pada pola-pola kesabaran kedua belah pihak dan rasa toleransi diantara kedua belah pihak yang semakin hari semakin kuat. Masa transisi dari fase cinta romantis ke cinta sejati merupakan masa tersulit bagi kedua pasangan<br />
<br />
Sebuah cinta pada sepasang manusia tidak habis-habisnya dibahas. Ia selalu ada dalam setiap media dan menjadikan segala media yang ada di muka bumi ini menjadi sempit karenanya. Cinta pula yang menyebabkan efek psikologis manusia berubah dari yang realistis menjadi sulit untuk dinalar. Kecenderungan yang ada pun menjadi sulit untuk membedakan antara kenyataan dengan yang tidak. Akhirnya, sebuah hyper-realis yang terbentuk dari makna cinta menjadi bernilai harganya. <br />
<br />
Sisi lain cinta sering dimaknai orang sebagai sebuah misteri. Kelompok musik Dewa mendefinisikan cinta sebagai sebuah mistikus. Sementara Khalil Gibran menyebutkan cinta sebagai bagian dari kerja yang telah mengejawantah. Titik Puspa-pun menyebutkan bahwa cinta itu berjuta rasanya. Sedangkan Freud mengungkapkan, bahwa cinta itu bagian dari seksualitas dan beriringan dengan afeksi dan sensualitas (Freud dalam Osborne, 2000).<br />
<br />
Banyak kalimat yang mewarnai keindahan sebuah cinta. Namun apa yang terjadi bila cinta telah menjadi rusak? Tidak ada istilah lain selain kepedihan, luka hati, pengkhianatan, sakit dan kosakata lain yang juga tidak kalah banyaknya. Banyak peristiwa yang berakhir dengan darah. Kemudian yang muncul adalah cinta itu sebuah nyawa!<br />
<br />
Dalam perjalanan bangsa ini, sudah banyak kata cinta yang ditebarkan. Cinta yang semu maupun cinta yang memerlukan pengorbanan ada dalam sejarah bangsa ini. Ikon-ikon budaya dalam cinta pun berkembang seiring dengan semakin menjamurnya televisi-televisi swasta dan media cetak. Berita tentang kenaikan harga BBM, TDL dan telepon bukanlah monopoli beberapa orang atau daerah saja. Berbanding terbalik dengan hal tersebut, maka rasa cinta pun menjadi hambar. Rasanya kita sedang menghadapi cinta semu. Hanya karena kenaikan tiga komponen itulah cinta yang terjalin bagaikan cinta monyet. <br />
<br />
Ikrar percintaan yang terjalin pun - meski disaksikan oleh angin, bulan dan petir - menjadi semacam sampah. Bukan hanya Dian Sastrowardoyo saja yang pernah menikmati rasanya jatuh cinta sampai menangis. Semua orang pun pernah mengalami. Jatuh cinta pada pandangan pertama terhadap salah satu kontestan Pemilu tidak bisa menjamin akan adanya kekekalan cinta (everlasting love). Romantisme Megawati pada awal perjuangan partainya pun hanyalah cinta sesaat.<br />
<b><br />
Cinta yang Pudar </b><br />
Cinta romantis biasanya lebih bisa diterima oleh sosial ketika rasa itu sedang meletup. Kita tidak lagi merasa aneh ketika ada dua orang berlainan jenis bergandengan tangan. Kita juga tidak merasa risih ketika di sinetron ada adegan yang memperlihatkan cinta kepada kekasihnya dengan puisi yang mendayu-dayu. Bahkan di sebuah iklan dipertunjukkan bagaimana seseorang rela menunggu kekasihnya dengan berbasah kuyup karena hujan. Cinta romantis sering mengimajinasikan situasi yang ideal maupun pembebasan imajinasi yang nakal namun penuh mesra.<br />
<br />
Ketika di awal hubungan mesra antara rakyat dan pemimpinnya, entah itu di jaman Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur dan Megawati, maka yang terjadi adalah cinta dengan harapan yang berlebih. Namun dengan harapan yang berlebih itulah sebenarnya kita berada dalam kondisi yang ketakutan. Ungkapan-ungkapan, seperti :”Benarkah kamu mencintai saya?” atau “Kamu tidak akan meninggalkanku, bukan?” adalah bentuk ketakutan bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Wajar ketika seseorang menikmati keadaan ini, karena memang situasi yang terbentuk adalah cinta yang romantis. Cinta romantis merupakan bukti dari adanya kondisi rasa kesepian yang sangat mendalam (Fromm, 1956).<br />
<br />
Impian-impian indah yang menjulang tinggi ketika kepemimpinan berganti sekali lagi adalah sesuatu yang wajar. Yang tidak wajar adalah ketika cinta romantis itu menutup pintu hati, pintu mata dan pintu telinga atas kejadian-kejadian yang sebenarnya bisa membuat kita marah namun kita membiarkan dengan alasan yang tidak masuk akal dan merasa kita adalah pasangan jiwa.<br />
<br />
Kini, ketika Megawati mengumumkan kenaikan harga tiga komponen pokok, yaitu BBM, TDL dan telepon, maka yang terjadi adalah rasa kecewa. Dalam proses menerima rasa cinta, ketika terjadi hal yang tidak mengenakkan hati -apalagi terjadi perselingkuhan-, maka yang terbentuk adalah memudarnya cinta romantis. Menurunnya rasa cinta ini mengakibatkan cara berpikir dan cara pandang terhadap sesuatu kembali realistis, bahkan tidak jarang kondisi saling menyalahkan pun terjadi. Biasanya pula dalam kondisi dimana rasa cinta ini pudar, maka ketidaksepakatan sering terjadi, karena mulai diintervensi oleh rasa yang namanya tidak percaya.<br />
<b><br />
Adakah Cinta Sejati?</b><br />
Cinta sejati sering dianggap sebagai bentuk penyerahan diri dan mengabdi pada pasangan. Pendapat yang demikian tentunya keliru. Begitu pula dengan anggapan yang menyatakan, bahwa cinta sejati itu adalah menyenangkan pasangan. Bukan begitu makna dari cinta sejati.<br />
<br />
Cinta sejati adalah keluarnya penghargaan, kebanggaan dan penerimaan yang tulus untuk sang kekasih. Ruh dari cinta sejati adalah saling rendah hati, sabar dan menanggung segala sesuatu secara bersama-sama. Tidak ada yang dimenangkan maupun dikalahkan ketika hubungan cinta sejati sedang terjadi.<br />
<br />
Nah, disinilah pemerintah selalu terjebak dengan hakekat nasionalisme ataupun patriotisme. Mereka menyangka, bahwa rakyat selalu memahami apa yang menjadi kemauan pemerintah. Nasionalisme dipandang sebagai sikap pengorbanan rakyat terhadap negaranya atau cinta yang teramat dalam terhadap negaranya. Pandangan yang sempit ini sama dengan pencampuradukan cinta sejati dan cinta romantis. <br />
<br />
Ketika rakyat benar-benar menerima pemerintah dengan apa adanya, sebaliknya ada usaha perselingkuhan yang bisa menyakiti hati rakyat. Perselingkuhan itu bisa saja terjadi ketika pemerintah mengampuni konglomerat bermasalah yang mengajak damai bagaikan sepasang kekasih yang baru saja berpisah. Bisa pula ketika pemerintah bermesraan kembali dengan masa lalu yang telah mengkhianatinya dan rakyat terlupakan.<br />
<br />
Pemaparan di atas kiranya juga dapat dijadikan inspirator bagi insan bercinta maupun mereka yang terlanjur cinta pada sebuah kekuasaan. Dalam sudut pandang yang lain, maka Iwan Fals menjadikan cinta bagai sebuah cerita komik! Bukankah begitu makna cinta sejati? Ia selalu ada ketika dalam situasi apapun. Bukan hanya pemerintah yang enak sedangkan rakyatnya harus makan dengan irit agar tidak membuang banyak minyak tanah untuk sebuah kompor.<br />
<br />
<br />
<b>Empat Tanda Cinta Sejati </b><br />
Anda dapat menemukan seseorang yang benar-benar sangat cocok untuk dijadikan pasangan hidup dan bahkan memilikinya lebih dari satu dalam hidup Anda. Tetapi kemudian bagaimana Anda benar-benar mengetahuinya dengan yakin?<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Berikut bantuan untuk meyakinkan keputusan hubungan Anda:<br />
<b><br />
Ungkapkan keinginan dan mengapa menginginkannya?</b><br />
Anda harus memiliki kejelasan tidak hanya tentang apa yang Anda ingin dari cinta, tetapi apa yang diinginkan dalam hidup dengan pasangan Anda. Segera setelah mengetahui itu, Anda akan yakin telah masuk dalam suatu hubungan dengan tujuan dan visi yang jelas seperti apa hubungan Anda dengan dia. Menentukan kriteria akan membantu terhindar dari kesulitan terlibat dengan seseorang yang tidak cocok bagi Anda.<br />
<br />
<b>Ukur romantisme Anda</b><br />
Meskipun kedengarannya basi, buatlah daftar harapan pasangan ideal Anda. Isi dengan keinginan pasangan sempurna, istimewa tetapi realistis. Semakin banyak Anda tahu apa yang cocok bagi Anda, semakin mudah menangkap momen kapan dia bisa berjalan bersama Anda.<br />
<b><br />
Cintai diri sendiri</b><br />
Ada pepatah lama mengatakan: “Anda tidak akan bisa membahagiakan orang lain sampai Anda membahagiakan diri sendiri.” Hal ini tidak hanya akan membantu pada saat bertemu dengan seseorang yang baru tetapi juga membantu Anda memulai hubungan pada saat yang tepat.<br />
<b><br />
Jadilah yang terbaik</b><br />
Cinta bukan hanya sekedar mencari seseorang yang akan membuat Anda bahagia. Kecocokan akan menghasilkan yang terbaik- mungkin seseorang yang akan membuat Anda menjadi orang yang bahagia dan lebih produktif.<br />
<br />
Cara terbaik untuk menemukan cinta sejati adalah pintar-pintarlah memilih seseorang dan jelas mengapa Anda memilihnya.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8707257497816595839.post-32466199859886624952011-04-18T22:26:00.000-07:002011-04-18T22:26:00.724-07:00Implikasi Landasan Filsafat Pendidikan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXa6uUQo4gIweQzN2WstNFRYx5LmXUZuXWowboI3gTNYhnt666GOfDhp8Wp6NekNk-nVeF9aMGj0rDhQlAea0KzSbi5fC2H4kJXWaurjSNPrJn9_XF5sSbZCGHl8WE_hJ_3csIkSxJhors/s1600/filsafat-pendidikan.jpeg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXa6uUQo4gIweQzN2WstNFRYx5LmXUZuXWowboI3gTNYhnt666GOfDhp8Wp6NekNk-nVeF9aMGj0rDhQlAea0KzSbi5fC2H4kJXWaurjSNPrJn9_XF5sSbZCGHl8WE_hJ_3csIkSxJhors/s1600/filsafat-pendidikan.jpeg" /></a></div>1. Implikasi Bagi Guru <br />
<br />
Apabila kita konsekuen terhadap upaya memprofesionalkan pekerjaan guru maka filsafat pendidikan merupakan landasan berpijak yang mutlak. Artinya, sebagai pekerja professional, tidaklah cukup bila seorang guru hanya menguasai apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kedua penguasaan ini baru tercermin kompetensi seorang tukang. <br />
<br />
Disamping penguasaan terhadap apa dan bagaimana tentang tugasnya, seorang guru juga harus menguasai mengapa ia melakukan setiap bagian serta tahap tugasnya itu dengan cara tertentu dan bukan dengan cara yang lain. Jawaban terhadap pertanyaan mengapa itu menunjuk kepada setiap tindakan seorang guru didalam menunaikan tugasnya, yang pada gilirannya harus dapat dipulangkan kepada tujuan-tujuan pendidikan yang mau dicapai, baik tujuan-tujuan yang lebih operasional maupun tujuan-tujuan yang lebih abstrak. Oleh karena itu maka semua keputusan serta perbuatan instruksional serta non-instruksional dalam rangka penunaian tugas-tugas seorang guru dan tenaga kependidikan harus selalu dapat dipertanggungjawabkan secara pendidikan (tugas professional, pemanusiaan dan civic) yang dengan sendirinya melihatnya dalm perspektif yang lebih luas dari pada sekedar pencapaian tujuan-tujuan instruksional khusus, lebih-lebih yang dicekik dengan batasan-batasan behavioral secara berlebihan. <br />
<br />
Dimuka juga telah dikemukakan bahwa pendidik dan subjek didik melakukan pemanusiaan diri ketika mereka terlihat di dalam masyarakat profesional yang dinamakan pendidikan itu; hanyalah tahap proses pemanusiaan itu yang berbeda, apabila diantara keduanya, yaitu pendidik dan subjek didik, dilakukan perbandingan. Ini berarti kelebihan pengalaman, keterampilan dan wawasan yang dimiliki guru semata-mata bersifat kebetulan dan sementara, bukan hakiki. Oleh karena itu maka kedua belah pihak terutama harus melihat transaksi personal itu sebagai kesempatan belajar dan khusus untuk guru dan tenaga kependidikan, tertumpang juga tanggungjawab tambahan menyediakan serta mengatur kondisi untuk membelajarkan subjek didik, mengoptimalkan kesempatamn bagi subjek didik untuk menemukan dirinya sendiri, untuk menjadi dirinya sendiri (Learning to Be, Faure dkk, 1982). Hanya individu-individu yang demikianlah yang mampu membentuk masyarakat belajar, yaitu masyarakat yang siap menghadapi perubahan-perubahan yang semakin lama semakin laju tanpa kehilangan dirinya. <br />
<br />
Apabila demikianlah keadaannya maka sekolah sebagai lembaga pendidikan formal hanya akan mampu menunaikan fungsinya serta tidak kehilangan hak hidupnya didalam masyarakat, kalau ia dapat menjadikan dirinya sebagai pusat pembudayaan, yaitu sebagai tempat bagi manusia untuk meningkatkan martabatnya. Dengan perkataan lain, sekolah harus menjadi pusat pendidikan. Menghasilkan tenaga kerja, melaksanakan sosialisasi, membentuk penguasaan ilmu dan teknologi, mengasah otak dan mengerjakan tugas-tugas persekolahan, tetapi yang paling hakiki adalah pembentukan kemampuan dan kemauan untuk meningkatkan martabat kemanusiaan seperti telah diutarakan di muka dengan menggunakan cipta, rasa, karsa dan karya yang dikembangkan dan dibina. <br />
<br />
Perlu digarisbawahi di sini adalah tidak dikacaukannya antara bentu dan hakekat. Segala ketentuan prasarana dan sarana sekolah pada hakekatnya adalah bentuk yang diharapkan mewadahi hakekat proses pembudayaan subjek didik. Oleh karena itu maka gerakan ini hanya berhenti pada “penerbitan” prasarana dan sarana sedangkan transaksi personal antara subjek didik dan pendidik, antara subjek didik yang satu dengan subjek didik yang lain dan antara warga sekolah dengan masyarakat di luarnya masih belum dilandasinya, maka tentu saja proses pembudayaan tidak terjadi. Seperti telah diisyaratkan dimuka, pemberian bobot yang berlebihan kepada kedaulatan subjek didikakan melahirkan anarki sedangkan pemberian bobot yang berlebihan kepada otoritas pendidik akan melahirkan penjajahan dan penjinakan. Kedua orientasi yang ekstrim itu tidak akan menghasilkan pembudayaan manusia. <br />
<br />
<br />
<br />
2. Implikasi bagi Pendidikan Guru dan Tenaga Kependidikan <br />
<br />
Tidaklah berlebihan kiranya bila dikatakan bahwa di Indonesia kita belum punya teori tentang pendidikan guru dan tenaga kependidikan. Hal ini tidak mengherankan karena kita masih belum saja menyempatkan diri untuk menyusunnya. Bahkan salahsatu prasaratnya yaitu teori tentang pendidikan sebagimaana diisyaratkan pada bagian-bagian sebelumnya, kita masih belum berhasil memantapkannya. Kalau kita terlibat dalam berbagi kegiatan pembaharuan pendidikan selama ini maka yang diperbaharui adalah pearalatan luarnya bukan bangunan dasarnya. <br />
<br />
Hal diatas itu dikemukakan tanpa samasekali didasari oleh anggapan bahwa belum ada diantara kita yang memikirkan masalah pendidikan guru itu. Pikiran-pikiran yang dimaksud memang ada diketengahkan orang tetapi praktis tanpa kecuali dapat dinyatakan sebagi bersifat fragmentaris, tidak menyeluruh. Misalnya, ada yang menyarankan masa belajar yang panjang (atau, lebih cepat, menolak program-program pendidikan guru yang lebih pendek terutama yang diperkenalkan didalam beberapa tahun terakhir ini) ; ada yang menyarankan perlunya ditingkatkan mekanisme seleksi calon guru dan tenaga kependidikan; ada yang menyoroti pentingnya prasarana dan sarana pendidikan guru; dan ada pula yang memusatkan perhatian kepada perbaikan sistem imbalan bagi guru sehingga bisa bersaing dengan jabtan-jabatan lain dimasyarakat. Tentu saja semua saran-saran tersebut diatas memiliki kesahihan, sekurang-kurangnya secara partial, akan tetapi apabila di implementasikan, sebagian atau seluruhnya, belum tentu dapat dihasilkan sistem pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang efektif. <br />
<br />
Sebaiknya teori pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang produktif adalah yang memberi rambu-rambu yang memadai didalam merancang serta mengimplementasikan program pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang lulusannya mampu melaksanakan tugas-tugas keguruan didalam konteks pendidikan (tugas professional, kemanusiaan dan civic). Rambu-rambu yang dimaksud disusun dengan mempergunakan bahan-bahan yang diperoleh dari tiga sumber yaitu: pendapat ahli, termasuk yang disangga oleh hasil penelitian ilmiah, analisis tugas kelulusan serta pilihan nilai yang dianut masyarakat. Rambu-rambu yang dimaksud yang mencerminkan hasil telaahan interpretif, normative dan kritis itu, seperti telah diutarakan didalam bagian uraian dimuka, dirumuskan kedalam perangkat asumsi filosofis yaitu asumsi-asumsi yang memberi rambu-rambu bagi perancang serta implementasi program yang dimaksud. Dengan demikian, perangkat rambu-rambu yang dimaksud merupakan batu ujian didalam menilai perancang dan implementasi program, maupun didalam “mempertahankan” program dari penyimpngan-penyimpangan pelaksanaan ataupun dari serangan-serangan konseptual.<br />
<br />
<br />
(Nunu Heryanto)Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8707257497816595839.post-73973893807005953172011-04-18T19:52:00.000-07:002011-04-18T19:52:00.264-07:00Sahabat adalah Hadiah Spesial<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuxBTkW-kS1w-ECICFTSBJedM2nHqtHm4yESsXr_iegDsdlYAY5UyGTaCU3ytzQsTto3ISQbEZMZzzfERlwtSfTqvORT8fBd2xtTuoPcHXj2qi5grUIcKbaXVP8d9x_sAq1IYQ-0j0uVon/s1600/sahabat-spesial.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuxBTkW-kS1w-ECICFTSBJedM2nHqtHm4yESsXr_iegDsdlYAY5UyGTaCU3ytzQsTto3ISQbEZMZzzfERlwtSfTqvORT8fBd2xtTuoPcHXj2qi5grUIcKbaXVP8d9x_sAq1IYQ-0j0uVon/s1600/sahabat-spesial.jpg" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sahabat spesial</td></tr>
</tbody></table>Teman adalah hadiah dari sang Pencipta buat kita. Seperti hadiah, ada bungkus bagus dan ada bungkus jelek. bungkus bagus punya wajah rupawan, atau kepribadian yang menarik. Yg bungkusnya jelek punya wajah biasa saja, atau kepribadian biasa saja, atau malah menjengkelkan.<br />
<br />
Seperti hadiah, ada yg isinya bagus dan ada isinya jelek. Yg isinya bagus punya jiwa yg begitu indah sehingga kita terpukau ketika berbagi rasa dengannya, ketika kita tahan menghabiskan waktu berjam-jam, saling bercerita dan menghibur, menangis bersama, dan tertawa bersama. Kita mencintai dia dan dia mencintai kita. <br />
<br />
Isinya buruk punya jiwa yg terluka. Begitu dalam luka-lukanya sehingga jiwanya tidak mampu lagi<br />
mencintai, justru karena ia tidak merasakan cinta dalam hidupnya. Sayangnya yg kita tangkap darinya<br />
seringkali justru sikap penolakan, dendam, kebencian, iri hati, kesombongan, amarah, dll. <br />
<br />
Kita tidak suka dengan jiwa-jiwa semacam ini dan mencoba menghindar dari mereka. Kita tidak tahu bahwa<br />
itu semua BUKAN-lah karena mereka pada dasarnya buruk, tetapi ketidakmampuan jiwanya memberikan cinta karena justru ia membutuhkan cinta kita, membutuhkan empati kita, kesabaran dan keberanian kita untuk mendengarkan luka-luka terdalam yg memasung jiwanya. <br />
<br />
Bagaimana bisa kita mengharapkan seseorang yg terluka lututnya berlari bersama kita? Bagaimana bisa<br />
kita mengajak seseorang yg takut air berenang bersama? Luka di lututnya dan ketakutan terhadap<br />
airlah yg mesti disembuhkan, bukan mencaci mereka karena mereka tidak mau berlari atau berenang bersama kita. Mereka tidak akan bilang bahwa "lutut" mereka luka atau mereka "takut air", mereka akan bilang bahwa<br />
mereka tidak suka berlari atau mereka akan bilang berenang itu membosankan dll. Itulah cara mereka mempertahankan diri.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8707257497816595839.post-38591737492218184262011-04-16T22:29:00.000-07:002011-04-25T10:11:54.175-07:00Rasionalisme Habermas<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyIfxgbBk5jr5xxu1Nqlmo-TQzyjAfQGi6jn7FBfvJXKIIFJJ4-P8kRakC-XjpbWv-Z8muKk17yIEy2jjWVvwWb-FahKCLK8S9UqqruHL9qlKiac0HO9Kl9f3_G872pj2SOa95BfjKYbg4/s1600/rasionalisme-habermas.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyIfxgbBk5jr5xxu1Nqlmo-TQzyjAfQGi6jn7FBfvJXKIIFJJ4-P8kRakC-XjpbWv-Z8muKk17yIEy2jjWVvwWb-FahKCLK8S9UqqruHL9qlKiac0HO9Kl9f3_G872pj2SOa95BfjKYbg4/s1600/rasionalisme-habermas.jpg" /></a></div>Proses rasionalisasi dan perkembangan sistem kapitalisme pada zaman marx berkembang sedemikian rupa yang menimbulkan perubahan dari hubungan-hubungan komunikatif ke hubungan-hubungan instrumental dan strategis. Dalam konteks perkembangan subsistem-subsistem tindakan rasional bertujuan yang telah mencapai kepenuhannya ini, marx menyamakan kerangka kerja institusional masyarakat dengan hubungan-hubungan produksi. <br />
<br />
Kritik atas dogmatisme yang dilakukan oleh kaum borjuasi digantinya menjadi kritik atas ekonomis-politik. Gagasan borjuis mengenai kebebasan manusia , baik itu yang terungkap dalam pasaran bebas maupun buruh bebas mendapat kritik yang pedas darinya karena dalam kenyataan kaum buruh bebas diperalat oleh kaum kapitalis melalui gagasan-gagasan itu yang disebutnya sebagai 'ideologis' dan dalam kenyataan manusia sendiri diperbudak oleh mekanisme pasar. Dalam kontek ini pula, marx menganut 'paradigma kerja' pada taraf epistemologis sekaligus dengan sendirinya membuktikan dirinya sebagai anak zamannya dimana masyarakat dikuasai kekuatan produksi dan kekuatan politis kehilangan fungsi ekonomisnya. Dapat dipahami juga mengapa Marx kemudian beranggapan bahwa negara, hukum, ideologi, dan rasio sendiri merupakan superstruktur yang ditentukan oleh kekuatan-kekuatan produksi da hubungan-hubungan produksi sebagai hasilnya. Dalam zaman Marx ini, rasionalitas adalah rasionalitas penguasaan alam (kerja). <br />
<br />
Habermas mengembaikan persoalan proses rasionalisasi ini pada peemuannya tentang pembedaan mendasar antara kerja dan interkasi. Proses rasionlisasi ini dibagi ke dalam dua segi, yaitu dari segi kerangka kerja institusional masyarakat atau dunia kehidupan sosial-budaya dan kedua dari segi subsistem-subsistem tindakan rasional-bertujuan. Ketimpangan ini muncul bersamaan dengan lahirnya sistem kapitalisme. Menurut Habermas, di dalam masyarakat tradisional terdapat kaitan yang khusus antara kerangka kerja institusional dan subsistem-subsistem tindakan rasional-bertujuan. Dalam sistem kapitalis, proses-proses produksi sosial diperlengkapi dengan mekanisme yang berjalan sendiri dengan menjamin pertumbuhan produktivitas terus-menerus. Dalam hal ini, penemuan-penemuan penting dalam bidang teknologi, strategi dan institusionalisasi keduanya merupakan penopang pokok cara produksi. <br />
<br />
Perluasan subsistem-subsistem tindakan rasional-bertujuan menyebabkan masyarakat mulai mempertanyakan kesahihan pandangan dunia tradisional yang terungkap dalam mitos-mitos, agama dan pandangan-pandangan metafisis yang menurut Habermas tunduk pada kontek-konteks logika interaksi. Pada awal perkembangan masyarakat modern rasionalisme yang memenuhi aturan-aturan language games dan tindakan komunikatif berbenturan dengan rasionalitas-tujuan. Di dalam sistem kapitalis, konfrontasi ini berakhir dengan kemenangan rasionalitas tujuan. Hal ini berarti bahwa pandangan dunia tradisional diganti dengan pandangan-pandangan yang berkaitan dengan kekuatan-kekuatan produksi sosial. <br />
<br />
Menjelang akhir abad lalu terjadi perkembangan dalam sistem baru kapitalis, yaitu 'spatkapitalismus'. Karena sistem kapitalis liberal zaman Marx yang mengandalkan mekanisme pasar menjadi disfungsional, negara mulai mengadakan intervensi. Menurut Habermas, jika dalam sistem kapitalis liberal kerja institusional didepolitisasikan dalam sistem kapitalis lanjut justru mengalami repolitisasi sehingga politik tidak lagi merupakan fenomen superstruktur. Dengan bertambahnya besarnya peranan negara dalam masyarakat, legitimasi tak lagi dapat diberikan oleh tatanan hubungan-hubungan produksi sehingga dalam arti tertentu masyarakat membutuhkan legitimasi langsung dari kekuasaan politis seperti pada zaman prakapitalis. Akan tetapi, berbeda dari legitimasi kekuasaan tradisional yang ditentukan oleh tujuan-tujuan praktis (hidup yang baik), legalitimasi kekuasaan masyarakat kapitalis lanjut ditentukan oleh tujuan-tujuan teknis, yaitu pemecahan masalah-masalah teknis ekonomi masyarakat. Dalam hal-hal teknis itu , massa tidak diikutsertakan sehingga repolitisasi masyarakat menghasilkan juga depolitisasi massa. Lenyapnya fungsi politis massa dalam kapitalis lanjut dapat diterima oleh masyarakat kapitalis itu sendiri karena kekuasaan politis mendasarkan dirinya pada legitimasi teknokratis dimana ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi ideologi. Dalam kontek ini, saintisme dan positivisme modern di lapangan intelektual menggantikan mitos-mitos prakapitalis dan ideologi kebebasan dari kaum borjuasi. <br />
<br />
Menurut Habermas, depolitisasi massa dan bangkitnya teknokrasi menyebabkan masyarakat kehilangan pemahaman-pemahaman dirinya yang bereferensi pada tindakan komunikatif dan konsep-konsep interaksi simbiolis. Model-model interaksi sosial pemahaman diri masyarakat sendiri diganti dengan pengetahuan-pengetahuan ilmiah. Dengan kata lain, pemahaman diri terhadap dunia kehidupan sosial diganti dnegan reifikasi-diri manusia di bawah kategori-kategori tindakan rasionalis bertujuan dan tingkah laku adaptif. Dengan meluasnya tingkah laku adaptif itu menandakan bahwa lingkup interaksi yang dimediasi secara linguistik ditelan oleh struktur tindakan rasional bertujuan. Kesadaran jenis ini isebut Habermas 'kesadaran teknokratis'. <br />
<br />
Kesadaran teknokratis itu, menurut Habermas mencerminkan suatu penindasan atas dimensi etis manusia yang terkait langsung denga kehidupan sosial politisnya. Usaha-usaha untuk melenyapkan dimensi etis itu paling tampak dalam cara berpikir berpikir positivistis dalam masyarakat Spatkapitalismus yang memuncak dalam bentuk-bentuk positivisme modern dan ilmu-ilmu sosial yang didepolitisasikan. Habermas berpendapat bagaimanapun depolitisasi massa dan depolitisasi pemikiran manusia dalam kategori-kategori tindakan rasionalis bertujuan dan tingkah laku adaptif. Kesadaran teknokratis ini berwatak ideologis yang ditunjukkan pada penghapusan pembedaan antara yang praktis dan yang teknis. <br />
<br />
Jika dikembalikan pada proses rasionalisasi, kesadaran teknokratis merupakan hasil proses 'rasinalisasi dari atas'. Melalui proses itu dalam kapitalisme lanjut, kesadaran teknokratis merupakan ideologi pengganti dari ideologi borjuis yang mendasarkan diri pada mekanisme pasar bebas dan kekuatan-kekuatan produksi masyarakat yang dapat berjalan sendiri. Ideologi borjuis tentang kebebasan individu dan kebebasan rasio yang dimungkinkan oleh mekanisme pasar itu juga merupakan pengganti legitimasi-legitimasi mitis, religius, dan metafisis dalam masyarakat prakapitalis. Dalam proses ini prakapitalis bersifat ambigu. <br />
<br />
Mengenai perkembangan lebih lanjut dari proses rasionalisasi, Habermas tidak mencetuskan suatu utopia maupun bersikap pesimistis terhadap perkembangan masyarakat. Ia hanya memberikan suatu sumbangan bagi konsep rasionalisasi yang sewajarnya terjadi berdasarkan pembedaan dua tindakan dasar manusia. Habermas berpendapat bahwa rasionalisasi dalam bidang interaksi itu tidak sama dengan rasionalisasi dalam bidang kerja. Rasionalisasi di dalam bidang interaksi itu pada dirinya tidak akan membawa pada perbaikan fungsi sistem masyarakat, tetapi akan memperlengkapi para anggota masyarakat dengan kesempatan bagi emansipasi lebih jauh lagi dan proses individuasi yang progresif. <br />
<br />
Pandangan Habermas mengenai rasionalisasi bidang interaksi ini tidak hanya menjernihkan persoalan proses rasionalisasi yang menjadi keprihatinan bagi pendahulunya melainkan juga memberi petunjuk bagi pengembangan suatu rasionalitas alternatif bagi rasio instrumental. Jika proses rasionalisasi dalam bidang kerja telah menyebarkan rasio instrumental proses rasionalisasi dalam bidang interaksi akan menumbuhkan 'rasionalitas komunikatif'. Dan suatu rasionalisasi yang genuine sebagai humanisasi seharusnya mengutamakan rasionalitas komunikatif di atas rasionalitas tujuan atau rasio instrumental. Proses rasionalisasi semacam ini tidak hanya merupakan gagasan orsinal di dalam teori-teori Marxis melainkan juga merupakan sumbangan pantas bagi pemikiran-pemikiran mengenai perkembangan masyarakat pada umumnya. Sumbangan semacam ini diberikan lagi oleh Habermas yang dalam kritiknya atas teori perkembangan masayarakat menurut Marx yang termashur dalam sebutan 'materialisme sejarah'. <br />
<br />
Habermas memulai konsep rasionalime yang dimengerti oleh pencerahan sebagai usaha keras dari rasio untuk membebaskan dirinya dari mitos yang terjadi sepanjang sejarah pemikiran. Di dalam definisi itu tampak bahwa rasio bukan hanya kesadaran murni melainkan juga kehendak untuk menjadi rasional, yaitu membebaskan kesadaran dari dukungan dogmatis dan mencapai mundigkeit (otonomi dan tanggung jawab). Konsep rasio di atas bukanlah rasio netral yang dikosongkan dari kemampuan kehendak kita, melainkan justru merupakan rasio yang memihak melawan dogmatisme. Di dalam rasio melekat suatu kepentingan dasariah untuk membebaskan diri dari berbagai macam pembatasan. <br />
<br />
Kunci dari konsep Habermas adalah tentang refleksi-diri, tindakan rasio yang menyebakan dapat membebaskan diri dari dogmatisme atau kesadaran palsu adalah refleksi diri. Di dalam refleksi diri, ego menjadi transparan terhadap dirinya sendiri dan terhadap asal-usul kesadarannya sendiri. Di dalam kegiatan refleksi, kita sebagai ego tidak hanya memiliki kesadaran baru tentang diri kita sendiri. Tindakan mengubah hidup adalah tindakan emansipatoris karena di dalam refleksi-diri kesadaran dan tindakan emansipatoris menyatu dalam kegiatan refleksi rasio kita langsung menjadi praktis. Di sini kepentingan emansipatoris yang membimbing refleksi diri bersifat konstuktif dalam konteks proses pembentukan diri dari rasio. <br />
<br />
Telah kita lihat bahwa refleksi fenomenologis terjadi bertahap-tahap mulai dari bentuk kesadaran elementer, yaitu kesadaran empiris sehari-hari sampai pada pengetahuan absolut. Perkembangan kesadaran ke tahap-tahap yang lebih tinggi terjadi karena dalam refleksi diri dari rasio pada setiap tahap dapat menghancurkan dogmatisme yang terwujud baik dalam pandangan hidup maupun dalam bentuk kehidupan indvidu dan sosial. Dalam gerak emansipatorispun terjadi kombinasi rasio dan kepentingan. Di dalam refleksi diri, rasio kita didorong oleh kepentingan emensipatoris untuk menghancurkan baik pandangan yang keliru tentang sesuatu maupun sikap-sikap dogmatis yang telah menjadi habit dalam bentuk kehidupan yang kita hayati sehingga dicapai tahap baru dalam proses pembentukan diri.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8707257497816595839.post-16305603312610767482011-04-16T04:17:00.000-07:002011-04-16T04:17:00.111-07:00Mahmud Ahmadinejad<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpEj555MyA7dtFAyBomPEyLLUtQGDVePryStcm81MZb2XqcHVrKXzTBjI2rEk4emmD6CjcJ9UAoGEWfoBFQw_Ft6lvam6x1SSoYVEAQqwnddwIDLLdf8ElHmHglF2pIAfgkitgAKQ81uQC/s1600/ahmadinejad.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpEj555MyA7dtFAyBomPEyLLUtQGDVePryStcm81MZb2XqcHVrKXzTBjI2rEk4emmD6CjcJ9UAoGEWfoBFQw_Ft6lvam6x1SSoYVEAQqwnddwIDLLdf8ElHmHglF2pIAfgkitgAKQ81uQC/s1600/ahmadinejad.jpg" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b>Mahmud Ahmadinejad</b></td></tr>
</tbody></table><br />
Mahmud Ahmadinejad atau bisa dibaca Ahmadinezhad (bahasa Persia: محمود احمدینژاد ; lahir 28 Oktober 1956) adalah Presiden Iran yang keenam dan memperoleh 61.91% suara pemilih pada pilpres Iran tanggal 24 Juni 2005. Jabatan kepresidenannya dimulai pada 3 Agustus 2005. Ia pernah menjabat walikota Teheran dari 3 Mei 2003 hingga 28 Juni 2005 waktu ia terpilih sebagai presiden. Ia dikenal secara luas sebagai seorang tokoh konservatif yang sangat loyal terhadap nilai-nilai Revolusi Islam Iran, 1979.<br />
<b><br />
</b><br />
<div style="text-align: center;"><b>Biografi</b></div>• Keluarga<br />
Lahir di daerah desa pertanian Aradan, dekat Garmsar, sekitar 120 kilometer arah tenggara Teheran. Dia merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara. Orang tuanya, Ahmad Saborjihan, memberi nama Mahmud Saborjihan saat lahir. Dia menggunakan nama tersebut hingga sebuah keputusan besar mendorong keluarganya untuk hijrah ke Teheran pada paruh kedua tahun 1950-an. Di Teheran, ayahnya merubah namanya menjadi Mahmud Ahmadinejad sebagai isyarat religiusitas dan semangat mencari kehidupan yang lebih baik, karena Saborjihan dalam bahasa Parsi berarti pelukis karpet, pekerjaan yang jamak dilakukan di sentra karpet seperti Aradan, sedangkan Ahmadinejad berarti ras yang unggul, bijak dan paripurna.<br />
<br />
• Pendidikan<br />
Dia lulus dari Universitas Sains dan Teknologi Iran (IUST) dengan gelar doktor dalam bidang teknik dan perencanaan lalu lintas dan transportasi. Pada tahun 1980, dia adalah ketua perwakilan IUST untuk perkumpulan mahasiswa, dan terlibat dalam pendirian Kantor untuk Pereratan Persatuan (daftar-e tahkim-e vahdat), organisasi mahasiswa yang berada di balik perebutan Kedubes Amerika Serikat yang mengakibatkan terjadinya krisis sandera Iran.<br />
<br />
• Bergabung dengan Imam Khomeini<br />
Pada masa Perang Iran-Irak, Ahmedinejad bergabung dengan Korps Pengawal Revolusi Islam pada tahun 1986. Dia terlibat dalam misi-misi di Kirkuk, Irak. Dia kemudian menjadi insinyur kepala pasukan keenam Korps dan kepala staf Korps di sebelah barat Iran. Setelah perang, dia bertugas sebagai wakil gubernur dan gubernur Maku dan Khoy, Penasehat Menteri Kebudayaan dan Ajaran Islam, dan gubernur provinsi Ardabil dari 1993 hingga Oktober 1997.<br />
<br />
• Walikota Teheran<br />
Ahmadinejad lalu terpilih sebagai walikota Teheran pada Mei 2003. Dalam masa tugasnya, dia mengembalikan banyak perubahan yang dilakukan walikota-walikota sebelumnya yang lebih moderat dan reformis, dan mementingkan nilai-nilai keagamaan dalam kegiatan-kegiatan di pusat-pusat kebudayaan. Selain itu, dia juga menjadi semacam manajer dalam harian Hamshahri dan memecat sang editor, Mohammad Atrianfar, pada 13 Juni 2005, beberapa hari sebelum pemilu presiden, karena tidak mendukungnya dalam pemilu tersebut.<br />
Ahmadinejad diketahui pernah bertengkar dengan Presiden Mohammad Khatami, yang lalu melarangnya menghadiri pertemuan Dewan Menteri, suatu hak yang biasa diberikan kepada para walikota Teheran. Dia telah mengkritik Khatami di depan umum, menuduhnya tidak mengetahui masalah-masalah sehari-hari warga Iran.<br />
<br />
• Sebagai Presiden Iran<br />
Setelah dua tahun sebagai walikota Teheran, Ahmadinejad lalu terpilih sebagai presiden baru Iran. Tak lama setelah terpilih, pada 29 Juni 2005, sempat muncul tuduhan bahwa ia terlibat dalam krisis sandera Iran pada tahun 1979. Iran Focus mengklaim bahwa sebuah foto yang dikeluarkannya menunjukkan Ahmadinejad sedang berjalan menuntun para sandera dalam peristiwa tersebut, namun tuduhan ini tidak pernah dapat dibuktikan.<br />
<br />
• Kontroversi<br />
Kutipan pernyataannya dalam sebuah pertemuan di hadapan para mahasiswa pada 26 Oktober 2005 dari pernyataan Ayatollah Khomeini yang menyerukan agar Israel "dihapus dari peta dunia" memicu kontroversi. Selain, menuai kecaman dari berbagai pemimpin dunia, termasuk Wakil Perdana Menteri Shimon Peres. Peres bahkan membalas dengan menuntut agar Iran dikeluarkan dari keanggotaan di Perserikatan Bangsa-bangsa.<br />
<br />
Pernyataan yang kontroversial ini diulang kembali pada 14 Desember 2005. Saat itu, ia berkata bahwa Holocaust (peristiwa pembantaian terhadap kaum Yahudi oleh rezim Nazi pada masa Perang Dunia II) hanyalah sebuah mitos yang digunakan bangsa Eropa untuk menciptakan negara Yahudi di jantung dunia Islam. Ia juga sempat menyelenggarakan konferensi tentang Holocaust.<br />
<br />
Sementara, kritik dalam negeri mengenai kebijakan domestik dan luar negeri terus mengalir deras. Kritik datang dari tokoh ulama besar Ayatollah Hossein Ali Montazeri. Merujuk retorika Ahmadinejad terhadap Amerika Serikat, Montazeri menyatakan bahwa sangat perlu bertindak logis ter<br />
<br />
Iran menegaskan bahwa pengembangan teknologi nuklir merupakan hak yang tidak bisa disangkal meskipun Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang menuntut Iran untuk menghentikan program pengayaan uranium. Ahmadinejad mendapat kritikan dari kalangan konservatif maupun reformis mengenai kebijakan ekonominya dan cara dia menangani isu nuklir Iran.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8707257497816595839.post-74916326043767056572011-04-15T23:35:00.000-07:002011-04-15T23:35:00.585-07:00Revolusi dan Praktik Anarkis<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhlIXwRd9wKlb4EcYlcnN9ERZw6rw6pGHHo8ptuUkhagm71zZndjGTwC4PwMv5GH05og3g_KeE4l_fimn62ZTUuWA936VzBALZZeGml1WWQf1Fehjm0zvSZ3vzrEBGrVlU2grIQcNYxeDBZ/s1600/goenawan+muhammad.jpeg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhlIXwRd9wKlb4EcYlcnN9ERZw6rw6pGHHo8ptuUkhagm71zZndjGTwC4PwMv5GH05og3g_KeE4l_fimn62ZTUuWA936VzBALZZeGml1WWQf1Fehjm0zvSZ3vzrEBGrVlU2grIQcNYxeDBZ/s200/goenawan+muhammad.jpeg" width="178" /></a></div>Berikut adalah kutipan catatan Goenawan Mohamad dengan judul asli "Marxisme dan Postmodernisme, Dilihat dari Indonesia di Tahun 1993"<br />
<br />
<br />
<div style="text-align: right;"><blockquote>"Membentuk kembali hidup! Orang yang bisa omong begitu tak pernah paham sedikitpun apa itu hidup -- mereka tak pernah merasakan nafasnya, jantungnya..." -- Dr. Zhivago. </blockquote></div><br />
<br />
<br />
Antara 1917 dan 1993 telah terjadi dua peristiwa besar yang berhubungan dengan agenda "membentuk kembali hidup." Yang pertama ialah sebuah revolusi atas nama Marxisme, yang berlangsung sebagai "sepuluh hari yang mengguncangkan dunia", seperti ditulis oleh John Reid. Yang kedua ialah sebuah perubahan yang tak kalah mengguncangkannya, yang menunjukkan kekecewaan dan penolakan keras terhadap revolusi itu: Rusia (dan dalam batas tertentu juga Cina) membatalkan banyak hal dalam agenda Marxisme. <br />
<br />
Guncangan-guncangan besar: Marxisme adalah harapan dan keyakinan penting selama kurang-lebih satu setengah abad, sesuatu yang demikian keras, tapi ternyata--dalam bentuknya yang dicoba dalam suatu transformasi sosial--dengan cepat merapuh. Selama beberapa tahun terakhir ia telah didiskreditkan secara luas (simbol paling menonjol, bagi saya, ialah diubahnya kantor Partai Komunis menjadi bursa saham di Warsawa, Polandia), dan hampir di seluruh dunia tidak terdengar lagi rencana Marxis untuk "mengubah dunia." Yang tersisa adalah "menerangkan dunia"--terutama di jurnal-jurnal pemikiran dan seminar-seminar--ketika politik sayap kiri merosot, atau mengalami perubahan diri, di pelbagai penjuru. <br />
<br />
Maka apa gerangan yang kita hadapi, dan bisa dilakukan? Pertanyaan ini penting, juga di Indonesia: kita tahu di sini pengaruh Marxisme, sisa-sisanya dalam pemikiran kita, tak bisa diabaikan. Marxisme tidak sekedar membayang dalam tulisan-tulisan Bung Karno sebelum kemerdekaan, ia pernah dicoba--setidaknya sebagian unsurnya, mungkin juga sebersit semangatnya--dengan mempraktekkan "sosialisme Indonesia" dan "ekonomi terpimpin." Ia pernah menjadi inti dari pemikiran Partai Sosialis Indonesia dan Partai Komunis Indonesia, dan ia pernah menjadi bagian sentral dalam bahan-bahan yang diajarkan secara luas tentang "ideologi negara" di tahun 1960-an (yang disebut "Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi"). Di akhir tahun 1960-an paham ini dilarang--dan pada gilirannya paham yang dilarang itu memikat banyak anak muda dan cendekiawan Indonesia secara diam-diam, hingga sekarang, sebagai sejenis pernyataan pembangkangan, apalagi di sebuah masyarakat yang mulai mengalami secara nyata gerak kapitalisme, dan masih punya masalah distribusi pendapatan yang menajam. <br />
<br />
Tapi ini 1993. Bukan maksud saya untuk berbicara tentang "akhir sejarah" di sini, tetapi nampak suatu kecenderungan yang jelas, terutama di dekat kita: setelah Marxisme tersingkir dan ditinggalkan, yang menggantikan (di Rusia, di Cina dan agaknya boleh dikatakan pula di Indonesia) ialah sejenis sikap pragmatik, kerja yang tak mengedepankan persoalan benar atau tidak menurut suatu doktrin atau asas, baik atau tidak menurut satu ajaran; kriteria legitimasinya hampir sepenuhnya dikaitkan dengan hasil atau performativitas. Dalam pelbagai variasinya sebenarnya yang terjadi sekarang ialah semacam pemborjuisan (embourgoisement) dunia: sebuah proses yang menampakkan ciri-ciri modernitas yang dikenal dalam buku-buku sejarah ketika borjuasi Eropa mengambil peran dan mengubah permukaan bumi "sesuai dengan citranya", untuk meminjam kata-kata Marx. Dengan kata lain, menjadi semakin berperannya rasionalitas, dalam arti kebebasan dari ilusi dan takhayul, dan meluasnya desakralisasi lingkungan sosial dan alam, juga bangkitnya etos tentang obyektifitas ilmiah. <br />
<b><br />
<br />
Habisnya Subyek yang Otonom </b><br />
<br />
Tapi tentu tidak semuanya memikat, membebaskan: rasionalitas yang mencuat dalam proses seperti itu terutama ialah apa yang disebut Weber sebagai Zweckrationalitat, "akal yang instrumental", jenis rasionalitas yang berlaku tatkala kita memilih cara yang paling efisien ke arah tujuan yang sudah ditentukan lebih dulu. Rasionalitas dalam arti inilah yang didapatkan dalam peningkatan efisiensi ekonomis dan administratif. Rasionalitas juga bisa mencakup wilayah yang lebih luas: berlakunya tatanan yang koheren dan sistematis di atas hiruk-pikuk dan centang-perenangnya pelbagai ragam keyakinan, motif, situasi dan pengalaman. Dengan rasionalitas ini, berlakulah hukum yang formal, berlakulah aturan yang dikenakan untuk siapa saja dan kapan saja. Dengan rasionalitas ini, berlakulah hukum yang formal, berlakulah aturan yang dikenakan untuk siapa saja dan kapan saja. Dengan rasionalisasi itu pula lahir birokrasi modern, lahir pula ide-ide dan kemampuan untuk kontrol dan perencanaan. Juga: penertiban atas impuls-impuls individu, atas imajinasi dan kehidupan simbolik yang terkadang membuncah ke mana-mana bagaikan semak belukar. <br />
<br />
Sering kita, yang ingat akan keinginan S. Takdir Alisjahbana dalam Polemik kebudayaan berkenaan dengan pilihan Indonesia di masa depan, mendapat kesan bahwa Weber mengisyaratkan modernitas sebagai pembuka jalan ke sebuah dunia yang lebih lapang: tidak lagi terbuai oleh dongeng, dogma (lama) dan lindungan kolektifitas dan rahim alam; Weber nampak tetap sebagai seorang pemikir dalam kancah Aufklärung, yang menganggap bahwa lepasnya manusia dari buaian--the disenchantment of the world--memberi manusia kesempatan untuk mengisi dunia yang dikosongkan dari makna dan nilai lama. Di hadapan gerbang yang terbuka itu, suatu proses "pencerahan" pun berlangsung, suatu struktur kognitif yang baru muncul, yang mendasari lahirnya ilmu modern, rasionalisasi hukum, yang melepaskan "legalitas" dari "moralitas", disertai pembebasan seni dari konteks agama sehingga memperoleh kesadarannya untuk berkembang mandiri, tidak lagi menjadi kriya yang melayani fungsi praktis. Namun pada dasarnya Weber seorang pesimis: baginya, dalam proses rasionalisasi, ideal tentang individu yang otonom--setelah dilanda oleh formalisasi, instrumentalisasi, dan birokratisasi--menjadi sesuatu yang salah waktu. <br />
<br />
Pesimisme, atau kesangsian, atau pertahanan, terhadap proses rasionalisasi itu bukan cuma milik Weber, tentu. Di Barat sejumlah pemikir dan penyair berkali-kali memperdengarkan duka dan kecewanya ketika, dalam kata-kata Walter Benjamin, "berbicara tentang kemajuan, kepada dunia yang tenggelam ke dalam ketegaran kematian." Di Indonesia sendiri kita telah mendengar kecemasan seperti itu sejak dasawarsa awal abad ke-20, dalam pemikiran Sanusi Pane, misalnya, dalam menghadapi gerak modernisasi Alisjahbana. Kini pun gugatan terhadap "proyek modernitas" itu nampak lagi, dengan hasrat akan kepastian baru (misalnya dalam gerakan "fundamentalisme" agama) setelah krisis normativitas terjadi. Reaksi lain bisa berupa semangat irasionalisme, penampikan kepada konseptualisasi pengalaman, ekspresi yang hanya menggunakan mitos lama atau pun baru. Atau sejenis "fondasionalisme": kecenderungan mengintegrasikan kembali, dengan memberikan satu fondasi simbolik, diferensiasi dan keterpisah-pisahan yang lazim terjadi ketika masyarakat bergerak ke arah modern; dalam ikhtiar ini terjadilah penyusunan sebuah "ideologi" umpamanya, seperti yang di Indonesia kini terjadi dengan Pancasila. Reaksi lain terhadap "proyek modernitas" lebih gampangan: kita mendengar, dengan pelbagai versinya, suara pertahanan (atau perlawanan) terhadap "Barat." <br />
<br />
Tentu saja "Barat" adalah sebuah kata yang tak jelas artinya. Tetapi memang dari sejarah Eropa kita dapat menyimak, bahwa ada problem-problem yang timbul ketika Zweckrationalitat itulah yang menang--dalam arti memenangkan dan dimenangkan--dalam proses ketika dunia modern masuk. <br />
<br />
Secara agak menyederhanakan bisa dikatakan bahwa "akal yang instrumental" ini, seperti dirumuskan oleh Habermas dalam Teori Aksi Komunikatif, ada hubungannya dengan "paradigma filsafat kesadaran", ada hubungannya dengan konsepsi "subyektifitas" yang tidak dialogis, yang merupakan inti dalam pemikiran Barat sejak Descartes: dunia yang dihadirkan kepada sang subyek adalah sebuah jalan ke arah tujuan yang dikehendaki sang subyek. Nalar, dengan demikian, bertumbuh dalam kerangka hubungan cara-dan-tujuan, yang dibentuk oleh dorongan sang subyek untuk menguasai sebuah lingkungan yang pada hakikatnya asing dan ada di luar dirinya. Pemikiran berarti juga comprendre atau begriefen, menangkap, merengkuh, menguasai, "menjinakkan." <br />
<br />
Sinyalemen tentang hal itu tentu saja bukan hanya oleh Habermas dan juga bukan hal yang baru. Dalam abad ini kita pernah mendengarnya dari Heidegger dan kemudian, sejak beberapa dasawarsa terakhir, dari para pemikir yang digolongkan ke dalam kalangan "post-strukturalis"--dan bahkan juga dari pemikir Marxis, khususnya dari dua orang wakil terkemuka Mazhab Frankfurt, Adorno dan Horkheimer. Kata "bahkan" barusan tadi harus saya tambahkan, karena sementara Marxisme adalah sebuah kritik yang utama terhadap arus modernitas yang nampak di Eropa semenjak dua abad yang lalu, ia pada umumnya tidak merupakan suara yang masgul, ala Weber, dalam memandang berjalannya "proyek modernitas" semenjak Pencerahan. Bahkan meskipun sekarang bisa diduga banyak suara kaum Marxis, atau Marxisan akan mengecam pemburjuisan dunia, pandangan Marx sendiri (ketika ia di tahun 1853 berbicara tentang akibat pemerintahan kolonial di India) ada yang menunjukkan kecenderungannya untuk melihat penetrasi kapitalisme, yang dibawa kolonialis Eropa ke dalam "modus produksi Asiatik", mempunyai peran yang progresif--karena mengubah cara produksi dan memperkenalkan teknologi. <br />
<br />
Kenapa? Pada hemat saya hal ini akan menjadi lebih jelas apabila kita mengikuti pertentangan yang belum juga habis, hingga kini, antara para pemikir Marxis dan pelbagai jenis pernyataan pemikiran "postmodern." Berbicara di tahun 1993, rasanya tidak banyak manfaatnya (dan lagipula tak cukup waktu) kita mengulang semua segi polemik yang tersohor itu. Tetapi ada satu hal yang saya kira layak ditelaah, terutama dalam perspektif kita yang sekarang hidup di Indonesia: setelah Marxisme, setelah mendengar begitu banyak argumen tentang "akhir ideologi" dan cetusan pemikiran "postmodernisme", proyek emansipasi apa lagi yang bisa dihadirkan di sebuah dunia yang masih menyaksikan pengisapan, kesewenang-wenangan, ketidakbebasan? Dengan kata lain, bisakah kita kini berbicara tentang memperbaiki atau "membentuk kembali hidup" seraya tetap merasakan "nafas" dan "jantung" hidup itu, seraya tetap menyadari bahwa hidup "jauh dari jangkauan teoriku dan teorimu yang tak becus"--sebagaimana dikatakan tokoh Yuri Zhivago, novel Pasternak itu? <br />
<br />
Kita tahu apa yang terjadi pada Marxisme, salah satu dari teori yang oleh Zhivago dianggap "tak becus" itu. <br />
<br />
Yang terjadi pada Marxisme adalah kegagalannya untuk mengatasi paradoks modernitas seperti yang dikemukakan Weber: bahwa "rasionalisasi" atau maraknya rasionalitas dalam kehidupan, yang dalam pandangan Pencerahan dilihat sebagai "kemajuan", pada saat yang sama juga melahirkan apa yang oleh Marx disebut sebagai "reifikasi" (Verdinglichung), satu kasus alienasi, yang represif dan mengasingkan manusia. <br />
<br />
Marxisme juga adalah sebuah ekspresi the disenchantment of the world, dan padanya ada niat emansipasi manusia yang dahsyat. Paham ini punya optimisme di kepalanya. Bagi Marx, kita tahu, sebuah masyarakat tak berkelas akan lahir setelah kapitalisme runtuh dan manusia terbebas dari keadaan ketika milik, hubungan dan tindakan manusia berubah menjadi milik, hubungan dan tindakan dari hal-hal yang dihasilkan manusia yang menjadi mandiri dari manusia, bahkan mengatur hidup manusia. Dengan kata lain, pembebasan dari reifikasi. Gambaran tentang reifikasi ini kemudian dikembangkan oleh Lukács dalam Sejarah dan Kesadaran Kelas: ia menganggapnya sebagai suatu keterasingan yang meluas terjadi dalam masyarakat kapitalis dan ekonomi pasar yang maju. <br />
<br />
Hal yang sama juga dikemukakan oleh dua pemikir Marxis dari Mazhab Frankfurt, Adorno dan Horkheimer, meskipun dalam menulis Dialektika Pencerahan, Adorno dan Horkheimer tampil dengan kesimpulan dan argumentasi yang berbeda secara mendasar. Mereka, seraya merevisi Marx, melihat bahwa logika modernisasi kapitalisme itu dalam dirinya sendiri tidaklah akan menuju ke arah keruntuhan atau Verelendung, melainkan (seperti dikatakan Weber) munculnya sebuah sistem rasionalitas instrumental dan administratif yang tertutup. Jalan ke luar dari sana, seperti tampak dalam pemikiran Adorno--dan dalam hal ini ia mencoba membawakan optimisme Marxis--ialah melepas-bebaskan potensi dalam peradaban manusia yang selama itu tersembunyi, dengan cara mengubah masyarakat, yang bagi Adorno berarti menyusupkan rasionalitas instrumental di bawah rasionalitas estetik, dan dengan demikian membuat yang estetik sebagai sebuah paradigma dari proses berpikir. Ide tentang "nalar" yang benar, yang tidak menyempitkan manusia, yang "emfatik", bagi Adorno, sebenarnya bukan sekedar khayal. <br />
<br />
Tapi bila Marx dan kemudian Lukács melihat kemenangan "akal instrumental" sebagai konsekuensi dari paduan pelbagai keadaan yang terkait dengan suatu tahap sejarah, Adorno dan Horkheimer mencopot konsep reifikasi dari konteks sejarah yang spesifik. Adorno dan Horkheimer melihat masalah "akal instrumental" sebagai sesuatu yang melintasi sejarah. Mereka, dalam kata-kata Habermas, "menghunjamkan mekanisme yang membuahkan reifikasi kesadaran ke dalam dasar antropologis dari sejarah makhluk hidup", yakni ke dalam kenyataan bahwa ada kebutuhan atau keharusan makhluk hidup itu untuk mereproduksikan diri melalui alam. Ini menumbuhkan suatu tendensi yang tak terkait dengan waktu dan tempat, tendensi untuk mendominasi manusia dan alam, yang menemukan kulminasinya pada saat kapitalisme mencapai taraf lanjut. Bisa dikatakan, bahwa para penulis Dialektika Pencerahan, terutama bagi Adorno, kodrat berpikir yang melahirkan konsep (Begriff)-lah yang merupakan akar dari suatu proses rasionalisasi yang mau tak mau akan berakhir dengan berkuasanya Zweckrationalitat, terbangunnya suatu sistem penguasaan yang sepenuhnya dirasionilkan, dan dihabisinya subyek yang otonom. <br />
<br />
Tapi bagaimana Marxisme bisa membebaskan manusia dari hal itu? Adorno dan Horkheimer menawarkan sebuah transformasi masyarakat, sebuah revolusi yang melahirkan terbebasnya "nalar" yang benar, yang "emfatik", dalam kehidupan. Saya sendiri belum paham bagaimana itu akan terjadi; kita telah cukup mendengar tentang gagalnya utopia Marxisme lama, dan kita pun layak ragu akan utopia Marxisme baru itu. Adorno dan Horkheimer, seperti juga Marcuse, dengan Mazhab Frankfurt mereka, muncul di akhir 1920-an, setelah kekecewaan atas revolusi komunis di Jerman di tahun 1920-21: revolusi itu gagal, walaupun Jerman adalah sebuah masyarakat industri. Maka mereka pun mencoba mengatasi kemacetan Marxisme. Tapi saya ingat akan apa yang dikatakan Sartre dalam Kritik Tentang Nalar Dialektik tentang kemacetan itu: justru karena Marxisme ingin mengubah dunia, terjadilah keretakan di dalam dirinya, perpisahan antara teori dan praktek. Marxisme, sebuah tafsir filosofis tentang manusia dan sejarah, mau tak mau harus mencerminkan suatu komitmen yang teguh kepada perencanaan. Hasilnya, menurut Sartre, adalah "kekerasan idealistik atas fakta-fakta yang ada." "Bertahun-tahun", kata Sartre pula, "intelektual Marxis yakin bahwa ia sedang mengabdi Partai dengan cara mendistorsikan pengalaman, dengan mengabaikan detail yang membuat rikuh, dengan sangat menyederhanakan data dan di atas semuanya, dengan mengkonseptualisasikan suatu kejadian bahkan sebelum ia mempelajarinya." <br />
<br />
Dengan kata lain, Marxisme akhirnya adalah suatu afirmasi bagi akal instrumental, dan pada gilirannya, cenderung mencurahkan segala-galanya dengan menggunakan mekanisme itu--karena atas nama Revolusi, yang mutlak, hal itu adalah niscaya. Revolusi memang memerlukan pemutlakan diri, menyedot semua yang ada di bawah dan di sekitarnya, tapi di situlah justru cacatnya. Seperti dikatakan Marleau-Ponty sekitar 40 tahun yang lalu dalam Advontur Dialektik, sifat yang khas ada pada revolusi ialah "meyakini bahwa dirinya mutlak, dan justru karena keyakinan itu ia menjadi tidak mutlak." Kontradiksi yang inheren seperti itulah yang kemudian menyebabkan Marxisme melahirkan sejenis proses reifikasi ketika ia berkembang sebagai ideologi dan sebagai bagian penting dari sistem kekuasaan. Vaclav Havel, dari pengalaman Cekoslowakia, sesungguhnya menggambarkan keadaan itu ketika ia berkata, bahwa topeng ideologi "menawarkan kepada manusia ilusi tentang identitas dan moralitas, sementara membuat mereka lebih gampang melepaskan diri dari hal-hal itu." <br />
<br />
<b>Dari Idealisasi ke Idolisasi </b><br />
<br />
Terutama dilihat dari pandangan seorang yang hidup di "Dunia Ketiga", akar dari semua itu adalah "idealisasi" proletariat, ketika proletariat semakin surut, bahkan mungkin terabaikan, sebagai--untuk memakai istilah Saussurian yang terkenal--referent. Ini boleh dikatakan dimulai ketika Marxisme meletakkan proletariat dalam posisi universal. Bagi Marx, proletariat adalah, sebagaimana dinyatakannya dalam Sumbangan Bagi Kritik Filsafat Hak dari Hegel (1844), "sebuah kelas yang menghapuskan semua kelas, suatu lapisan masyarakat yang mempunyai watak universal karena penderitaannya adalah universal." Tapi tidak amat mudah menelusuri argumen penguniversalan kelas proletariat ini. Dalam tulisan-tulisan Marx kemudian, setelah Ideologi Jerman (ditulis 1845-46) dan Manifesto Komunis, (1848). Penjelasan Marx ialah bahwa revolusi proletar tak akan merupakan kerja sebuah minoritas, dan karena kaum buruh tak punya apa-apa "selain rantai yang membelenggunya", maka bila mereka berkuasa mereka tak akan melahirkan kelas tertindas yang baru. <br />
<br />
Tapi posisi pamungkas dan universal dari proletariat ini menjadi problematis, semenjak akhir abad yang lalu. Di akhir abad ke-19, tokoh sosialis Jerman Eduard Bernstein tak lagi melihat kemungkinan kelas pekerja untuk menjadi kelas yang mengakhiri sejarah. Verelendung kapitalisme ternyata tak kunjung terjadi, atau dalam kata-kata Bernstein "petani tak tenggelam, kelas menengah tak menghilang, krisis tak berkembang terus menjadi lebih besar." Bernstein tak lagi melihat akan terjadinya revolusi proletariat yang sungguh-sungguh. Dalam paruh kedua abad ke-20 bahkan para pemikir Marxis yang termasuk mazhab Frankfurt mulai meletakkan harapan perubahan sosial bukan lagi oleh proletariat, dan ketika terjadi gelombang protes mahasiswa di Prancis dan Jerman akhir 1960-an, posisi universal proletariat bahkan tak disebut-sebut lagi. <br />
<br />
Di kubu lain yang berlawanan dengan pandangan Bernstein, Lenin menampilkan argumen yang pada akhirnya merupakan transformasi pengertian "kelas pekerja"--juga ketika prospek "revolusi kelas pekerja" tidak segera nampak di depan mata. Lenin berangkat dari kehendak untuk mengadakan revolusi di Rusia, sebuah masyarakat yang belum cukup banyak proletariatnya. Dalam argumen Lenin, Rusia memerlukan "dua tahap revolusi"--dan argumen inilah yang jadi pedoman pokok teori kaum komunis di "Dunia Ketiga", termasuk di Indonesia. Menurut Lenin, seperti dinyatakannya dalam Dua Taktik Sosial Demokrasi (ditulis di Jenewa 1905), dalam masyarakat seperti Rusia, yang lebih ditanggungkan oleh kelas pekerja bukanlah kapitalisme, melainkan lebih berupa "perkembangan kapitalisme yang tak memadai." Sebab itu di Rusia harus berlangsung lebih dulu tahap revolusi "borjuis" yang "demokratis"--untuk kemudian disusul tahap "proletariat" yang "sosialistis". <br />
<br />
Dalam tahap pertama, yang harus dihancurkan ialah "semua sisa-sisa tatanan lama yang menghalangi perkembangan kapitalisme yang luas, bebas dan cepat." Dalam masa itu kelas buruh bersatu dengan kelas borjuis, tetapi "kelas proletar" tidak boleh "membiarkan kepemimpinan revolusi di tangan kaum borjuis." Dalam hal ini Lenin tidak cukup menjelaskan, bagaimana kelas buruh, yang merupakan minoritas, dapat mengasumsikan diri sebagai yang berhak memimpin revolusi yang sifatnya demokratis. Pada hemat saya, di sinilah mulai jelas kelihatan apa yang terjadi dengan pengertian "proletariat": ia telah mengalami sebuah "idealisasi". <br />
<br />
Tulisan Lenin Apa Yang Harus dilakukan (1901) memang telah menunjukkan bahwa pengalaman "proletariat" akhirnya digantikan dengan "kesadaran kelas proletariat." Peran teori menjadi sentral. "Tanpa teori revolusioner tak akan ada gerakan revolusioner", demikian kata-kata Lenin yang termashur. Dan sebagai konsekuensinya, para perumus teori--kaum intelektual--menjadi menentukan. "Tak bakal ada kesadaran sosial-demokratis di antara para pekerja. Kesadaran itu harus dibawa ke mereka dari luar", kata Lenin, seperti halnya Kautsky. Bersamaan dengan itu, organisasi revolusi "harus terdiri terutama dan pertama-tama oleh orang-orang yang menganggap kegiatan revolusioner sebagai profesi mereka." Pada akhirnya kita tahu, "proletariat" sebagai suatu realitas yang kongkrit telah digantikan oleh sebuah konsep. <br />
<br />
"Idealisasi" ini pada gilirannya berkembang menjadi "idolisasi", atau pemberhalaan proletariat, satu hal yang menyebabkan bahkan dalam analisa Mao Zhedong tentang masyarakat Cina dan revolusi Cina--sebuah pegangan pokok bagi program umum Partai Komunis Cina--tetap menyebut kemestian adanya "kepemimpinan proletariat" dalam kedua tahap revolusi itu. <br />
<br />
"Idealisasi" dan "idolisasi" proletariat juga nampak dalam sebuah tulisan Bung Karno dalam Di Bawah Bendera Revolusi, tentang "Marhaen dan Proletar": Bung Karno juga menyebutkan kemestian kepemimpinan "kelas proletar" dalam revolusi yang dua tahap. Hal yang sama juga terlihat dalam pemikiran kaum perumus theologi pembebasan di Amerika Latin, seperti tercantum dalam kesimpulan Konvensi Christians for Socialism di Santiago (Chile) 1972, yang menganggap--di kancah sebuah masyarakat yang pada umumnya pra-industrial--proletariat sebagai "wakil tunggal" rakyat yang tertindas. <br />
<br />
Dalam hal itu kiranya apa yang dikatakan Lyotard bisa dimengerti, dalam suatu perdebatan di London di tahun 1985: "Tak seorang pun yang pernah melihat proletariat." Dalam argumentasi Lyotard, "persoalan tentang proletariat adalah persoalan mengetahui apakah kata ini harus dipahami dalam artian dialektika Hegelian seraya berharap menemukan sesuatu dalam pengalaman yang cocok dengan konsep itu ataukah istilah 'proletariat' merupakan nama sebuah Ide tentang Nalar (an Idea of Reason), nama dari suatu subyek yang harus dibebaskan?" Jika yang dimaksud dengan "proletariat" adalah yang terakhir, kata Lyotard, kita harus melepaskan pretensi bahwa kita dapat "menghadirkan sesuatu dalam pengalaman yang sesuai dengan istilah itu." <br />
<br />
Di sini agaknya kita memasuki suatu masalah epistemologis yang pada akhirnya akan berkait dengan agenda emansipasi, dengan keinginan untuk "membentuk kembali hidup"--untuk memakai kata-kata Yuri Zhivago. Salah satu bagian dari reaksi terhadap Lyotard dalam buku Christopher Norris terbaru, The Truth about Postmodernism (1993) menyatakan, bahwa problem kita di sekitar poststrukturalisme ialah karena ia menampik penting dan relevannya deskripsi yang bersifat kategorial. Poststrukturalisme, dalam kata-kata Norris, "berusaha memblok acuan ke setiap pengetahuan dan pengalaman dunia-nyata." Padahal orang berbicara dengan menggunakan pengertian "kelas", misalnya, lantaran ia bertolak dari dasar "ethiko-politikal" dan "kognitif", dalam usaha "mencatat penderitaan dan kesia-siaan manusia yang terjadi karena pelbagai tindakan diskriminatif." <br />
<br />
<br />
<b>Jamak, Bergerak, Tak Hirarkis </b><br />
<br />
Persoalannya kemudian: bagaimana kita memandang dan berbicara tentang liyan (terjemahan sementara, dengan bahasa Jawa, atas "the Other" atau "Sang Lain"--person lain, diri kita sendiri sebagai bahan renungan, dan alam di luar). Di satu pihak kita tak mudah membebaskan diri dari rasionalitas yang membuahkan konsep, bahkan kita memerlukannya. Di lain pihak kita telah menyaksikan terjadinya "idealisasi" atas suatu konsep, dan seperti umumnya pemberhalaan, yang terjadi adalah alienasi. Kita telah menyaksikan identifikasi konsep dengan obyek atau bendanya, bahkan pengutamaan konsep di atas obyek atau bendanya, yang menimbulkan "pengorbanan yang pahit atas keanekaragaman kualitatif dari pengalaman." <br />
<br />
Kata-kata yang terakhir itu saya pinjam dari Adorno, yang, seperti telah kita ketahui, melihat sebagai salah satu akar dari proses rasionalisasi--yang akhirnya mengunggulkan "akal instrumental"--adalah diutamakannya konsep (Begriff) atas obyek-obyek yang sangat beragam. Konsep pula yang mengatur--untuk meminjam kata-kata Fredric Jameson dalam pembahasannya tentang penulis Dialektika Pencerahan dan Dialektika Negatif itu--"the 'blooming, buzzing confusion' of the natural state into so many abstract girds." Bahwa di situ implisit terdapat gugatan terhadap dominasi (yang terjadi karena akal yang instrumental), bahwa di situ juga tersirat kerinduan akan keanekaragaman, gerak, pluralitas, dengan kata lain kerinduan kepada dunia kehidupan yang kongkrit, nampaknya jelas. Tidak mengherankan bila Fredric Jameson menyebut bahwa pandangan seperti itulah yang menyebabkan dikaitkannya Adorno dengan "postmodernisme". Tidak seluruhnya benar, tapi dalam arti tertentu, ini dapat diartikan pula bahwa kehendak untuk melintasi, atau terlepas, dari sifat represif dan palsu dari konseptualisasi merupakan keprihatinan yang luas. <br />
<br />
Tapi bagaimana? Bagaimana kita bisa "membentuk kembali hidup" sementara menerima hidup sebagai Yuri Zhivago menerimanya, yakni bukan sebagai "bahan", bukan sebagai "zat yang harus dibentuk", melainkan sebagai "prinsip pembaharuan-diri, yang terus-menerus memperbaharui dan membuat dan berubah dan mengubah diri"? <br />
<br />
Pandangan Zhivago tentang hidup tentu saja sebuah pandangan Herakleitan. Pengertian Herakleitan saya pinjam dari Page duBois (sebagaimana dikutip dalam The Truth about Postmodernism): pandangan yang "merayakan alir, waktu, perbedaan." Bagi Herakleitus--filosof sebelum masa Sokrates yang di awal abad ke-20 menitis dalam Henri Bergson, dan kini seakan-akan menjelma kembali dalam pelbagai pemikiran "postmodernis", terutama, kalau tak salah, pada Deleuze--kebenaran adalah "proses dan menjadi, diperoleh melalui observasi, dan bukannya suatu kebenaran abadi yang tetap, sakti dan suci dan tak dapat diungkit-ungkit." <br />
<br />
Nampak bahwa setidaknya ada dua masalah yang muncul dari cerita tentang kebenaran yang seperti itu. Yang pertama ialah bagaimana kita, seraya hendak melakukan tindakan, atas dasar yang kita anggap benar waktu itu, dapat terus menerus hanya merayakan kebenaran sebagai "proses" dan "menjadi", tanpa berhenti sejenak dan merumuskan apa yang berproses dan apa yang menjadi itu. Dengan kata lain, bagaimana kita mungkin untuk tidak mengidentifikasikan hal-hal--terutama ketika bukan saja hendak "mencatat penderitaan dan kesia-siaan manusia", melainkan juga untuk menyusun suatu agenda pembebasannya. Sebab inilah yang sering ditembakkan kepada kaum "postmodernis", terutama pada Derrida, yang oleh seorang pengritik Marxis disebut sebagai pembawa "filsafat bahasa yang secara radikal antirealis, yang tak memberi kita kemungkinan untuk mengetahui realitas di luar wacana" dan sebab itu tak mempersoalkan "hubungan antara bentuk-bentuk wacana dan praktek sosial." Bisakah dengan filsafat seperti itu kita punya dasar untuk bersikap, dan berbuat, dalam tataran etik dan politik--suatu hal yang umumnya dianggap esensial dalam pembebasan? Bisakah kita selalu mengatakan, "kebisuan mereka adalah adil", seperti tulis Derrida tentang mereka yang tertindas oleh apartheid? <br />
<br />
Mengaitkan proses "merumuskan" atau "mengetahui" dengan "menguasai", kita tahu, memang salah satu ciri dari sikap "postmodernis." Tidak mengherankan bila mereka acapkali menoleh kembali kepada Heidegger, yang--dengan tinjauan yang kritis dan muram tentang modernitas--membedakan antara pengertian Gestell dan Gelassenheit. Dengan mencoba menyederhanakan pengertian yang rumit itu, bisa dikatakan di sini bahwa dalam hal yang pertama, sikap kita kepada "yang lain", atau sikap kita terhadap liyan, ialah menjangkau dan menangkap dan meletakkanya dalam posisi tertentu, membubuhkan cap, memperlakukannya sebagai bahan, suatu penghematan atas kehadiran liyan di hadapan kita--suatu sikap yang melahirkan perkembangan teknologi. Dalam hal Gelassenheit, yang bisa diartikan sebagai sikap melepas, membiarkan, sikap kita ialah membuka diri kepada liyan, yang hadir sebagaimana adanya dalam kekhususannya, bersama kita yang terbatas. Mungkin kita bisa menggunakan kata Jawa sikap sumeleh di sini--yang berarti, kurang-lebih, meletakkan diri dalam posisi tidak bersikeras, karena kita pada akhirnya toh fana, terbatas: suatu orientasi yang memungkinkan kehadiran liyan dalam jamak, bergerak, tak hierarkis. Seorang penafsir Heidegger, Rainer Schurmann, mengatakan bahwa mempraktekkan Gelassenheit ialah mempraktekkan politik "makhluk yang fana", bukan politik dari "hewan yang rasional." <br />
<br />
Tentu saja, ada yang memikat dalam alternatif berpolitik seperti itu. Schurmann mengemukakan suatu pilihan yang disebutnya "praksis anarkis". Bukan "anarkis" seperti dalam teori politik kaum anarkis, melainkan suatu "permainan" dari sesuatu yang mengalir, "tanpa stabilisasi", dan mungkin juga "dilaksanakan sampai ke suatu fluktuasi lembaga-lembaga yang tak henti-hentinya." Dan juga: tanpa teori, tanpa suatu dasar bersama, sebab semua itu bisa dianggap merampat-papankan, dan dengan demikian represif. Dengan praksis semacam itulah kita bisa berpolitik, menjalankan tindakan, tanpa menutup parameter pikiran kita agar beberapa dimensi kekhususan dan perbedaan dalam diri liyan, menjadi satu, menjadi homogen. <br />
<br />
<br />
<b><br />
Ontologi Ketidaksepakatan </b><br />
<br />
Dari sikap seperti ini yang mungkin lahir ialah bentuk-bentuk gerakan atau sistem demokrasi yang "radikal" tetapi kecil--"radikal" dalam arti kembali kepada akar demokrasi itu sendiri, yakni sikap yang merayakan keanekaragaman, kekhususan, kebersamaan yang tanpa hierarki. Namun, ada satu soal: bagaimana dalam kancah itu orang saling melahirkan dan mempertahankan prosedur yang bisa diterima bersama untuk membuat politik tetap terbuka--ataukah itu juga tidak diperlukan? Seperti yang dikemukakan oleh Hayden White dalam Political Theory and Postmodernism, para pemikir "postmodernis" tidak bisa menjadikan ini tema mereka. Mereka mengemukakan hanya dua cara berpikir: atau modus yang terjerat dalam Gestell, atau modus yang tak punya target, tujuan atau "kenapa"--pendek kata, tak punya suatu konsensus bahkan tentang alasan diri sendiri untuk berada bersama. <br />
<br />
Dari sinilah kita memasuki persoalan kedua: persoalan yang lahir dari apa yang oleh seorang komentator Foucault disebut sebagai an ontology of discord, suatu ontologi "ketidaksepakatan." Menghadapi perabotan kognitif yang memperkenalkan kesatuan, konsensus dan ketertib-rapian, mereka, terutama Foucault, menuding bagaimana dengan perabotan kognitif yang seperti itu, liyan pun digusur, dipinggirkan, secara paksa diseragamkan, dan didevaluasi. Menghadapi itu, yang harus dilakukan ialah membangkitkan pengalaman tentang ketidaksepakatan dan ketidakcocokan, antara konstruksi sosial tentang diri, kebenaran dan rasionalitas dan apa yang tidak pas masuk ke dalam wadah yang disediakan itu. Dengan kata lain, suara sumbang diberi kesempatan untuk tampil. Maka Foucault pun berbicara untuk "mengaktifkan kembali pengetahuan-pengetahuan lokal". Itulah perlawanan terhadap "hierarki ilmiah pengetahuan", katanya. <br />
<br />
Dalam semangat yang kurang lebih sama, Lyotard menampik konsensus. Ia menampik setiap usaha untuk membangun satu meta-wacana. Ia mempraktekkan la paralogie, untuk mempertahankan kenyataan adanya keragaman "olah-basa" (les jeux de langage), Konsensus, seperti dikatakannya dalam risalahnya yang terkenal, Kondisi Postmodern, melakukan "kekerasan terhadap keragaman olah-basa." Bahkan Lyotard tidak bisa sesuai dengan tafsir liberalisme tentang keadilan, tafsir yang dipaparkan oleh John Rawls dalam A Theory of Justice-nya yang terkenal, misalnya. Dengan tinjauan yang mengikuti la paralogie, akan nampak ide keadilan dalam liberalisme masih tetap berkait dengan gagasan konsensus: keragaman disubordanisasikan di bawah seperangkat asas-asas universal. Agaknya bagi Lyotard, dan agaknya juga bagi Foucault, argumentasi untuk suatu "praksis anarkis" adalah yang paling tepat. <br />
<br />
Saya tidak bisa mengatakan, bagaimana hal itu beroperasi dalam kehidupan sehari-hari, untuk masa yang panjang; diagnosa dan terapi para pemikir "postmodernis" bagi saya sering terdengar seperti sejumlah hiperbol. Meskipun demikian, di sebuah masyarakat di mana sikap integralistik sangat kuat, dalam suatu masyarakat yang jalan menuju pertumbuhan ekonomi dengan imperatif kesatuan, harmoni, ketertib-rapian, aksentuasi yang diberikan oleh Foucault dan Lyotard untuk meramaikan heterogenitas dan "ontologi ketidaksepakatan" bukanlah sekedar versi yang lebih ramai, tapi boyak, dari liberalisme. Sikap Derrida yang selalu mempertanyakan, menunda, dan merenung dalam "filsafat keraguan ini", pandangannya yang cenderung untuk melihat demokrasi sebagai proses yang selalu diikhtiarkan, sebagai tugas dan tanggungjawab yang tak ada batasnya, la democratie a venir, dalam batas tertentu merupakan ekspresi oposisional terhadap represi yang terjadi ketika kepastian-kepastian kategoris tentang kebenaran menguasai ruang hidup kita. Singkatnya "postmodernisme" bisa merupakan ilham emansipasi tersendiri. <br />
<br />
Namun dengan demikian, ia tidak niscaya sesuatu yang "postmodern"--jika kita memang bermaksud menunjuk kepada satu periode, suatu era, yang bagi saya di Indonesia di tahun 1993, tidak jelas batasan-batasannya. Kalau tak salah Lyotard pernah mengatakan, bahwa "postmodernisme" lebih merupakan suatu sikap, dan mungkin itu lebih tepat. Meskipun, dari posisi seorang Indonesia di hari ini, saya kira kita lebih baik berbicara tentang "non-", atau "anti-", atau "postintegralisme" ketimbang "postmodernisme": dengan semangat yang tak jauh berbeda--yakni semangat mengakui dan merayakan integritas, kekhususan dan perbedaan orang lain, liya-lyaning liyan--tapi dengan sikap yang lebih peka kepada konteks, kepada apa yang kita sebut sebagai "sejarah." <br />
<br />
<br />
<br />
Catatan: <br />
<br />
1 Tentu saja Marxisme tidak berada di bawah satu atap. Pengertian "Marxisme" bisa berarti <br />
pemikiran Marx sendiri, tetapi juga bisa ide-ide yang dikembangkan oleh bermacam ragam <br />
pemikir yang menyebut diri "Marxis." Kita ingat bahwa di awal 1880-an Marx, yang berada di <br />
London, diserang oleh para pengikutnya di Paris, yang mengklaim bahwa paham merekalah yang <br />
benar-benar "sosialisme ilmiah" yang dibangun Marx. Syahdan Marx pun berkata, sebagaimana <br />
dikutip oleh Lafargue, bahwa "Jika ada hal yang pasti, itu adalah bahwa saya bukanlah Marxis." <br />
Dalam tulisan ini, saya menggabungkan semua arti "Marxisme" itu, dengan mencoba menunjukkan <br />
perkembangan dan perubahannya. <br />
2 Proses "idealisasi" itu juga masih nampak dalam teori Lukacs yang terkenal, dalam Sejarah dan <br />
Kesadaran Kelas (1923), yang menyebut bahwa "kesadaran kelas" itu terdiri dari "reaksi yang <br />
rasional dan tepat" yang "dikaitkan" ke sebuah posisi tertentu yang khas dalam proses produksi. <br />
Dengan kata lain, sebuah kelas yang secara empiris ada hanya dapat bertindak secara berhasil <br />
bila mengubah diri (dalam bahasa Hegelian) dari "kelas dalam dirinya" menjadi "kelas untuk <br />
dirinya." Marx sendiri memang, sejak awal, membedakan situasi obyektif sebuah kelas dan <br />
kesadaran subyektifnya. Tetapi perkembangan Marxisme kemudian menunjukkan proses <br />
"idealisasi" yang bukan saja menyatakan supremasi kesadaran (politik) kelas di atas pengalaman <br />
kelas, melainkan juga transformasi dari pengertian "ideologi." Ideologi, kita tahu, bagi Marx pada <br />
awalnya merupakan suatu cermin "terbalik" dari kenyataan sosial-historis--dengan kata lain, <br />
sesuatu yang negatif, sesuatu yang niscaya mendistorsikan kenyataan dengan menyembunyikan <br />
kontradiksi yang ada, seperti tinjauan Marx tentang agama, ketika ia membantah Feuerbach. Tapi <br />
dalam pelbagai pemikir Marxis kemudian (kecuali Adorno, barangkali) pengertian ideologi <br />
menjadi sesuatu yang tidak negatif, melainkan netral: totalitas bentuk-bentuk kesadaran yang <br />
mencerminkan suatu kelas sosial tertentu, sebuah pandangan yang jelas jadi pegangan Gramsci <br />
ketika ia berbicara tentang "hegemoni." Bahkan semenjak Lenin, terutama Mao, ideologi menjadi <br />
sama dengan teori atau pegangan bertindak: sesuatu yang menentukan, bukan lagi sesuatu yang <br />
ditentukan. <br />
3 Rex Mortimer, dalam Stubborn Survivors, mencoba menunjukkan bahwa pemikiran Mao <br />
berbeda dengan Marxisme Eropa: ia menganggap petani sebagai pemilik tekad revolusioner yang <br />
terbaik" untuk menciptakan "sebuah masyarakat sosialis yang sejati", dan bahwa "industrialisasi <br />
secara intrinsik bersifat eksploitatif, imperialistik dan mengkorupsi." Tetapi ia nampaknya <br />
mengabaikan apa yang dikatakan Mao sendiri, dan juga kenyataan bahwa Partai Komunis tetap <br />
berkuasa sebagai partai kelas pekerja, dan bahwa Mao pernah mencoba melampaui industrialisasi <br />
Inggris dengan gerakan "Loncatan Besar Ke Depan". <br />
<br />
<br />
Tulisan ini diambil dari Jurnal Kalam, edisi 1 - 1994.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8707257497816595839.post-42436967098115531712011-04-15T22:55:00.000-07:002011-04-15T22:52:11.925-07:00Globalisasi atau Imperialisme; James petras dan veltmeyer imperialisme abad 21<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhjhhBdXZJPZ77q8Nq09j2X6xN4mlpPQyhR_sEdQvueuTerVjwTtWXmPwELYKQoiRIVEbCMEm7FXAiDuYYxDpxpOINTx9JuivXV9_jrYvxHoxV0-fdQ3lgcXPruHJVDjd-t9MoDhw-VznE4/s1600/globalisasi.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhjhhBdXZJPZ77q8Nq09j2X6xN4mlpPQyhR_sEdQvueuTerVjwTtWXmPwELYKQoiRIVEbCMEm7FXAiDuYYxDpxpOINTx9JuivXV9_jrYvxHoxV0-fdQ3lgcXPruHJVDjd-t9MoDhw-VznE4/s1600/globalisasi.jpg" /></a></div>Globallisasi menempati titik sentral dalam berbagai intelekual dan politik yang menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang krusial tentang apa oleh banyak orang dipandang fundamental dan dinamis pada jaman kita ini. Globalisasi merupakan deskripsi dan sekaligus preskripsi dan dengan demikian Gloobalisasi merupakan penjelasan tetapi sayang merupakan penjelasan yang tak mewadahi yang sekarang mendominasi pemikiran, pengambilan keputusan dan praktik politik. Sebagai sebuah deskripsi, Globalisasi mengacu pada perluasan dan penguatan arus perdagangan modal dan teknologi serta informasi internasional dalam sebuah pasar global yang menyatu.<br />
<br />
Sebagai sebuah preskripsi globalisasi meliputi liberalisasi pasar global dan pasar nasional dengan asumsi bahwa arus perdagangan bebas, modal dan informasi akan menciptakan hasil yang terbaik bagi pertumbuhan dan perkembangan sentra kemakmuran manusia (UNDP,1992). Ketika digunakan baik untuk mendeskripsikan maupun mempreskripsikan istilah globalisasi ini biasanya dihadirkan dengan suatu nuansa keyakinan yang niscaya dan amat kuat yang mengingkari akar-akar ideologinya. Dari perspektif keniscayaan globallisasi masalahnya adalah bagaimana suatu negara atau kelompok negara tertentu dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam ekonomi dunia dan menempatkan dirinya dalam proses globalisasi dengan syarat-syarat yang peling menguntungkan. Griffin untuk satu-satunya hal percaya bahwa integrsasi dan penyesuasian semacam itu diperlukan dan dimungkinkan. Masalahnya menurutnya adalah bagaimana kekuatan-kekuatan yang mendororng proses globalisasi dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan-kebutuhan pembangunan kemanusiaan (Griffin dan khan,1992).<br />
<br />
Keniscayaan globalisasi merupakan sebuah isu-isu kritis tetapi isu yang lebih kritis lagi barangkali adalah wacana globalisasi yang dirancang untuk bersembunyi dan membuat bingung: bentuk imperialisme masa sekarang sebuah sistem kapitalis yang makin mendunia untuk mengatur produksi ekonomi dan masyarakat. <br />
<br />
Dinamika perubahan: kapitalisme dunia masa kini.<br />
Sebenarnya globalisasi merupakan sebuah pergeseran modal yang menentukan dan telah terjadi. Yang jadi pertanyaan adalah apakah globalisasi mengambarkan sebuah fenomena yang baru secara kualitatif atau sekedar fase yang lain dari proses ekspansi imperialis historis yang panjang. Jawaban apapun atas pertanyaa ini memungkinkan meng-identifikasi-kan dalam sebuah sejarah perkembangan kapitalis adanya serangkaian gelombang panjang yang dalam proses akumulasi modal dan restrukturisasi selanjutnya terhadap keseluruhan sistem kapitalis ini.ada beberapa kunci struktur sistem kapitalis <br />
<br />
1. konsentrasi dan sentralisasi modal yang berlangsung dalam dekade akhir abad 19 dalam konteks sistem krirsis sistematik pada akhir tahun 1970 yang mengakibatkan bergabungnya industri besar dan bentuk-bentuk pembiayaan modal tumbuhnya berbagai monopoli perusahaan pembagian teritorial dunia menjadi koloni-koloni, ekspor modal, dan perluasan pasar ke seluruh dunia berdasarkan pembagian kerja antar negara yang khusus memproduksi barang-barang manufaktur dan negara-negara yang berorientasi pada produksi komoditi dan bahan-bahan mentah.<br />
<br />
2. pengadopsian rezim Fordist atas akumulasi dan mode regulasi manghasilkan sebuah sistem produksi masal dan manejemen buruh secara ilmiah dalamkegiatan produksi dalam berbagai formasi dalam negara – bangsa.<br />
<br />
3. di bawah teklana serikat-serikat buruh dan partai kiri sejumlah reformasi ekonomi dan sosial yang diarahkan oleh negara telah menciptakan kondisi politik bagi keseimbangan modal-buruh berdasarkan poroduktifitas buruh redistribusi sosial pendapatan yang diperoleh dari pasar, dan legitimasi sebua negara kapitalisme dengasn program-program sosialnya. Dan jaminan penghapusasn pengangguran. Reformasi-reformasi yang dimulkai sejak pernag duniaII yang tidak diikuti dengan perjuanagan kelas reformasi ini yang kemudian merspon tuntutan yang dibuat oleh marx dalam bukunya Communist manifesto menghasilakn apa yang disebut Patel (1993) sebagai penjinakan kapitalisme “ .<br />
<br />
4. dalam konteks pembagian dunia menjadi timur-barat pasca perang dunia II yakni hegemoni Amerika Serikat dalam sistem perekonomian dunia,proses dekolonisasi dan kesepakatan bretten woods suntutk membentuk tatanan ekonomi dunia yang liberal menciptakan sebuuah kerangkan dalampertumbuhan keonomi dan perkembangan kapitalisme yang cepat secara terusmenerus selama dua ppuluh lima tahunzaman keemasan kapitalisme “ Marglin dan schor, 1990 “ dengan tatanan seperti ini banyak membut negara dunia ketiga yang membnetuk kelompok seperti kelompok 77 di PBB digiring menuju proses pembangunan yang menghasilkan apa yang oleh Patel (1992) yang disebut “ jaman keemasasn utara” yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi dan kemajuan dalam pembangunan sosial yang tinggi.<br />
<br />
5. negara dalam contoh dikonversi mejdai agen utama bagi pembangunan nasional yang mengimplementasikan model ekonomi yang bersendikan ekonomi naionalisme industrialisasi dan modernisasi proteksi terhadap industri domestik, perluasan serta penguatan pasar domestik untuk menyatukan kelas pekerja dan produsen langsung.<br />
<br />
Menjelang akhir tahun 60-an dasar-dasar sistem ini mulai nberantakan dalam konodi produksi yang stagnan produktifitas yang yang menurun serta konflik kelas yangmakin kuat melampaui upah yang tinggi keuntungan sosial yang besar dan kondisi-kondisi kerjia yang lebih baik.<br />
<br />
Dalam konteks ini muncullah dua aliran ekonomi politik satu menekankan pada inheren kapitalisme yang mengarah pada krisisdam kontradiksi sosial yang sevcara kronis mengacau seluruh wilyah kehidupan kapitalis satunya lagi menekankan dan memepokusskan pada berbagai bantuk dan tingkat respon terhadap krisis yang sistemik. Ada beberapa respon yang strategis unutk mengidentifikasikan hal ini :<br />
<ol><li>Beragam upaya pemerintah Amerika Serikat untuk mengganti tekanan-tekanan pasar dunia pada alat-alat produksi yang terefleksikan dalam merosotnya keseimbangan perdagangan dan hilangnya pangssa pasar yang menguntungkan perekonomian jerman dan jepang. Upaya ini termasuk menentukan nilai, dan kurs dolar.</li>
<li>Relokasi oleh perusahaan dan transnasional atas operasi padat karya milik mereka untukmencari buruh yang lebih murah.dalam proses ini muncullah pembagian kerja internasional yang baru yang ditandai dengan tumbuhnya sebuah sistem produksi global baru yang berdasarkan operasi perusahaan trannasional dan cabang-cabangnya.</li>
<li>Internasionalisasi modal dalam, bnetuk yang produktif (investasi untuk perluasan modal perdagangan dan produksi) dan bentuk-bentuk yang tidak produkt6if ataua spekulatif. Kekuatan penetu dibalik proses ini adalah kebijjakan libaralisasi dan deregulasi dalam roda pasar uang yang mengglobal dan menggelembung ini yang olh konferensi perdaganagan dan pembangunan PBB (UNCTAD,1994:83) didefinisikan sebagai “kurang visible tetapi jauh lebih kuat” dibanding aliran modal yang lain.</li>
<li>Pembentukan dan pertumbuihan sebuah sistem produksi integral berdasarkan pembagian kerja internasional yang baru, operasi-operasi global dan strategi-strategi perusahaan-perusahaan transnasioanl, kerangka yang mendukung dan teknologi-teknologi yang baru. Faktor ini secara dramatis telah memeperpenden dan menurunkan nilai/ biaya kamunikasi dan transpormasi modal dalamproses (UNCTAD,1994: 123). </li>
<li>Pengadopsian metode-metode produksi yang baru dan fleksibel berdasarkan rezim (model)akumulasi pasca-Fordist dan mode (atau struktur sosial) regu;lasi modal dan buruh. Metode ini dilandasi dengan apa yang disebut “ struktur sosial akumulasi” baru, sebuah strujtur yang mensyaratkan perubahan radikal dan relasi antara modal dan buruh</li>
<li>Pada tahun 80-an dan 90-an modal secara langsunng menyerang upah buruh kondisi dan kepentingannya serta kapasitasnya untuk mengatur dan menegosiasikan kontrak-kontran mereka. Serangan inimnegmbil beberapa bentuk yang mereflekdikan dalambukti nyata yakni kapasitas dan tingkaty pengaturan buruh yang tereduksi, pemampatan dan sebaran upah yang terpolarissasi turunnya upah sebagai bagiaan dari pendapatan nasional perubahan ayang tamapak meluas dalams truktur pasar buruh di seluruh duniadan kondisi kerja serta pengngguran yang terkait dengannya terbukti bahwa buruhtelah menimbulkan bagi proses restrukturisasi dan penyesuaian dalam konteks global bahwa UnCTAD memperkirakan 120 pekreeja kini secara reski menganggur an 700 jjuta lainnya benar-benar setengah mengnggur terpisah dari alat-akat produksi mereka dan menambah kesusahan yang oleh ILO disebut sektor tak terstrutur tau informal yang berjumlah lerbih dari 50%dari angkatan kerja di negara berkembang ( ILO: 1996,McMichael,1996).</li>
<li>Pembentukan tatanan dunia baru diwujudkan dengan mendirikan IMFd an Bank Dunia yang menentuka kerangka institusi bagi proses perkembangan kapitalisme dan perdagangan internasional yang bebas. Upaya pembentukan tatanan dunia baru dalam pengadopsianprogram penyesuain struktural di berbagai tempat mengarah suatu kerangka kebijakan baru yang mendukung rezim perdsagangan bebas global dan konstitusi perkonomianimperial baru.satu-satunya faktor yang terlewatkan ada;lah kesepakatan umum yang mengatur aliran bebas modal dan infestasi. Kerugian negara yang kurang maju akibat pertumbuhan pendapatan global berkat GATT dan akibat akses terhadap perdagangan buruh dan modal di antara mereka yang tidak adil-diperkiraikan oleh UNDP sebesar 500 juta dollar pertahun sepulkuh kali dari apa yang m,ereka terima setiap tahun dalam bentuk bantuan asing (1992:87).</li>
<li>Resatrukturiasasi negara kpitalis untuk menjalankan proyek imperial. Aglietta (1982) dan para reghulasionis p-erkonomian dunia diteorisasikan sebagai sebuah sistem formasi-formasi sosial kebangsaan yang saling menyilang yakni negara bangsa yang telah mampu melawan seperti apa yang dikatakan Petras (1985) sebgai “ tirani globalisasi”. Seperti Lipets (1987,:24-25) yang mengnut teori samna denganAglietta, katakan, “sebuah sistem tidak boleh dilihat sebgai struktur yang disengaja atau talkdir yangtidak bisa dielakkan karena koherensinya … merupakan dampak dari interaksi antara beberapa proses yang otonom dampak dari koomplementaris dan antagonisme yang stabil untuk Sementara waktu yang terdapat di berbagai rezim akumulais nasional.</li>
</ol><br />
<b>Keuntungan-keuntungan ekonomi dari Globalisasi dan Distribusi</b><br />
Ketidakadilan sosial dalam hal distribusi sumber-sumber ekonomi dan produksi dan pendapatan tyampak semakin besar di berbagai tempat. UNDP dalam laporan Human Development tahun 1992 menyeburjan bahwa sejak tahun 69-89 negara-negara terkaya memiliki 20% dari seluruh penduduk dunia menerima kenaikan hasil (pendapatan) global 70,2% manjadi 82,7%sedangkan pendapatan negara termiskin dengan 20% penduduk dunia turun dari 2.3%menjadi 1,4%. Dari bank dunia dan IMF mengakui bahwa sejumlah negara besar telah mengalami kemundudran dalam pembangunan mereka bahkan sampai pada tingkat pada tahun 1980-an. Dalam mhalini jelas negra telah mengalami gagal dalam merasakan pembangunan atau gagal dalam seperti bank dunia sebutkan sebagai “kecenderungan pada kemakmuran”.<br />
<br />
Bank dunia menuturkan bahwa dengan kebijjakan-kebijaksn ysng tepat gap pendapatan di atas dapat dihilangkan dan semakin banyak negara yang bisa mengikukti “kecenderungan pada kemakmuran”. Dengan sebuah teori yang yyang konversi manjadi sebuah doktrin ketidakadilan-ketidakadilan yang semakin tinggi pada umumnya dipandang sebagai admpak janbgka pendek yang tak terelakkan dari proses pertumbuhan yang diarahkan oleh pasar karena menibgkatnya tabungan nasional dan keccenderungan yang semakin besar untuk menginvesrtasikan tabungan ini. Logikanya adadlah bahwa syarat-syarat yang diperlukan untuk meningkatkan angka tabungan dan investasi tersebut mencakup bagian modal yang lebih besar dari pendapatan nasional dan oleh karenanya penurunan bagiuan pendapatan yang tersedia untuk konsumsi yakni uyang terrdistribusi dalm bentuk upah dan gaji. Dimensi politik dari ketidakadilan-ketidakadilan sosial global ini menjadi pengamatan dalam kebijakan yang korektif. Masalahnya adalah ketidakpuasan sosial yang disebabkan oleh ketidakadilan-ketidakadilan tersebut bisa dimobiisir menjadi gerakan oposisi dan resistensi yang mendorong proses penyesuaian yang berpotensi mendesstabilisasikan rejim-rejim politik yang membuat ketidakailan tersebut.<br />
<br />
Dalam hal ini ad pendap[at yanng cukup menarik yang dilontarkan oleh Griffin (1995) bahwa ketidakadilan pendapatan global telah mulai dalam tahun-tahun belakangan. Dalam pandangan ini tidaklah mmungkin bisa didelarsakan oeh pandangan Bienefeld dan para sarjana lalinnya bahwa Gap Utara-Selatan dalam hal kekayaan dan pendapatan semakin besar dan cepat dibawah kondisi penyesuaian stryktur dan Global?.walaupoun sebagaimana kata Bienefeld (1995), kebanyakan negara miskin tidak memiliki akses terhadap sumber-sumkber produksi yang bisa mengahasilkan pendapatan. Dan dengan tumbuhnya sektor informal dunia dan aktivitas atau bentuk pekerjaan berpendapatan rendah secara eksplosif serta penurunan upah nyata dan pendapatan secara tajam dinelahan dunia sebagian besar penduduk dunia menjadi lebih buruk saat ini dibanding tahun dulu. <br />
<br />
Dinamika proses emacam ini bisa terbentuk kekuatan sttruktur (atau bagaimana kekuatan tersebut tampak dimaqta banyak ekonom) tetapi kekuatan itu berhubungan dengan aksi yang dilakukan oleh organisasi dan perusahaan kapitalis demi kepentingannya sendiri. I9nilah maslahnya yang seloalu diabaikanb oleh para ekonom yang dilontarkan oeh perdana menteri malaysia dalam komemtarnya yang kritis tentanmng sistem ekonomi global yang menbiarkan “para pedagang itu mendapatkan keuntungan jutaan dolar dan samam sekali tidak membayar pajak untuk negara yang dimiskinkan oleh mereka” <br />
<br />
“pandangan Globalis” ytang mendiskripsikan pasar dunia tersusun dari perekonomian nasional yang integral dan interdependen ini seluruhnya dihancurkan oleh peristiwa yang mengarah pada dan mengikuti banngkrutnya pperekonomian Asia ketiak pinjaman pinjaman yang tidak sangup dibayar menyebabkan bangkrutnya bank-bank dasn perusahaan yang masif. Perusahaan trannasioanl Amerika Serikat dan eropa yang memebeli saham perusahaan besar Asia yang murah diabawah perintah pimpinan Amerika serikat dan eropa sebagai pembiayaan ulang memeprlihatkan sifat imperialnya dari hubungan antar negara dalam perekonomian dunia lebih jauh lagi. Akibat dari krisis yang terjadi diAsia dan Amerika L:atin diamna negara-negara penghutang selalu terkalahkan dan lembaga keuangan imperial menjadi pemenang bukan menggambarkan “integrasi” dan interdependensi tetapi lebih menggambarkan subordinasi dan imperialisme.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8707257497816595839.post-70514908842273342072011-04-15T22:43:00.000-07:002011-04-15T22:55:30.619-07:00Terminologi Filsafat<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXa6uUQo4gIweQzN2WstNFRYx5LmXUZuXWowboI3gTNYhnt666GOfDhp8Wp6NekNk-nVeF9aMGj0rDhQlAea0KzSbi5fC2H4kJXWaurjSNPrJn9_XF5sSbZCGHl8WE_hJ_3csIkSxJhors/s1600/filsafat-pendidikan.jpeg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXa6uUQo4gIweQzN2WstNFRYx5LmXUZuXWowboI3gTNYhnt666GOfDhp8Wp6NekNk-nVeF9aMGj0rDhQlAea0KzSbi5fC2H4kJXWaurjSNPrJn9_XF5sSbZCGHl8WE_hJ_3csIkSxJhors/s1600/filsafat-pendidikan.jpeg" /></a></div>Demikian kata Magnis, "Filsafat sebagai usaha tertib, metodis, yang dipertanggungjawabkan secara intelektual untuk melakukan apa yang sebetulnya diharapkan dari setiap orang yang tidak hanya mau membebek saja, yang tidak hanya mau menelan mentah-mentah apa yang sudah dikunyah sebelumnya oleh pihak-pihak lain. Yaitu untuk mengerti, memahami, mengartikan, menilai, mengkritik data-data dan fakta-fakta yang dihasilkan dalam pengalaman sehari-hari dan melalui ilmu-ilmu. Filsafat sebagai latihan untuk belajar mengambil sikap, mengukur bobot dari segala macam pandangan yang dari pelbagai penjuru ditawarkan kepada kita. Kalau kita disuruh membangun masyarakat, filsafat akan membuka implikasi suatu pembangunan yang misalnya hanya mementingkan kerohanian sebagai ideologi karena manusia itu memang bukan hanya rohani saja. Atau, kalau pembangunan hanya material dan hanya mengenai prasarana-prasarana fisik saja, filsafat akan bertanya sejauh mana pembangunan itu akan menambah harapan manusia kongkrit dalam masyarakat untuk merasa bahagia.<br />
<br />
Dan kalau pelbagai otoritas dalam masyarakat mau mewajibkan sesuatu kepada kita, filsafat dapat membantu kita dalam mengambil sikap yang dewasa dengan mempersoalkan hak dan batas mereka untuk mewajibkan sesuatu. Terhadap ideologi kemajuan akan dipersoalkan apa arti maju bagi manusia. Atau orang yang mau mengekang kebebasan kita atas nama Tuhan yang Mahaesa, filsafat akan menarik perhatian kita pada fakta bahwa yang mau mengekang itu hanyalah manusia saja yang mengatasnamakan Tuhan, dan bahwa Tuhan tidak pernah identik dengan suara manusia begitu saja. Dan kalau suatu rezim fanatik mau membawahkan segala nilai pada kemegahan negara saja, filsafat dapat saja menunjuk pada seorang filsuf yang dua ribu tahun yang lalu telah berpikir ke arah itu, yaitu Plato, dan bagaimana dia dilawan oleh seorang filsuf lain jaman itu, Aristoteles" (Franz Magnis-Suseno, Berfilsafat Dari Konteks, Jakarta, Gramedia, 1999). <br />
<br />
Untuk menutup pemahaman awal kita mengenai terminologi "filsafat", baiklah dicatat nuansa perbedaan arti "filsafat" dengan istilah-istilah yang hampir serupa dengan ini, yakni "falsafah", "falsafi" atau "filsafati", "berpikir filosofis" dan "mempunyai filsafat hidup" yang sering kita dengar, kita baca, atau bahkan mungkin kita pakai dalam hidup keseharian kita. "Falsafah" itu tidak lain filsafat itu sendiri. "Falsafi" atau "filsafati" artinya: "bersifat sesuai dengan kaidah-kaidah filsafat". "Berpikir filosofis", sesungguhnya begini: berpikir dengan dasar cinta akan kebijaksanaan. Bijaksana adalah sifat manusia yang muncul sebagai hasil dari usahanya untuk berpikir benar dan berkehendak baik. Berpikir benar saja ternyata belum mencukupi. Dapat saja orang berpikir bahwa memfitnah adalah tindakan yang jahat. Tetapi dapat pula ia tetap memfitnah karena meskipun diketahuinya itu jahat, namun ia tidak menghendaki untuk tidak melakukannya. Cara berpikir yang filosofis adalah berusaha untuk mewujudkan gabungan antara keduanya, berpikir benar dan berkehendak baik. Sedangkan, "mempunyai filsafat hidup" mempunyai pengertian yang lain sama sekali dengan pengertian "filsafat" yang pertama. Ia bisa diartikan mempunyai suatu pandangan, seperangkat pedoman hidup atau nilai-nilai tertentu. Misalnya, seseorang mungkin mempunyai filsafat bahwa "tujuan menghalalkan cara". <br />
<br />
Sekarang kita melangkah untuk melihat lebih dekat tentang hubungan antara filsafat, ilmu dan agama. Masalah tentang hubungan antara ketiganya adalah suatu masalah yang sering dipersoalkan. Ada yang menyatakan pendapat bahwa filsafat hendak menyaingi sains dan agama, demikian pula sebaliknya. Akhirnya, terjadi saling curiga mencurigai antara ketiganya, yang tak jarang merugikan bagi kepentingan pencarian akan kebenaran itu sendiri. <br />
<br />
<br />
1. Relasi Filsafat, Ilmu dan Agama <br />
<br />
Sudah diuraikan di atas bahwa yang dicari oleh filsafat adalah kebenaran. Demikian pula ilmu. Agama juga mengajarkan kebenaran. Kebenaran dalam filsafat dan ilmu adalah "kebenaran akal", sedangkan kebenaran menurut agama adalah "kebenaran wahyu". Kita tidak akan berusaha mencari mana yang benar atau lebih benar di antara keduanya, akan tetapi kita akan melihat apakah keduanya dapat hidup berdampingan secara damai.<br />
<br />
Apakah keduanya dapat bekerjasama atau bahkan saling bermusuhan satu sama lain. Meskipun filsafat dan ilmu mencari kebenaran dengan akal, hasil yang diperoleh baik oleh filsafat maupun ilmu juga bermacam-macam. Hal ini dapat dilihat pada aliran yang berbeda-beda, baik di dalam filsafat maupun di dalam ilmu. Demikian pula terdapat bermacam-macam agama yang masing-masing mengajarkan kebenaran. Bagaimana mencari hubungan antara ilmu, filsafat dan agama akan diperlihatkan sebagai berikut: <br />
<br />
Perhatikan ilustrasi ini. Jika seseorang melihat sesuatu kemudian mengatakan tentang sesuatu tersebut, dikatakan ia telah mempunyai pengetahuan mengenai sesuatu. Pengetahuan adalah sesuatu yang tergambar di dalam pikiran kita. Misalnya, ia melihat manusia, kemudian mengatakan itu adalah manusia. Ini berarti ia telah mempunyai pengetahuan tentang manusia. Jika ia meneruskan bertanya lebih lanjut mengenai pengetahuan tentang manusia, misalnya: dari mana asalnya, bagaimana susunannya, ke mana tujuannya, dan sebagainya, akan diperoleh jawaban yang lebih terperinci mengenai manusia tersebut. Jika titik beratnya ditekankan kepada susunan tubuh manusia, jawabannya akan berupa ilmu tentang manusia dilihat dari susunan tubuhnya atau antropologi fisik. Jika ditekankan pada hasil karya manusia atau kebudayaannnya, jawabannya akan berupa ilmu manusia dilihat dari kebudayaannya atau antropologi budaya. Jika ditekankan pada hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, jawabannya akan berupa ilmu manusia dilihat dari hubungan sosialnya atau antropologi sosial. <br />
<br />
Dari contoh di atas nampak bahwa pengetahuan yang telah disusun atau disistematisasi lebih lanjut dan telah dibuktikan serta diakui kebenarannya adalah ilmu. Dalam hal di atas, ilmu tentang manusia. <br />
<br />
Selanjutnya, jika seseorang masih bertanya terus mengenai apa manusia itu atau apa hakikat manusia itu, maka jawabannya akan berupa suatu "filsafat". Dalam hal ini yang dikemukakan bukan lagi susunan tubuhnya, kebudayaannya dan hubungannya dengan sesama manusia, akan tetapi hakikat manusia yang ada di balik tubuh, kebudayaan dan hubungan tadi. Alm. Anton Bakker, dosen Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada menggunakan istilah "antropologi metafisik" untuk memberi nama kepada macam filsafat ini. Jawaban yang dikemukan bermacam-macam antara lain: <br />
<br />
Monisme, yang berpendapat manusia terdiri dari satu asas. Jenis asas ini juga bermacam-macam, misalnya jiwa, materi, atom, dan sebagainya. Hal ini menimbulkan aliran spiritualisme, materialisme, atomisme. <br />
Dualisme, yang mengajarkan bahwa manusia terdiri atas dua asas yang masing-masing tidak berhubungan satu sama lain, misalnya jiwa-raga. Antara jiwa dan raga tidak terdapat hubungan. <br />
<br />
Triadisme, yang mengajarkan bahwa manusia terdiri atas tiga asas, misalnya badan, jiwa dan roh. <br />
Pluralisme, yang mengajarkan bahwa manusia terdiri dari banyak asas, misalnya api, udara, air dan tanah. <br />
<br />
Di samping itu, ada beberapa pernyataan mengenai manusia yang dapat digolongkan sebagai bernilai filsafati. Misalnya: <br />
Aristoteles: <br />
<br />
o Manusia adalah animal rationale.<br />
Karena, menurutnya, ada tahap perkembangan: Benda mati -> tumbuhan -> binatang -> manusia <br />
<br />
§ Tumbuhan = benda mati + hidup ----> tumbuhan memiliki jiwa hidup <br />
<br />
§ Binatang = benda mati + hidup + perasaan ----> binatang memiliki jiwa perasaan <br />
<br />
§ Manusia = benda mati + hidup + akal ----> manusia memiliki jiwa rasional <br />
<br />
<br />
Manusia adalah zoon poolitikon, makhluk sosial. <br />
Manusia adalah "makhluk hylemorfik", terdiri atas materi dan bentuk-bentuk. <br />
Ernest Cassirer: manusia adalah animal simbolikum Manusia ialah binatang yang mengenal simbol, misalnya adat-istiadat, kepercayaan, bahasa. Inilah kelebihan manusia jika dibandingkan dengan makhluk lainnya. Itulah sebabnya manusia dapat mengembangkan dirinya jauh lebih hebat daripada binatang yang hanya mengenal tanda dan bukan simbol. <br />
<br />
Demikianlah disebutkan beberapa contoh mengenai bentuk jawaban yang berupa filsafat. Dari contoh tersebut, filsafat adalah pendalaman lebih lanjut dari ilmu (Hasil pengkajian filsafat selanjutnya menjadi dasar bagi eksistensi ilmu). Di sinilah batas kemampuan akal manusia. Dengan akalnya ia tidak akan dapat menjawab pertanyaan yang lebih dalam lagi mengenai manusia. Dengan akalnya, manusia hanya mampu memberi jawaban dalam batas-batas tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat Immanuel Kant dalam Kritiknya terhadap rasio yang murni, yaitu manusia hanya dapat mengenal fenomena belaka, sedang bagaimana nomena-nya ia tidak tahu. Sehubungan dengan hal tersebut, maka yang dapat menjawab pertanyaan lebih lanjut mengenai manusia adalah agama; misalnya, tentang pengalaman apa yang akan dijalani setelah seseorang meninggal dunia. Jadi, sesungguhnya filsafat tidak hendak menyaingi agama. Filsafat tidak hendak menambahkan suatu kepercayaan baru. Bertrand Russel mencatat August Comte pernah mencobanya, namun ia gagal. "Dan ia patut bernasib demikian," demikian Russel. <br />
<br />
Selanjutnya, filsafat dan ilmu juga dapat mempunyai hubungan yang baik dengan agama. Filsafat dan ilmu dapat membantu menyampaikan lebih lanjut ajaran agama kepada manusia. Filsafat membantu agama dalam mengartikan (menginterpretasikan) teks-teks sucinya. Filsafat membantu dalam memastikan arti objektif tulisan wahyu. Filsafat menyediakan metode-metode pemikiran untuk teologi. Filsafat membantu agama dalam menghadapi masalah-masalah baru. Misalnya, mengusahakan mendapat anak dengan in vitro fertilization ("bayi tabung") dapat dibenarkan bagi orang Kristen atau tidak? Padahal Kitab Suci diam seribu bahasa tentang bayi tabung. Filsafatlah, dalam hal ini etika, yang dapat merumuskan permasalahan etis sedemikian rupa sehingga agama dapat menjawabnya berdasarkan prinsip-prinsip moralitasnya sendiri. <br />
<br />
Sebaliknya, agama dapat membantu memberi jawaban terhadap problem yang tidak dapat dijangkau dan dijawab oleh ilmu dan filsafat. Meskipun demikian, tidak juga berarti bahwa agama adalah di luar rasio, agama adalah tidak rasional. Agama bahkan mendorong agar manusia memiliki sikap hidup yang rasional: bagaimana manusia menjadi manusia yang dinamis, yang senantiasa bergerak, yang tak cepat puas dengan perolehan yang sudah ada di tangannya, untuk lebih mengerti kebenaran, untuk lebih mencintai kebaikan, dan lebih berusaha agar cinta Allah kepadanya dapat menjadi dasar cintanya kepada sesama sehingga bersama-sama manusia yang lain mampu membangun dunia ini. <br />
<br />
Dengan cara menyadari keadaan serta kedudukan masing-masing, maka antara ilmu dan filsafat serta agama dapat terjalin hubungan yang harmonis dan saling mendukung. Karena, semakin jelas pula bahwa seringkali pertanyaan, fakta atau realita yang dihadapi seseorang adalah hal yang sama, namun dapat dijawab secara berbeda sesuai dengan proporsi yang dimiliki masing-masing bidang kajian, baik itu ilmu, filsafat maupun agama. Ketiganya dapat saling menunjang dalam menyelesaikan persoalan yang timbul dalam kehidupan. <br />
<br />
Demikianlah pemahaman yang kita miliki sekarang mengenai terminologi "filsafat" dan kedudukannya di antara ilmu dan agama.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8707257497816595839.post-20781582739914116052011-04-15T22:25:00.000-07:002011-04-15T22:25:56.541-07:00Dasar-dasar Filsafat Ilmu PendidikanBaiklah sekarang kita lihat dasar-dasar filsafat keilmuan terkait dalam arti dasar ontologis, dasar epistemologis, dan aksiologis, dan dasar antropolgis ilmu pendidikan. <br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXa6uUQo4gIweQzN2WstNFRYx5LmXUZuXWowboI3gTNYhnt666GOfDhp8Wp6NekNk-nVeF9aMGj0rDhQlAea0KzSbi5fC2H4kJXWaurjSNPrJn9_XF5sSbZCGHl8WE_hJ_3csIkSxJhors/s1600/filsafat-pendidikan.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXa6uUQo4gIweQzN2WstNFRYx5LmXUZuXWowboI3gTNYhnt666GOfDhp8Wp6NekNk-nVeF9aMGj0rDhQlAea0KzSbi5fC2H4kJXWaurjSNPrJn9_XF5sSbZCGHl8WE_hJ_3csIkSxJhors/s1600/filsafat-pendidikan.jpeg" /></a></div><br />
<b>Dasar ontologis ilmu pendidikan </b><br />
Pertama-tama pada latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari ilmu pendidikan. Adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan ilmu pendidikan melalui pengalaman pancaindra ialah dunia pengalaman manusia secara empiris. Objek materil ilmu pendidikan ialah manusia seutuhnya, manusia yang lengkap aspek-aspek kepribadiannya, yaitu manusia yang berakhlak mulia dalam situasi pendidikan atau diharapokan melampaui manusia sebagai makhluk sosial mengingat sebagai warga masyarakat ia mempunyai ciri warga yang baik (good citizenship atau kewarganegaraan yang sebaik-baiknya). <br />
<br />
Agar pendidikan dalam praktek terbebas dari keragu-raguan, maka objek formal ilmu pendidikan dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam fenomena atau situasi pendidikan. Didalam situiasi sosial manusia itu sering berperilaku tidak utuh, hanya menjadi makhluk berperilaku individual dan/atau makhluk sosial yang berperilaku kolektif. Hal itu boleh-boleh saja dan dapat diterima terbatas pada ruang lingkup pendidikan makro yang berskala besar mengingat adanya konteks sosio-budaya yang terstruktur oleh sistem nilai tertentu. Akan tetapipada latar mikro, sistem nilai harus terwujud dalam hubungan inter dan antar pribadi yang menjadi syarat mutlak (conditio sine qua non) bagi terlaksananya mendidik dan mengajar, yaitu kegiatan pendidikan yang berskala mikro. Hal itu terjadi mengingat pihak pendidik yang berkepribadiaan sendiri secara utuh memperlakukan peserta didiknya secara terhormat sebagai pribai pula, terlpas dari factor umum, jenis kelamin ataupun pembawaanya. Jika pendidik tidak bersikap afektif utuh demikian makaa menurut Gordon (1975: Ch. I) akan terjadi mata rantai yang hilang (the missing link) atas factor hubungan serta didik-pendidik atau antara siswa-guru. Dengan egitu pendidikan hanya akan terjadi secar kuantitatif sekalipun bersifat optimal, misalnya hasil THB summatif, NEM atau pemerataan pendidikan yang kurang mengajarkan demokrasi jadi kurang berdemokrasi. Sedangkan kualitas manusianya belum tentu utuh. <br />
<br />
<br />
<b>Dasar epistemologis ilmu pendidikan </b><br />
<br />
Dasar epistemologis diperlukan oleh pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Sekalaipun pengumpulan data di lapangan sebagaian dapat dilakukan oleh tenaga pemula namuntelaah atas objek formil ilmu pendidikan memerlukaan pendekatan fenomenologis yang akan menjalin stui empirik dengan studi kualitatif-fenomenologis. Pendekaatan fenomenologis itu bersifat kualitaatif, artinya melibatkan pribadi dan diri peneliti sabagai instrumen pengumpul data secara pasca positivisme. Karena itu penelaaah dan pengumpulan data diarahkan oleh pendidik atau ilmuwan sebagaai pakar yang jujur dan menyatu dengan objeknya. Karena penelitian tertuju tidak hnya pemahaman dan pengertian (verstehen, Bodgan & Biklen, 1982) melainkan unuk mencapai kearifan (kebijaksanaan atau wisdom) tentang fenomen pendidikan maka vaaliditas internal harus dijaga betul dalm berbagai bentuk penlitian dan penyelidikan seperti penelitian koasi eksperimental, penelitian tindakan, penelitian etnografis dan penelitian ex post facto. Inti dasar epistemologis ini adalah agar dapat ditentukan bahaawa dalam menjelaskaan objek formaalnya, telaah ilmu pendidikan tidaak hanya mengembangkan ilmu terapan melainkan menuju kepada telaah teori dan ilmu pendidikan sebgaai ilmu otonom yang mempunyi objek formil sendiri atau problematika sendiri sekalipun tidak dapat hnya menggunkaan pendekatan kuantitatif atau pun eksperimental (Campbell & Stanley, 1963). Dengan demikian uji kebenaran pengetahuan sangat diperlukan secara korespondensi, secara koheren dan sekaligus secara praktis dan atau pragmatis (Randall &Buchler,1942). <br />
<br />
<br />
<b>Dasar aksiologis ilmu pendidikan </b><br />
<br />
Kemanfaatan teori pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu nilai ilmu pendidikan tidak hanya bersifat intrinsic sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktek mmelalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan. Dengan demikian ilmu pendidikan tidak bebas nilai mengingat hanya terdapat batas yang sangat tipis antar pekerjaan ilmu pendidikan dan tugas pendidik sebagi pedagok. Dalam hal ini relevan sekali untuk memperhatikan pendidikan sebagai bidang yang sarat nilai seperti dijelaskan oleh Phenix (1966). Itu sebabnya pendidikan memerlukan teknologi pula tetapi pendidikan bukanlah bagian dari iptek. Namun harus diakui bahwa ilmu pendidikan belum jauh pertumbuhannya dibandingkan dengan kebanyakan ilmu sosial dan ilmu prilaku. Lebih-lebih di Indonesia. <br />
<br />
Implikasinya ialah bahwa ilmupendidikan lebih dekat kepada ilmu prilaku kepada ilmu-ilmu sosial, dan harus menolak pendirian lain bahwa di dalam kesatuan ilmu-ilmu terdapat unifikasi satu-sayunyaa metode ilmiah (Kalr Perason,1990). <br />
<br />
<br />
<b>Dasar antropologis ilmu pendidikan </b><br />
<br />
Pendidikan yang intinya mendidik dan mengajar ialah pertemuan antara pendidik sebagai subjek dan peserta didik sebagai subjek pula dimana terjadi pemberian bantuan kepada pihak yang belakangan dalaam upaayanya belajr mencapai kemandirian dalam batas-batas yang diberikan oleh dunia disekitarnya. Atas dasar pandangan filsafah yang bersifat dialogis ini maka 3 dasar antropologis berlaku universal tidak hanya (1) sosialitas dan (2) individualitas, melainkan juga (3) moralitas. Kiranya khusus untuk Indonesia apabila dunia pendidikan nasional didasarkan atas kebudayaan nasional yang menjadi konteks dari sistem pengajaran nasional disekolah, tentu akan diperlukan juga dasar antropologis pelengkap yaitu (4) religiusitas, yaaitu pendidik dalam situasi pendidikan sekurangkurangnya secara mikro berhamba kepada kepentingan terdidik sebagai bagian dari pengabdian lebih besar kepada Tuhan Yang Maha Esa.<br />
<br />
<br />
(Nunu Heryanto)Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8707257497816595839.post-70242041228833947362011-04-15T22:21:00.001-07:002011-04-15T22:21:54.370-07:00Peradaban Mengandaikan Edukasi?Penulis : Mudji Sutrisno <br />
<br />
<br />
APAKAH peradaban merupakan olahan proses dirajutnya moralitas (baca: kesadaran mengenai baik dan buruk untuk menyikapi hidup) bersumber pada religiositas dalam strukturisasi dan kulturasi hidup bersama terus-menerus untuk membangun masyarakat, negara (secara politik sejahtera dan damai), serta tata ekonomi berkeadilan hingga semakin sedikit masyarakat yang miskin dan semakin sedikit yang tidak mendapatkan hak hidup sebagai manusia? <br />
<br />
Apakah jumlah aktor atau pelakunya ketika tidak mau lagi punya anak demi penjungkiran nilai pascaindustri di mana ayah/suami kerja beda tempat dan istri harus kerja pula, lalu memilih cara hidup double income and no kids couples (= DINKS), yaitu pasangan-pasangan yang tak mau punya anak karena tidak mau repot serta mau menikmati hidup di "Barat", menentukan surutnya bahkan matinya peradaban Barat? <br />
<br />
Buku Patrick J Buchanan, The Death of the West (NY, 2002), tidak hanya secara provokatif menggugat peradaban Barat dengan data penduduk yang makin surut serta kenyataan imigran non-Barat yang populasinya 3-4 kali lipat lalu menghuni dan hidup di Amerika Serikat tanpa menghirup perekat moralitas nilai korban diri dan semangat mau membangun pluralitas dalam unitas atau majemuk dalam kesatuan bernegara beretos hidup merdeka, mau seperti membangun batu-batu untuk direkatkan sebagai bangsa lewat kemerdekaan, hormat menghormati sesama dan etos kerja keras bukan etos penikmatan hidup sebenarnya merupakan titik persimpangan jalan antara bunuh diri karena moralitas yang dulu dijunjung tinggi seperti keluarga banyak, utuh, ayah ibu kerja dan berkorban untuk perkembangan anak-anak lewat keteladanan kini justru dicampakkan dan diganti gaya moralitas selingkuh, egohedonis, dan sama sekali tak mau korban bahkan peduli pada yang lain? <br />
<br />
Ada bagian dari manusia yang disebut kesadaran. Kesadaran ini bertumbuh bersamaan dengan diasahnya budi dan ditajamkannya nurani melalui pendidikan. <br />
<br />
Ketika mata budi diajari untuk peka melihat ada yang lain sebagai sesama makhluk dan sesama manusia, di sana rasa ikut menanggung papa serta sukacita dirajut dalam renung-renung refleksi budi. <br />
<br />
Ketika nurani diasah lewat pemecahan sepotong roti yang dibagi ibu untuk tidak hanya kumakan sendiri, namun rela membagikannya pada teman atau saudara, di sana yang lain diteguhkan kehadirannya dalam pilihan nurani untuk berbagi hati. <br />
<br />
Pendidikan yang dihayati dengan meminum air jeruk kebaikan, oksigen kebenaran dan sinar hangat matahari hidup keindahan, yang diolah dalam benturan-benturan konflik dan pilihan sadar nurani hingga terbentuklah sikap penghayatan hidup penuh syukur karena hati hening mampu menangkap karya Pencipta di alam dan dalam sesama-sesama makhluknya sebagai saudara-saudara-i sesama ciptaan yang sesama manusia itu sendiri. <br />
<br />
NAMUN, sejarah pengalaman peradaban menunjukkan logika pilihan dua cabang. Yaitu, ketika kekuatan-kekuatan kreatif bangsa dengan kekayaan dan kebijaksanaan lokalnya majal dan mandul dalam menjadi ruang belajar membatinkan kebenaran, kebaikan, dan keindahan karena kesalahan aktor-aktornya yang dikutuk sejarah lantaran tidak pernah mau belajar menguasai naluri purba dan hasrat berkuasa, hingga terus-menerus menghabiskan diri dalam berkelahi, maka di sana peradaban selalu ditarik surut menjadi kebiadaban atau ruang berkelahinya gajah sesama gajah pelanduk mati di tengah-tengah. Ruang publik peradaban untuk membangun tata sosial menjadi gagal terus karena energi kreatif (dihabiskan untuk unjuk diri dan saling dengki karena sesama dicurigai sebagai persaingan yang oleh Thomas Hobbes disebut situasi manusia mengerkah sesamanya, seperti serigala yang saling merebutkan makanan (homo homini lupus). <br />
<br />
Pilihan kedua, adalah jalan peradaban yang sadar akan kehidupan lalu mendidik diri dan seluruh energi kreatif bangsa untuk mengolah sumber-sumber alam dalam tata ekonomi merata sesama warga, membentuk hidup sosial saling menghormati dalam tata/masyarakat taat asas aturan hukum yang disepakati demi kedamaian serta sepakat merajut kesejahteraan bersama dalam kreasi-kreasi peradaban di mana kematian dan bunuh diri budaya ditolaknya dan diganti dengan ikhtiar-ikhtiar serta aksi budaya mencintai dan mempermuliakan kehidupan. Proses hidup menjadi nilai. Kelahiran sesama menjadi perayaan. Perjuangan membela dan mengorbankan diri bagi mekarnya generasi-generasi baru menjadi latihan ekspresi diri untuk mewujudkan kecintaan pada hidup dan pemuliaan pada tiap makhluk dan sesama manusia sebagai bermakna. <br />
<br />
Dari mana sumber-sumber penghayatan nilai itu? Dari setiap oasis religius, estetika, dan logika tradisi cinta alam dan cinta kehidupan yang dirayakan di tiap adat, di tiap local geniuss dan diterus-turunkan lewat wacana lisan atau tulisan dalam apa yang oleh istilah modern disebut pendidikan kehidupan. <br />
<br />
Pada kedua ini, kehidupan dibaca teksnya dan direnungi wisdom serta rohnya lalu dirayakan bersama anak cucu untuk tetap mencintai dan mempermuliakan serta tidak merampok menghancurkannya demi ego diri serakah atau demi komunalisme sempitnya yang lupa bahwa bahasa ini majemuk, dan hanya mampu merekat bila menyumbangkan masing-masing untuk satu permuliaan kelangsungan kehidupan itu sendiri. <br />
<br />
Oasis kebenaran tidak hanya diolah dalam penangkapan pengertian otak melulu, tetapi dikaji bersama nurani dalam renungan-renungan pertanyaan pokok, yaitu untuk apa kita bersama sebagai bangsa ini menghayati dan memaknai hidup yang majemuk suku, majemuk kekayaan identitas, namun menyatu dalam bernegara dengan kesepakatan tata negara yang adil, beradab, majemuk, pasti hukum dan demokratis? <br />
<br />
Oasis kebaikan tidak hanya diramaikan dalam pepatah, petuah kata, serta ajakan pidato dan upacara formal, namun dicoba hayati sebagai etos perlakuan terhadap sesama yang dari mata air-mata air religiositas diyakini bahwa sesama adalah citra Tuhan, kalifatullah Allah serta rekan sesama peziarah menuju asal hidup, yaitu sumber kebaikan itu sendiri. Yang dipraktikkan lewat berbuat baik dan menularkan serta membagi kebaikan agar hidup makin disyukuri, lantaran makin sedikit yang tidak kebagian rahmat baik pencipta dan makin menyusut sesama-sesama yang papa dan tidak merasakan ratanya kebaikan yang dibagi, karena sikap-sikap menumpuk buat diri sendiri atau tata hidup bersama yang tidak membagi roti untuk sesama tetap dominan sebagai cara hidup serakah menggenggam dua tangan dan merebut semuanya dalam gangguan sendiri, serta sama sekali tidak mau mengulurkan tangan terbuka buat yang lain. <br />
<br />
Meminjam Arnold Toynbee, pilihan pertama peradaban yang antikehidupan dan antipemekaran daya-daya kebudayaan kreatif akan membawa kehancuran bahkan hilangnya peradaban sebuah bangsa. Olehnya bahkan ditunjuk sumbernya karena tidak tumbuh lagi generasi pe-rintis kreatif, tidak ada lagi pencipta dan perancang hidup bersama yang beradab karena daya kreasi dibuang habis oleh perkelahian dan bunuh diri budaya karena kesalahan sendiri. <br />
<br />
Mengapa kesalahan sendiri? Karena orang menyalurkan naluri-naluri primitifnya sebagai pemborosan dan saling menghancurkan tanpa perekat dan tanpa satu kerelaan untuk berkorban, menghormat sesama, apalagi solider. <br />
<br />
Dalam bahasa Freud, sublimasi kultural dipakai dan didorong oleh naluri Thanatos, yaitu naluri merusak bahkan naluri kematian. Padahal, pilihan kedua, bila mau, dalam sublimasi karya-karya budaya Freudian, ia akan berkembang bila disumberkan pada eros, yaitu pro life energy yang melangsungkan dan merawat kehidupan. <br />
<br />
PERADABAN yang membela kehidupan yang bersumber pada eros inilah yang dalam pemahaman tradisi besar lama dirumuskan sebagai puncak-puncak dari pencapaian masing-masing tradisi lokal ketika ekspresi-ekspresi karya kultural diberi wujud entah seni, atau karya maupun kebijaksanaan tenunan adat setempat. Mengapa pemahaman puncak-puncak masuk dalam tradisi besar lama? Dua alasannya. Pertama, asumsi penentu benar tidaknya atau baik tidaknya dipegang oleh otoritas, pusat dengan kuasa monopoli penafsir dan penentu sebuah peradaban sah atau tidak. <br />
<br />
Maka, ketika kesadaran keragaman makin tercerahkan berkat pendidikan serta insight-insight betapa perbedaan merupakan kenyataan kehidupan yang memperkaya, maka di sana, masing-masing tradisi sama sahnya untuk menafsir dan menentukan local wisdom atau kearifan siapa pun itu sama-sama berharga di antara satu dengan yang lain untuk menjadi acuan serta penentu makna dan arti kehidupan. <br />
<br />
Dengan kata lain, begitu proses pendidikan memperluas dan memperdalam kesadaran setiap identitas aku bersama-sama dengan aku-aku yang lain maka tidak ada lagi main kuasa monopoli si Aku Besar yang memaksakan bahkan mendikte aku-aku lain sebagai sesama-sesama peziarah kebenaran, keindahan dan kebaikan. Inilah kesadaran multi aku kultural di mana aku beridentitas etnik sama sah dan benarnya ketika merajut kebudayaannya menjadi transformatif (pendaerahan) bersama-sama aku beridentitas kota; juga bersama diri pesisir; diri agraris; diri kosmopolitan maupun diriku yang pasca-Indonesia atau aku universal bahkan pula aku lintas batas. <br />
<br />
Ini semua amat mengandaikan proses pendidikan yang mencerahkan budi untuk berpikir jernih agar tidak bergerak karena emosi dan marah serta dengki sekaligus edukasi sumbangan tradisi-tradisi agama dan kebijaksanaan lokal untuk mendidik beningnya nurani buat jujur terhadap diri sendiri; Tuhan dan terhadap sesama! <br />
<br />
Hanya melalui proses ini, pemimpin dan masyarakat dewasa bernegara bisa terwujud! <br />
<br />
<br />
<br />
<b>DR Mudji Sutrisno</b>, Rohaniwan dan pengajar di STF Driyarkara JakartaUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8707257497816595839.post-60800868937042269382011-04-15T22:13:00.000-07:002011-04-15T22:29:37.782-07:00Mengenal Sartre<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRDoX2m3G-y4N_QXfmVa9_xKQ7WNl0pzd9IP1-GAgFy_24jCTy4-t2ODHp6EGGnJbUrXdSyB9yvrktVi4AB8UBmqtymBXE31AXPbPbifC7v0vFEFQDCIx2r49CSTQ0XuFfBtCVGX5wn3GH/s1600/sartre_portret.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRDoX2m3G-y4N_QXfmVa9_xKQ7WNl0pzd9IP1-GAgFy_24jCTy4-t2ODHp6EGGnJbUrXdSyB9yvrktVi4AB8UBmqtymBXE31AXPbPbifC7v0vFEFQDCIx2r49CSTQ0XuFfBtCVGX5wn3GH/s1600/sartre_portret.jpg" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Jean-Paul Sartre</td></tr>
</tbody></table>Jean-Paul Sartre dikenal sebagai satrawan, filosof eksistensialis Lahir dari ayah seorang Katolik, ibu Protestan tapi ia menyatakan diri atheis. <br />
<br />
Karya dalam bidang filsafat yang terkenal: <br />
- L'Etre et Le Neant: Essai d'ontologie phenomenologique (Being and Nothingness -1943)<br />
- L'Existensialisme est un Humanisme (Existensialism and Humanism -1946)<br />
<br />
Pemikirannya meperlihatkan perngaruh dari tradisi rasionalisme kontinental, idealisme dan fenomenologi. Yang paling bepengaruh dalam pemikirannya adalah Husserl dan Heidegger.<br />
<br />
Karyanya Psikologi Imajinasi memeperlihatkan pengaruh fenomenologi Husserl, walaupun ia tidak meyetujui kesimpulan2 Husserl. Perngaruh terbesar juga dari Heidegger tapi ia bukan seorang yang berhaluan Heideggerian. <br />
<br />
Tema sentralnya adalah situasi manusia dalam dunia tanpa Tuhan. Fokus orientasi pemikirannya adalah probelem2 manusia yang paling eksistensial [Jones,1969] Menurutnya hanya manusia sajalah yang benar2 bereksistensi [Olafson,1976] Ide utama filsata eksistensialisme-nya adalah "eksistensi mendahului esensi"<br />
Satre tidak percaya manusia diciptakan oleh image Tuhan atau oleh suatu tujuan yang bersifat ilahiah. Dia menegaskan "Man exist and that is all we can say abou it" [Patterson,1971] konsekuensinya adalah:<br />
<ol><li>Masing-masing individu memiliki hakikat sendiri-sendiri, tidak ada hakikat universal manusia yang hadir salam seluruh human being. Manusia adalah pencipta dirinya sendiri; ia terus mencipta atas dasar kemauan dan kebebasannya.</li>
<li>Manusia adalah mahluk yang bertanggung jawab, karena ia memiliki kebebasan untuk memilih. Kebebasan itu tidak dibatasi oleh prakonsepsi yang sudah jadi dan oleh hakikat manusia yang tidak dapat berubah atau oleh tujuan-tujuan yang harus dipenuhi.</li>
</ol><br />
Konsep ontologi Satre berfokus pada yang-ada. Ontologinya ini didasarkan pada dualisme (walaupun tidak murni Cartesian) yaitu secara fenomenologis yang-ada (being) itu dibedakan menjadi dua macam: "Ada-dalam-diri" (Being-in-itself - L'etre-en-soi) dan "Ada-untuk-diri" (Being-for-itself -L'entre-pour-soi)<br />
<br />
1. L'etre-en-soi<br />
Menunjuk suatu cara bereksistensi secara terututp; apa yang ada sepenuhnya identik dengan dirinya sendiri. Tertutup, tanpa celah/lobang dan tanpa gerak sedikitpun untuk keluar dari dirinya. Tidak terdapat subjek-objek, sama sekali tidak punya relasi. Keberadaannya bersifat mengisi secara mandiri (self-contained) [Raymond,1989] "ada yang tidak berkesadaran" Seperti benda yang ada dengan sendirinya (it is what it is), hanya secara kebetulan; didak memerlukan keterangan lain. Jika L'etre-en-soi diciptakan Tuhan, maka ia berada dalam pikiran Tuhan atau diluarnya. Jika didalamnya, maka belum tercipta; jika diluarnya, maka bukan ciptaan, sebab berdiri sendiri. Ia hanya mempunyai pengertian dalam hubungannya dengan manusia, yaitu sebagai sarana tingkah laku manusia.<br />
<br />
2. L'entre-pour-soi<br />
Menunjuk pada cara beradanya manusia; sifatnya melebar (co-extensive) dengan dunia kesadaran dan sifat kesadaran yang berada diluar diri sesuatu atau seseorang. Raymond,1989] Dalam kesadaran barulah muncul subjek dan objek. Subjek berarti "pengada<br />
yang sadar" dan objek adalah dia sendiri, sekedar disadari. Kesadaran tidak identik dengan dirinya karena ia hanya berdiri sebagai "subjek yang lain' yang tak terpisahkan dengan dirinya sendiri. Antara subjek yang menyadari dan objek yang disadari selalu terdapat jarak; jarak antara "aku" dan "diruiku" -- inilah yang disebut dengan ketiadaan (Notingless).<br />
Ketiadaan adalah kesadaran yang senantiasa menampakan dirinya ditempat lain, di seberang kesadaran. Kesadaran manusia setiap saat ada dalam ketiadaan dan senantiasa mengadakan perubahan-perubahan menuju keberadaan, namun anehnya selalu jatuh pada ketiadaan. [Satre, Being and Nothingness]<br />
Kesadaran seperti pada doktrin fenomenologi merupakan "kesadaran tentang" (consciousness of) yang berarti mengandung makna dua hal: kesadaran akan diri (consciousness of self) dan kesadaran akan sesuatu (consciousness of something).<br />
Kesadaran-akan-sesuatu bersifat mutlak karena tidak ada dan tidak pernah ada kesadaran murni dalam diri seseorang. Ia sepenuhnya bersifat transparant sehingga kita tidak bisa menyentuhnya. Karena itu kita dapat definisiakan kesadaran sebagai "dia adalah bukan dia, tetapi dia yang bukan dia" [Raymond, 1989]<br />
<b><br />
NOTHINGNESS</b><br />
Kesadaran selalu cenderung menjadi sesuatu yang "tiada" Untuk menjadi sadar berarti menjadi sesuatu yang bukan dia dan menjadi "tiada" Ketiadaan bukanlah suatu hal yang abstrak, bukan pula berarti proses ke dunia lain (trans-wordly), tapi sebuah objek pengalaman manusia. Ketiadaan adalah sebuah tindakan kesadaran. Ketiadaan tidak mempunyai temapat dalam didalam struktur murni yang-ada. Ketiadaan tidak perlu memiliki kekuatan untuk menhasilkan dirinya. Ketiadaan memiliki eksistensi pinjaman (borrowed existence) Ia tidak ekesis, ia dibuat menjadi.<br />
<br />
Dari mana asal ketiadaan?<br />
"Manusia adalah Ada, melalui dirinya 'ketiadaan' datang kedunia" Namun agar manusia dapat menjadi sumber "ketiadaan", ia harus sudah memikirkan "ketiadaan" dalam dirinya sendiri. Jadi manusia bukan hanya menciptakan "ketiadaan" di dalam dirinya tapi juga memuat :ketiadaan" dalam dirinya sendiri.<br />
<br />
Ini berarti, sifat realitas manusia itu unik, ia dapat memisahkan dirinya dari sesuatu objek dan dapat menyembunyikan dirinya sebagai sesuatu yang bukan objek. Artinya manusia tidak senantiasa terikat oleh realitas dunia objektif. Manusia dapat memisahkan dirina dari dunia, dan hal ini hana mungkin terjadi apabila manusia benar2 bebas.<br />
<br />
<b>KEBEBASAN.</b><br />
Kebebasan manusia sangat penting, Satre:<br />
"Everything that I have tried to write or do in my life was meant to stress the importace of freedom" [Anderson,1979]<br />
<br />
Menurut Satre kita menhadapi dilema: Manusia sama sekali bebas atau sama sekali tidak bebas; tidak ada kemungkinan yang ketiga. Yang hendak ia lakukan adalah..<br />
Pertama, menghantam semua bentuk determinisme yang mengklaim bahwa seluruh realitas, termasuk didalamnya manusia, segala aktivitasnya dapat dijelaskan dan dipresiksikan dengan hukum-hukum tertentu. <br />
Kedua. mengcounter pandangan Freud yang menyatakan bahwa mungkin tak tersadari manusia telah membangun suatu kompleks. Menurutnya, tidak ada kompleks, kalau manusia membangun suatu kompleks maka manusia itu sendiri yang bertanggung jawab.<br />
Dengan kebebassannya manusia membuat dirinya apa saja dan akan terus membuat dan membuat, karena manusia pada dasarnya tidak pernah identik dengan dirinya.<br />
Konsep tentang "sesama manusia" (L'autrui) oleh Satre--seperti juga eksistensialis yang lain--dianggap merupakan unsur yang mutlak dalam kehidupan manusia. Ada bersama merupakan ada yang niscaya. Dasar ontologi kehidupan bersama tsb adalah berupa "konflik", suatu clash atau pertentangan terus menerus<br />
Semua perjuampaan, semua bentuk pergaulan, manusia selalu mencoba merendahkan (regard) orang lain untuk menjadi objeknya yaitu menjadikan barang untuk kepentingan, kesenangan, kepuasan dirinya sendiri. Jadi antar umat manusia hanya mempunyai dua kemungkianan: dia menjadi subjek atau menjadi objek. Dia yang dimakan atau yang memakan ( L'enfer, c'ets les autes).<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<b>Daftar Pustaka:</b><br />
"Sistem-sistem metafisika barat: dari Aristoteles sampai Derrida", Drs. Joko Siswanto, M.Hum., Pustaka Pelajar<br />
Jones, W.T., 1969, "A HIstory of Western Philosophy Kant to Wittgeinstein and Satre", Harcourt, Barce & World Inc., New York<br />
Olafson, F.A., 1967 "Jean-Paul Satre" dalam Paul Edawrds (ed), The Encyclopedia of Philosophy, The Macmillan Company & The Free Press, NewYork<br />
Anderson, T.C., 1979, "The Foundation and Structure of Satrean Ethics" The<br />
Regents Press, Lawrence??Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8707257497816595839.post-52867631961722783892011-04-15T19:29:00.000-07:002011-04-15T19:29:00.189-07:00Cerita tentang Roda kehilangan Jari-jarinya<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjg8lU-ewYOAE2_7kqXV5W9jMVALecghpEZwHv-nLi_ZfGDZ4aVwgfhNvSebZMsFYw6odXik4I3xs7CF9FpaywyJAzXW3tdX9zwLVNHPY4Pqf3IzeOwA6K6aAHz-axkFWGKCzSPLeSeGdIL/s1600/roda.jpeg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjg8lU-ewYOAE2_7kqXV5W9jMVALecghpEZwHv-nLi_ZfGDZ4aVwgfhNvSebZMsFYw6odXik4I3xs7CF9FpaywyJAzXW3tdX9zwLVNHPY4Pqf3IzeOwA6K6aAHz-axkFWGKCzSPLeSeGdIL/s1600/roda.jpeg" /></a></div>Suatu ketika, ada sebuah roda yang kehilangan salah satu jari-jarinya. Ia tampak sedih. Tanpa jari-jari yang lengkap. Tentu, ia tak bisa lagi berjalan dengan lancar. Hal ini terjadi saat ia melaju terlalu kencang ketika melintasi hutan. Karena terburu-buru, ia melupakan, ada satu jari-jari yang jatuh dan terlepas. Kini sang roda pun bingung. Kemana kah hendak di cari satu bagian tubuhnya itu?<br />
<br />
Sang roda pun berbalik arah. Ia kembali menyusuri jejak-jejak yang pernah di tinggalkannya. Perlahan, di tapakinya jalan-jalan itu. Satu demi satu di perhatikannya dengan seksama. Setiap benda di amati, dan di <br />
cermati, berharap, akan di temukannya jari-jari yang hilang itu.<br />
<br />
Ditemuinya kembali rerumputan dan ilalang. Dihampirinya kembali bunga-bunga di tengah padang. Dikunjunginya kembali semut dan seranggakecil di jalanan. Dan dilewatinya lagi semua batu-batu dan kerikil-kerikil pualam.<br />
<br />
Hei....semuanya tampak lain. Ya, sewaktu sang roda melintasi jalan itu dengan laju yang kencang, semua hal tadi cuma berbentuk titik-titik kecil. Semuanya, tampak biasa, dan tak istimewa. Namun kini, semuanya tampak lebih indah.<br />
<br />
Rerumputan dan ilalang, tampak menyapanya dengan ramah. Mereka kini tak lagi hanya berupa batang-batang yang kaku. Mereka tampak tersenyum,melambai tenang, bergoyang dan menyampaikan salam. Ujung-ujung rumput itu, bergesek dengan lembut di sisi sang roda. Sang roda pun tersenyum danmelanjutkan pencariannya.<br />
<br />
Bunga-bunga pun tampak lebih indah. Harum dan semerbaknya, lebih terasa menyegarkan. Kuntum-kuntum yang baru terbuka, menampilkan wajah yang cerah. Kelopak-kelopak yang tumbuh, menari, seakan bersorak pada sang roda. Sang roda tertegun dan berhenti sebentar. Sang bunga pun merunduk, memberikan salam hormat.<br />
<br />
Dengan perlahan, dilanjutkannya kembali perjalanannya. Kini, semut dan serangga kecil itu, mulai berbaris, dan memberikan salam yang paling semarak. Kaki-kaki mereka bertepuk, membunyikan keriangan yang <br />
meriah. Sayap-sayap itu bergetar, seakan ada ribuan genderang yang di tabuh. Mereka saling menyapa. Dan, serangga itu pun memberikan salam, dan doa pada sang Roda.<br />
<br />
Begitu pula batu dan kerikil pualam. Kilau yang hadir, tampak berbeda. Jika di lihat dari mata yang tergesa-gesa. Mereka lebih indah, dan setiap. Sisi batu itu memancarkan kemilau yang teduh. Tak ada lagi sisi dan ujung yang tajam dari batu yang kerap mampir di tubuh sang Roda. Semua batu danpualam, membuka jalan, memberikan kesempatan untuk melanjutkan perjalanan.<br />
<br />
Setelah lama berjalan, akhirnya, ditemukannya jari-jari yang hilang. Sang roda pun senang. Dan ia berjanji, tak akan tergesa-gesa dan berjalan terlalu kencang dalam melakukan tugasnya.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8707257497816595839.post-34623426815638805212011-04-15T11:18:00.000-07:002011-04-15T11:19:55.128-07:00Asal Usul Hari Perempuan Sedunia<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhO45HlGukQ1l_eoYPUp9HdofBkbzcMglOleQB8kAbj5MzsoiA88jB86SmdPAM2uCdmpNKwqRX3746AeK4vtOIOyW52MfScFxXI67WpBeWH-OLSQE-EGCO5rwMnbTJExSV92PYm5KVZ8ihl/s1600/hari-perempuan-internasional.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhO45HlGukQ1l_eoYPUp9HdofBkbzcMglOleQB8kAbj5MzsoiA88jB86SmdPAM2uCdmpNKwqRX3746AeK4vtOIOyW52MfScFxXI67WpBeWH-OLSQE-EGCO5rwMnbTJExSV92PYm5KVZ8ihl/s1600/hari-perempuan-internasional.jpg" /></a></div>Hari Perempuan Sedunia dilahiri pada ketika zaman yang penuh bergelora dengan krisis dan pergolakan sosial yang besar. Kelahiran pada waktu ini telah membentuk budaya Hari Perempuan Sedunia ini dipenuhi dengan tradisi protes dan jua aktivisme politik. <br />
<br />
Sebelum tahun 1910 iaitu pada awal kurun 20, ramai perempuan di negara industri membangun telah bermula bekerja gaji. Tetapi, pekerjaan ketika itu masih dikategorikan mengikut gender. Majoriti kaum perempuan bekerja hanya di industri tekstil, perkilangan dan perkhidmatan domestik. Keadaan berkerja dan gaji amat teruk sekali dan tertindas.Pada masa yang sama, penubunhan kesatuan sekerja jua mula berkembang dan pertikaian industri jua banyak berlaku, termasuk jua pekerja perempuan yang tidak berkesatuan jua turut mengadakan aksi industri. <br />
<br />
Pelbagai perubahan telah berlaku di sekitar kehidupan kaum perempuan sehingga mereka mengambil tindakan untuk memecahkan kongkongan politik terhadap kaum perempuan. Merata-rata kaum perempuan dari semua strata sosial di negara Eropah, Britain, Amerika dan jua termasuk segilintir dari Australia bermula dengan kempen bagi hak perempuan untuk berundi. <br />
<br />
Di Amerika Syarikat pula, perempuan dari kesatuan sekerja dan jua perempuan dari latarbelakang professional yang bersikap liberal telah bersama melakukan kempen agar perempuan diberikan hak untuk mengundi. Mereka jua berjaya menubuh Persatuan Kesatuan Sekerja Perempuan (Women¡¯s Trade Union League: WTUL) yang membantu susunatur kaum perempuan yang bekerja untuk menuntut hak kebajikan konomi dan politik mereka. Ini adalah saat yang paling pahit dan muram bagi banyak kaum perempuan. Ini adalah kerana ramai di antara mereka terpaksa berhidup dalam situasi kerja yang amat buruk , menindas serta jua situasi rumahtangga yang penuh dengan kemiskinan dan keganasan. <br />
<br />
Pada tahun 1908, iaitu hari Ahad terakhir pada bulan Februari, kaum perempuan sosialis di Amerika Syarikat telah menginisiatif perhimpuan kaum perempunan yang pertama. <br />
<br />
Pada Hari Perempuan yang pertama ini, ramai berkumpul dan menuntut hak mengundi, ekonomi dan politik bagi kaum perempuan. Pada tahun seterusnya, 2,000 orang perempuan telah menghadiri perhimpunan Hari Perempuan di Manhattan. <br />
<br />
Pada tahun 1909, pekerja perempuan buatan baju telah melancarkan mogok umum. Seramai 20- 30,000 orang pekerja perempuan buatan baju telah melancarkan mogok selama 13 munggu ketika musim salji yang sejuk. Mereka menuntut gaji dan keadaan berkerja yang lebih baik. Persatuan Kesatuan Sekerja Perempuan (WTUL) telah menyalurkan sokongan dengan membantu untuk mencari duit jaminan bagi pekerja yang ditahan ketika bermogok. Selain itu, sejumlah wang yang besar dikumpulkan bagi tabung mogok pekerja. <br />
<br />
Pada tahun 1910, Hari Perempuan telah disussunatur oleh semua kaum sosialis dan feminis di seluruh negara. Pada tahun kemudian, mereka telah menghantar banyak wakil untuk menyertai Seminar Antarabangsa Perempuan Sosialis di Copenhagen. Perwakilan ini menghadir pesidangan ini dengan tujuan untuk mengusulkan bahawa Hari Permpuan dijadikan satu peristiwa internasional. Sejak itulah, budaya solidaritas internasional telah terbentuk menjadi satu persefahaman umum kaum pekerja perempuan yang tertindas. Solidaritas Internasional adalah prinsip sosialis yang penting, walaupun ia sering digunakan tanpa diketahui prinsip tersebut. Justeru itu, ide penyusunan perempuan dan menyususn perempuan sebagai sasaran tunggal secara politik adalah satu isu kontroversi. <br />
<br />
<b>Ia merupakan topik kontroversi, khasnya di dalam gerakan buruh sendiri. </b><br />
<br />
Clara Zetkin, seorang aktivis terkenal di dalam gerakan sosialis demokrasi dan jua amat tersentuh dengan aksi mogok pekerja perempuan di Amerika Syarikat telah membuat usul penting dalam persidangan ini. Beliau telah menyampaikan satu cadangan bahawa semua kaum perempuan di seluruh dunia seharusnya memilih satu hari untuk membuat tuntutan mereka pada setiap tahun. <br />
<br />
Persidangan yang dihadiri hampir 1,000 lebih orang perempuan dari 17 buah negara , mereka adalah perwakilan dari kesatuan sekerja, parti sosialis, kelab perempuan yang bekerja dan jua termasuklah tiga orang wakil rakyat yang baru terpilih di parlimen Finnish. Mereka semuanya menyambut baik sekali kepada cadangan tersebut. Dengan ini, terbentuklah Hari Perempuan SeDunia yang telah dipsersetujui semua di Persidangan Copenhagen. <br />
<br />
Persidangan ini juga menegaskan bahawa peri pentingnya hak mengundi bagi kaum perempuan. Ia membantah sistem mengundi yang beasaskan hak hartabenda seseorang serta jua hak universal tanpa kira jantina, semua kaum lelaki dan perempuan dewasa berhak mengundi. <br />
<br />
Dalam persidangan ini, beberapa usul jua telah diluluskan. Antaranya ialah hak menikmati faedah bersalin bagi ibu yang telah berkahwin saja. Walaupun usul jua dibuat oleh Alexandra Kollontai dari Rusia agar ibu yang tidak berkahwin jua berhak menuntut faedah bersalin. Namun, ia gagal menerima sokongan akhirnya. <br />
<br />
Selain itu, usul jua diluluskan yang berkaitan dengan penentangan kepada aktiviti kerja malam kerana ia akan merosakkan kesihatan kaum perempuan yang bekerja. Walaubagaimanapun, usul ini pernah dibantahkan oleh perwakilan pekerja perempuan dari negara Swedish dan Danish. Mereka membantah kerana kerja malam adalah aktiviti asas dan penting untuk sara hidup mereka. <br />
<br />
<b>Hari Perempuan Sedunia Pertama </b><br />
<br />
Hari Perempuan Sedunia yang pertama kali telah disambut pada 19 Mac 1911 di negara German, Austria, Denmark dan negara Eropah yang lain. Tarikh ini telah dipilih oleh kaum perempuan German kerana pada thahun 1948, Raja Prussian ditumbang oleh massa yang bangkit melawannya. Raja ini telah banyak membuat pelbagai janji reformasi, termasuklah satu janji yang belum dipenuhinya, iaitu, memberikan kaum perempuan hak mengundi. Satu million risalah telah disebarkan di seluruh German sebelum hari 19 Mac. Risalah ini menyeru semua bangun dan bertindak untuk menuntut hak mengundi. <br />
<br />
Antara aksi-aksi sedunia ini, peristiwa yang paling dikenangi adalah persitiwa IWD yang dijalankan di Petrograd (sekarang St Petersburg) pada Mac tahun 1917. Walaupun pekerja perempuan tekstil telah diberi amaran agar tidak menyertai mogok IWD dan malah dikurung di dalam kilang mereka. Namun, semua pekerja perempuan ini tetap berjaya turun dan membanjiri jalanraya pada hari IWD 7 Mac. <br />
<br />
Semua isteri, anak perempuan dan jua ibu kepada askar-askar yang selama ini ditindas serta jua pekerja seks yang jua ditindas turut membangkit pada hari tersebut. Mereka dengan berani dan marahnya telah menuntut segala penghinaan dan kesengsaraan jua kelaparan yang mereka alami sejak tiga tahun lepas harus diakhiri dan dihapuskan sekali. <br />
<br />
Dengan kekuatan perhimpunan dan jua semangat ghairah mereka telah merebak ke seluruh kota dan berjaya membentuk satu mogok dan demontrasi politik yang berlangsung berturut-turut beberapa hari lamanya. Akhirnya kuasa regim autokratik Tzar telah ditumbangkan dengan adanya aksi politik semua perempuan yang bertegas dalam aksi massa. <br />
<br />
(Sumber: Pekerja Buatan Makanan Asia, Vol 30, No 3: Diubahsuai dari bahan penulisan asal yang disunting oleh Joyce Sevens dan pernah diterbitkan di www.isis.aust.com/iwd/stevens/contents.htm)Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8707257497816595839.post-70547109544351004422011-04-15T04:13:00.000-07:002011-04-15T04:13:00.320-07:00Mengenal Mahathir Mohamad<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhsu60PWmkauqiZHrYYq7NnuIs5TIxk0ao_Jiupal9wKD2z2pW-nCPf0QUevayj8dxtZ6R6ckaVfduavOrsGHNUKu3ypQeDyqzzoqwoD6EzouTLUgx6Q9bbsX1VXfzpPDd_tXSFjFTA4SWW/s1600/mahatir+mohammad.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhsu60PWmkauqiZHrYYq7NnuIs5TIxk0ao_Jiupal9wKD2z2pW-nCPf0QUevayj8dxtZ6R6ckaVfduavOrsGHNUKu3ypQeDyqzzoqwoD6EzouTLUgx6Q9bbsX1VXfzpPDd_tXSFjFTA4SWW/s1600/mahatir+mohammad.jpg" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Mahathir Muhammad</td></tr>
</tbody></table>Tun Dr. Mahathir bin Haji Mohamad (juga Mahathir bin Mohammad; lahir di Alor Star, Kedah, Malaysia, 20 Desember 1925; umur 83 tahun) adalah seorang politikus Malaysia. Ia adalah Perdana Menteri Malaysia keempat, menjabat dari dari 16 Juli 1981 hingga 31 Oktober 2003. Di bawah kepemimpinannya Malaysia mengalami modernisasi yang pesat dan menikmati kemakmuran di segala lapisan masyarakat.<br />
<br />
Ayahnya bernama Encik Mohamad bin Iskandar dan ibunya bernama Wan Tempawan binti Wan Hanafi. Mahathir Mohamad dilahirkan di sebuah rumah di Lorong Kilang Ais, Seberang Perak, Alor Setar, Kedah. Mohamad merupakan anak kesembilan.<br />
<br />
Ia bertanggungjawab memecat Datuk Seri Anwar Ibrahim dari semua jabatan dalam kerajaan dan partai politik UMNO pada tahun 1998. Tun Mahathir bin Mohamad pensiun pada 31 Oktober 2003 dan mengangkat Datuk Seri Abdullah Ahmad Badawi sebagai Wakil Perdana Menteri menggantikannya.<br />
Mahathir Mohamad berhenti sebagai PM Malaysia dan digantikan Abdullah Ahmad Badawi pada 31 Oktober 2003.<br />
<br />
<b>Kritik</b><br />
Ia rajin mempromosikan negaranya sebagai negara Islam dengan menyatakan, "UU Islam atau hukum syaro’ ditegakkan di Malaysia dengan memperhitungkan keadaan negara yang majemuk keberagamannya dan keadilan yang menjadi bagian pokok dalam UU Islam." Ia juga merujuk Daulah Islam di Cordova, Spanyol yang masyarakatnya majemuk. Meski begitu kenyataannya tidak demikian. Praktek kehidupan kapitalisme-sekularisme bertebaran di sana dengan pesta tahun baru dengan penari berpakaian minim di klub-klub malam terkenal di Kuala Lumpur. Juga ada tempat judi di Genting Highlands. Malaysia tak mewajibkan muslimahnya berjilbab. Selain itu tokoh penting dan penguasanya menolak anggapan jika negaranya ialah negara Islam, seperti Tunku Abd. Rahman Putra, bapak kemerdekaan Malaysia.<br />
<br />
<b>Setelah mundur menjabat</b><br />
Ia mengaku kecewa telah memilih Abdullah Ahmad Badawi sebagai pemimpin UMNO dan perdana menteri untuk menggantikannya. Kritikan semakin pedas dan berujung sulit diselesaikan. Koran The Star mengutip pernyataannya pada 27 Juli 2006 mengenai pekerjaan barunya selain mengkritik. Ia membuka toko roti bernama The Loaf di Langkawi, Malaysia. The Loaf merupakan usaha patungan dengan perusahaan Jepang. Ia memegang 51 persen saham atas nama M&M Concolidated Resources Sdn Bhd. Toko rotinya berencana membuka cabang di Kuala Lumpur, Phuket, dan Singapura. Sebelum terjun ke politik, ia telah menjalankan usaha klinik kesehatan dan pompa bensin.<br />
<br />
Ia mengumumkan pengunduran diri dari UMNO pada 19 Mei 2008 untuk menekan Badawi agar ia mundur dari jabatannya.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8707257497816595839.post-48316542956009264602011-04-14T04:05:00.000-07:002011-04-14T04:05:00.324-07:00Mengenal Adolf Hitler<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: right; margin-left: 1em; text-align: right;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgOe92dssKfzELHgrYMAkLjNdF269m8oEXTm4-HzwRgY9u_mFHtm3aTg0VnKg0aCtU6UlS9Dm2sxa0S7ep1P3smrNWbJCcRN0vRQGmfJrskMrPsKinZ9TGfWu2KaqniTbGDyZ8OU_5QaJ2S/s1600/adolf_hitler.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgOe92dssKfzELHgrYMAkLjNdF269m8oEXTm4-HzwRgY9u_mFHtm3aTg0VnKg0aCtU6UlS9Dm2sxa0S7ep1P3smrNWbJCcRN0vRQGmfJrskMrPsKinZ9TGfWu2KaqniTbGDyZ8OU_5QaJ2S/s320/adolf_hitler.jpg" width="264" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Adolf Hitler</td></tr>
</tbody></table>Adolf Hitler dengarkan (lahir 20 April 1889 – wafat 30 April 1945 pada umur 56 tahun) adalah Kanselir Jerman dari tahun 1933 dan Führer (Pemimpin) (Reich ketiga) Jerman sejak 1934 hingga ia meninggal. Pada 2 Agustus 1934, ia menjadi diktator Jerman setelah Presiden Von Hindenburg meninggal. Ia menyatukan jabatan kanselir dan presiden menjadi Führer sekaligus menjadikan Nazi sebagai partai tunggal di Jerman. Ia juga seorang Ketua Partai Nasionalis-Sosialis (National Socialist German Workers Party atau Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei/NSDAP) yang dikenal dengan Nazi. Nazi secara resmi dibubarkan setelah Jerman kalah dalam Perang Dunia II yang besar karena sistem kediktatoran Hitler. Hitler seorang orator yang berkharisma, Hitler merupakan salah satu pemimpin yang paling berpengaruh di dunia.<br />
Ketika Perang Dunia II akan berakhir, Hitler bunuh diri di bunker bawah tanah-nya di Berlin bersama istrinya yang dinikahinya belum lama di dalam bunker, Eva Braun.<br />
<b><br />
Masa kecil</b><br />
Adolf Hitler dilahirkan di Gasthof zum Pommer, sebuah penginapan di Braunau am Inn, Austria, dekat Jerman pada 20 April 1889 sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Ayah Adolf Hitler, Alois Hitler (1837–1903), merupakan seorang pegawai kantor bea cukai. Sedangkan ibunya, Klara Pölzl (1860–1907), adalah istri ketiga Alois. Keluarga Hitler berpindah pindah dari Braunau am Inn ke Passau, Lambach, Leonding, dan Linz. Hitler kecil merupakan pelajar yang baik pada waktu bersekolah pada sekolah menengah pertama (elementary school). Namun pada kelas enam, tahun pertamanya di sekolah menengah atas (high school), ia gagal dan harus mengulang kelas. Hitler kelak menyatakan bahwa kegagalan itu disebabkan pemberontakan atas ayahnya, yang menginginkan Adolf Hitler mengikutinya berkarir sebagai pegawai bea cukai. Adolf Hitler berkeinginan menjadi seorang pelukis dibandingkan mengikuti jejak ayahnya. Setelah Alois meninggal pada 3 Januari 1903, tidak ada perkembangan berarti dalam pendidikannya di sekolah. Pada usia 16, ia keluar dari sekolah tanpa gelar apapun.<br />
<br />
<b>Awal masa dewasa</b><br />
Dari tahun 1905, Hitler menjalani kehidupan Bohemian di Wina dengan dukungan dari ibunya. Ia ditolak dua kali oleh Akademi Seni Wina (1907–1908). Pada 21 Desember 1907, ibu Hitler meninggal karena kanker payudara pada usia 47 tahun. Diperintahkan oleh pengadilan Linz, Hitler memberikan bagiannya atas pensiun ayahnya (sebagai anak yatim) kepada saudara perempuannya Paula. Ketika dia berumur 21, ia memperoleh warisan dari seorang bibinya. Hitler berjuang sebagai pelukis di Wina, menyalin gambar dari kartu pos dan menjual lukisannya pada turis. Setelah ditolak untuk kedua kalinya pada sekolah seni, Hitler kehabisan uang. Pada 1909, ia hidup di penampungan untuk tunawisma. Hitler menerima bagian terakhir dari kekayaan ayahnya pada bulan Mei 1913 dan pindah ke Munich. Kepindahan Hitler ke Munich juga membantunya menghindar dari wajib militer di Austria tetapi tentara Austria akhirnya berhasil menangkapnya. Setelah pemeriksaan fisik, Hitler dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk menjalani wajib militer dan diizinkan kembali ke Munich. Tetapi, ketika Jerman memasuki kancah Perang Dunia I pada Agustus 1914, Hitler mengajukan petisi kepada Raja Ludwig III Bavaria untuk mengizinkannya bertugas dalam resimen Bavaria. Petisi ini dikabulkan, dan Adolf Hitler tercatat dalam ketentaraan Bavaria.<br />
<br />
<b>Perang Dunia I</b><br />
Hitler bertugas di Perancis dan Belgia dalam Resimen Cadangan Ke-16 Bavaria, mengakhiri perang sebagai Gefreiter (setara dengan prajurit kepala dalam ketentaraan Inggris dan Amerika pada waktu itu). Ia terlibat dalam sejumlah pertempuran besar di Front Barat, termasuk Pertempuran Ypres, Pertempuran Somme dan Pertempuran Passchendaele. Pertempuran Ypres (Oktober 1914), yang dikenal di Jerman sebagai Kindermord bei Ypern (Pembantaian atas Orang Tak Bersalah), mengorbankan sekitar 40.000 orang (antara sepertiga hingga setengah) dari sembilan infantri yang ada terbunuh dalam dua puluh hari, dan kompi Hitler sendiri berkurang dari 250 menjadi 42 orang pada Desember. Hitler dua kali memperoleh bintang jasa atas keberaniannya. Ia menerima bintang jasa Iron Cross, Kelas Kedua pada 1914 dan bintang jasa Iron Cross, Kelas Pertama pada 1918, sebuah kehormatan yang jarang diterima oleh seorang Gefreiter. Namun karena staf resimen berpikir Hitler kurang memiliki kecakapan memimpin, ia tidak pernah dipromosikan menjadi Unteroffizier (setara kopral Inggris). Sejarahwan yang lain mengatakan ia tidak dipromosikan karena ia bukan berkewarganegaraan Jerman. Pada 15 Oktober 1918, Hitler dikirim ke rumah sakit lapangan, karena mengalami kebutaan sementara akibat serangan gas mustard.<br />
<br />
<b>Nazi</b><br />
Hitler kemudian berkecimpung secara langsung dalam politik dan menjadi pengurus Partai Buruh Jerman (bahasa Jerman: Deutsche Arbeiterpartei/DAP) pada bulan Juli 1921. Hitler menggunakan kebolehan berpidatonya untuk menjadi ketua partai. Dia kemudian menukar nama DAP menjadi Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei (NSDAP) atau partai Nazi.<br />
<br />
Pada tahun 1929 NSDAP menjadi pemenang mayoritas dalam pemilihan umum di kota Coburg, dan kemudian memenangi pemilu daerah Thüringen. Presiden Jerman masa itu, Paul von Hindenburg akhirnya melantik Hitler sebagai Kanselir.<br />
<br />
<b>Masa Pemerintahan</b><br />
Pada masa pemerintahannya sebelum Perang Dunia II. Hitler memerintah dengan menetapkan pemerataan ekonomi, meningkatkan lapangan pekerjaan dan sarana sarana umum serta proyek-proyek umum. Salah satu sumbangannya dalam dunia otomotif adalah usulannya untuk membuat kenderaan murah yang dijangkau oleh rakyat Jerman yang akhirnya diwujudkan dalam bentuk mobil Volkswagen (VW).<br />
<br />
Pada Juni 1934, di malam yang dikenali sebagai Malam Pisau Panjang (bahasa Jerman: Nacht der langen Messer) Hitler membunuh semua penentangnya dalam partai Nazi yakni Roehm dan para pemimpin SA (Sturm Abteilungen). Hitler juga menyalahkan komunisme dan Yahudi atas situasi ekonomi yang buruk dan berhasil meraih dukungan militer dengan melaksanakan politik pembangunan peralatan militer Jerman. Hitler menyalahkan, menyerang, dan membunuh orang komunis dan Yahudi karena Hitler memiliki dendam pada orang - orang komunis dan Yahudi. Dendam yang masa hidupnya.<br />
<br />
<b>Hitler dan Teori Darwin</b><br />
Teori Darwin telah memasuki benak Hitler, bahkan meresap sampai ke tulang sumsum. Hal ini amat terasa dalam bukunya Mein Kampf (Perjuanganku). Ia menyamakan ras non-Eropa sebagai kera.<br />
Dari dalam dirinya tumbuh ‘kekuatan’ yang mendapat inspirasi dari teori Darwin bahwa untuk mempertahankan hidup manusia harus bertarung. Ia menerjemahkan impiannya dengan menyerang Austria, Cekoslowakia, Perancis, Rusia, dll. Malah terbersit nafsu menguasai seluruh dunia. Ia melansir konsep eugenetika yang menjadi dasar pijakan pandangan evolusionis Nazi. Eugenetika berarti ‘perbaikan’ ras manusia dengan membuang orang-orang berpenyakit dan cacat serta memperbanyak individu sehat. Sehingga menurut teori itu, ras manusia bisa diperbaiki dengan meniru cara bagaimana hewan berkualitas baik dihasilkan melalui perkawinan hewan yang sehat. Sedangkan hewan cacat dan berpenyakit dimusnahkan.<br />
Tak lama setelah berkuasa, Hitler menerapkan teori itu dengan tangan besi. Orang-orang lemah mental, cacat, dan berpenyakit keturunan dikumpulkan dalam ‘pusat sterilisasi’ khusus. Karena dianggap parasit yang mengancam kemurnian rakyat Jerman dan menghambat kemajuan evolusi, maka atas perintah rahasianya, dalam waktu singkat mereka semua dibabat habis.<br />
<br />
Masih dalam eforia teori evolusi dan eugenetika, Nazi menghimbau muda-mudi berambut pirang bermata biru yang diyakini mewakili ras murni Jerman biar berhubungan seks tanpa harus menikah. Pada 1935, Hitler memerintahkan didirikannya ladang-ladang khusus reproduksi manusia. Di dalamnya tinggal para wanita muda yang memiliki ras Arya. Para perwira SS (Schutzstaffel) sering mampir ke sana buat mesum dengan dalih eugenetika. Para bayi yang lahir kemudian disiapkan menjadi prajurit masa depan ‘Imperium Jerman’.<br />
Menurut Charles Darwin, karena ukuran tengkorak manusia membesar saat menaiki tangga evolusi, maka di seluruh Jerman dilakukan pengukuran buat membuktikan tengkorak bangsa Jerman lebih besar dari ras lain. Mereka yang tak sebesar ukuran resmi, begitupun yang gigi, mata, dan rambut di luar kriteria evolusionis langsung dihabisi.<br />
<b><br />
Perang Dunia II dan Kejatuhan</b><br />
Pada September 1939, Hitler menyerang Polandia dengan serangan taktik blitzkrieg (serangan darat, udara secara kilat) mencapai kejayaan yang mengejutkan musuh dan jenderalnya sendiri. Serangan terhadap Polandia menyebabkan musuh-musuhnya Inggris dan Perancis menyatakan perang terhadap Jerman, dengan itu dimulailah Perang Dunia II.<br />
<br />
Pada masa Perang Dunia II, pihak Inggris dipimpin oleh Sir Winston Churchill yang menggantikan Arthur Neville Chamberlain yang jatuh akibat skandal serbuan Nazi ke Polandia 1939, Perancis yang dipimpin oleh Jendral Gamelin yang saat itu ditunjuk sebagai komando tertinggi sekutu gagal menahan serangan kilat Jerman ke Belgia dan Perancis, Perancis akhirnya dipimpin oleh Jenderal Charles de Gaulle yang memimpin pasukan perlawanan Perancis pada masa Pemerintahan Vichy, serta bantuan Amerika Serikat yang dipimpin Jendral Eisenhower sebagai panglima mandala di Eropa meskipun sebelumnya Amerika Serikat enggan terlibat pada perang yang sebelumnya dianggap sebagai perang Eropa itu.<br />
<br />
Setelah lama berperang dan setelah mengalami kekalahan di setiap medan pertempuran, Hitler menyadari bahwa kekalahan sudah tidak dapat dielakkan. Awal kekalahan Hitler adalah saat menggempur Kota Kursk Uni Soviet dengan Operasi Citadel, kekuatan Jerman terdiri dari 800.000 infanteri, 2.700 tank lapis baja, 2.000 pesawat tempur dan dipimpin oleh Jenderal Erich Von Manstein dan Jenderal Walther Models sedangkan kekuatan Uni Soviet terdiri dari 1.300.000 infanteri, 3.600 tank, dan 2.400 pesawat tempur. Rencana serangan ini telah diketahui secara detail oleh intelejen Uni Soviet yang berada di Switzerland. Stalin pun langsung memerintahkan tentaranya untuk membangun pertahanan kuat di kawasan Kursk. Di pertempuran inilah banyak sekali tank - tank andalan Jerman dan Uni Soviet hancur, diantaranya Tank Tiger, Panther, Elefant (Jerman) dan Tank T-34, SU -152, dan KV -1. Jerman mengalami pukulan mematikan di Stalingrad serta Serangan pukulan sekutu di Normandia dan gagal dalam Ardennes Offensive, yaitu serangan balasan yang dilakukan tentara jerman atau Wehrmacht dan beberapa divisi panzer yang masih tersisa dipimpin Jenderal Mantauffel pada saat musim salju untuk merebut kembali Kota Antwerp di Belgia. Serangan ini berlangsung secara terseok - seok dan berakhir gagal karena kurangnya pasokan logistik dan bahan bakar untuk Panzer dari Jerman sehingga banyak panzer yang masih "Fresh from the Oven" seperti tank Tiger dan Panther teronggok di pinggir jalan karena kehabisan solar.<br />
<br />
Hitler yang menyadari kejatuhannya sudah dekat kemudian mengawini wanita simpanannya Eva Braun, kemudian bunuh diri bersama-sama pada 30 April 1945. Jasadnya dibakar agar tidak jatuh ke tangan musuh.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8707257497816595839.post-78652884639548362642011-04-13T22:09:00.000-07:002011-10-20T04:23:21.741-07:00Bukan Surga; Cuma Lembah Bernama Ramma.<div style="text-align: right;"><div style="text-align: center;"><i>Postingan ini telah dipindahkan ke:</i></div><div style="text-align: center;"><i><a href="http://chengxplore.blogspot.com/2011/10/bukan-surga-hanya-lembah-bernama-ramma.html">Bukan Surga, Hanya Lembah bernama Ramma</a></i></div></div>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8707257497816595839.post-45133324271582851762011-04-13T05:01:00.000-07:002011-04-13T05:01:01.139-07:00Belajar dalam Paradigma Kritis<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: right; margin-left: 1em; text-align: right;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgfAFpTrMlPd-MMREwjooJaBxrqDXsDCf3jVQb7Rb2SMmjVj3gaEFHcX-SjN3i97iop3arIXbUehnWKHINsNKEyyhJAhL80c0hKylHBFbR6AK0d24TvvzGzOHuEfNYRsJY6Y5wt5xY3G0Ud/s1600/kritis.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgfAFpTrMlPd-MMREwjooJaBxrqDXsDCf3jVQb7Rb2SMmjVj3gaEFHcX-SjN3i97iop3arIXbUehnWKHINsNKEyyhJAhL80c0hKylHBFbR6AK0d24TvvzGzOHuEfNYRsJY6Y5wt5xY3G0Ud/s320/kritis.jpg" width="292" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kritis : Ilustrasi</td></tr>
</tbody></table>Setiap praktek pendidikan dimanapun adanya, tentu tidak akan terlepas dari paradigma yang dipakai dalam sistem pembelajarannya. Kaum penjajah misalnya tentu mempunyai paradigma pendidikan yang disesuaikan dengan cita-cita dan tujuan mereka, sehingga dalam praksis pendidikan mereka sangat tidak diinginkan lahirnya pemahaman kritis, sebab hal itu akan sangat berbahaya bagi eksistensi mereka. Di negara kita pun dapat kita jumpai berbagai macam cara pandang (paradigma) yang dipakai oleh berbagai macam lembaga pendidikan yang sangat berbeda-beda. <br />
<b><br />
Beberapa Paradigma Dalam Pendidikan </b><br />
Sebuah penggolongan paradigma secara sederhana oleh Henry Giroux dan Aronowitz yang membaginya pada tiga kelompok yaitu konservatif, liberal & kritis. Bagi paradigma konservatif ketidak sederajatan masyarakat merupakan suatu hukum keharusan alami yang mustahil bisa dihindari. Pendidikan tidak perlu bersusah payah untuk memperjuangkan perubahan social karena mereka yang bodoh, menderita, miskin, dsb adalah akibat dari kesalahan mereka sendiri, atau mungkin juga sudah takdir Tuhan. Institusi pendidikan adalah sebuah alat untuk melanggengkan hubungan yang tidak sederajat ini. Paradigma ini biasa dipakai kaum penjajah atau kaum feodal yang "kolot". <br />
<br />
Paradigma liberal lebih moderat, menurut mereka memang ada masalah di masyarakat tetapi pendidikan tidak ada kaitannya dengan persoalan politik dan ekonomi masyarakat. Tradisi individualisme dan pengutamaan terhadap prestasi, keunggulan, kemampuan akademik adalah crri-ciri mereka, dengan penekanan pada aspek kompetitifnya. Mungkin kategori inilah yang saat ini dipraktekan oleh pendidikan nasional kita, dengan fenomena banyaknya sekolah-sekolah unggulan, iming-iming beasiswa, hingga sistem belajar CBSA dll. Berbeda dengan paradigma diatas adalah paradigma kritis yang baginya pendidikan harus menciptakan sikap kritis terhadap sistem dan dominan sebagai pemihakan terhadap rakyat kecil dan tertindas untuk menciptakan sebuah sistem social baru yang lebih adil. Termasuk dalam kategori paradigma ketiga inilah konsep-konsep yang diajukan oleh Paulo Freire sebagai bentuk advokasi nyata pada rakyat tertindas dan terdzalimi. <br />
<br />
<b>Tinjauan Filosofis Eksistensi Manusia </b><br />
Manusia hanya akan mengada didalam dunia apabila ia menjadi subyek. Manusia dilahirkan tidak seperti hewan yang hanya ada "di dalam dunia" tenggelam bersama dunia, beradaptasi dan tergantung pada lingkungannya. Manusia ada "bersama dunia", ia mengada secara aktif dan mampu mengatur dunia, selalu berhubungan dengan dunia secara kritis. Dan hanya dengan demikianlah ia disebut sebagai manusia sebenarnya. Walaupun pemikiran semacam ini juga membawa dampak fatal seperti yang dialami Nietsche yang akhirnya berkesimpulan "God is Dead", maka kita harus kesampingkan akibat negatif yang terlalu berlebihan ini.<br />
<br />
Posisi manusia sedemikian adalah sebagai Das Sollen yang seharusnya dimiliki manusia. Ternyata realitas berbicara lain. Murid sebagai manusia seharusnya diposisikan sebagai subyek dalam proses pendidikan dan bukan obyek. Dalam artian murid tidak harus menerima begitu saja kebenaran dari guru yang dipaksakan, dan murid tidak boleh dianggap bodoh secara mutlak. <br />
<br />
<b>Sistem Pendidikan Kita </b><br />
Dunia kampus merupakan harapan besar kita agar tercipta sebuah proses pendidikan kritis yang mampu menciptakan suasana dialogis dalam arti yang sebenarnya tidak dalam situasi hegemonis dan dominatif seperti yang banyak terjadi dalam praktek pendidikan pada umumnya. Sangat menarik dalam hal ini bila kita mengutip pendapat Azyumardi Azra yang mengatakan bahwa hingga saat ini sistem dan metode yang banyak dipakai di IAIN adalah lebih banyak mengikuti pada pendidikan gaya bank (The Banking Concept of Education) yang kurang memberi kesempatan pada pengembangan kualitas mahasiswa secara maksimal. Pola komunikasinya lebih bersifat satu arah dengan guru sebagai figure sentral.<br />
<br />
Ciri-ciri konkret pendidikan gaya bank adalah : 1. Guru mengajar, murid diajar, 2. Guru mengetahui sesuatu dan murid tidak mengetahui apa-apa, 3. Guru berpikir dan murid dipikirkan, 4. Guru bercerita dan murid patuh mendengarkan, 5. Guru menentukan peraturan dan murid diatur, 6. Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menyetujui, 7. Guru berbuat,murid membayangkan dirinya berbuat melalui perbuatan gurunya, 8. Guru memilih bahan pelajaran, murid tanpa diminta pendapatnya menyesuaikan diri dengan pelajaran itu, 9.guru mencampur adukkan kewenangan ilmu pengetahuan dan jabatannya yang dilakukan untuk menghalangi kebebasan murid, 10. Guru adalah subyek dalam proses belajar dan mengajar, murid hanya obyek belaka. Penempatan murid seperti ini jelas tidak sesuai dengan kodrat manusia yang terlahir sebagai subyek yang harus mengada ke dunia secara bebas.<br />
<br />
Sebagai solusi dalam mengatasi penindasan yang telah masuk dalam lapangan pendidikan ini Freire menawarkan konsep pendidikan hadap masalah (Problem Possing) sebagai jalan keluar. Konsep ini menempatkan guru dan murid sebagai subyek dalam sebuah proses pendidikan. Dan realitas dunialah yang dijadikan obyek. Tujuan pendidikan sebagai tabungan harus diganti dengan penghadapan pada masalah-masalah manusia dalam hubungannya dengan dunia. Kini pendidikan bukanlah lagi sebuah proses transfer ilmu dari guru dan murid, sebab keduanya kini bersama-sama dalam suasana dialogis membuka cakrawala realita dunia. <br />
<br />
Dialog merupakan sarana yang harus ada dalam proses ini. Sehingga pendidikan menjadi tanggung jawab bersama guru dan murid. Proses dialog inipun tidak boleh menjadi proses yang hegemonis dan dominatif yang berpihak pada guru, namun haruslah menjadi sebuah motivasi munculnya kesadaran-kesadaran kritis baik dari guru ataupun murid khususnya. Sehingga proses ini akan senantiasa merefleksikan antara pengalaman murid dan guru. Di sini guru menyajikan pelajarannya kepada murid sebagai bahan pemikiran mereka dan menguji kembali pemikirannya terdahulu ketika murid mengemukakan hasil pemikirannya sendiri. Peran pendidik disini adalah bersama-sama dengan murid menciptakan pengetahuan sejati yang tidak bersifat dogmatis. Murid disini diusahakan dapat mengungkapkan segala sesuatu dengan bahasa mereka, pendapat mereka, sebagai sebuah proses yang selalu menjadi dan belum selesai. Karena manusia adalah makhluk yang terus manjawab tantangan realitas dunia agar ia dapat mengada dengan sejati, dan bukan diatur, ditentukan atau didikte orang lain. <br />
<br />
Konsep yang kedua ini tentu akan menghasilkan murid yang mampu memandang dengan kritis terhadap dunia, mampu berpikir bebas yang dengan demikian akan berpandangan optimis terhadap dunianya. Sebaliknya pendidikan gaya bank akan menghasilkan murid-murid yang berpandangan fatalis terhadap dunianya. Ia akan menjadi orang bentukan yang harus tunduk pada aturan-aturan yang sesungguhnya bisa jadi diciptakan segelintir manusia demi kepentingan mereka.<br />
Belajar efektif <br />
<br />
Idealnya para mahasiswa (murid) harus dilibatkan secara aktif dalam proses pendidikan dalam arti yang komprehensif. Sejak penyusunan kurikulum, penentuan proses pengajaran, bahkan guru yang yang tidak disenangi seharusnya tidak bisa dipaksakan untuk mengajar. Dengan demikian proses pendidikan merupakan tanggung jawab bersama dan bukan monopoli para "penguasa" pendidikan. Karena boleh jadi apa yang disampaikan kepada murid tidak sesuai dengan kebutuhan mereka. Para siswa di kampung nelayan misalnya mereka tidak lagi perlu belajar cara penanaman padi yang baik, sistem irigasi dsb. Mereka lebih butuh pada bagaimana cara menangkap ikan yang efektif. <br />
<br />
Kalaulah demikian paradigma yang kita pakai maka murid juga harus secara aktif mengada dalam kapasitasnya sebagai subyek dalam pendidikan. Maka diperlukan cara belajar yang tidak lagi menghafal, mengulang apa saja yang dikatakan dosen, seperti robot yang diisi informasi. Sebaliknya mahasiswa harus secara aktif mencari apa yang akan dijadikan kajian, bagaimana pendapat saya, dan saya tidak harus mengekor pendapat orang, termasuk guru.Walaupun tidak berarti kita menolak kebenaran. <br />
<br />
Diakui atau tidak, bentuk pendidikan kritis cenderung untuk disalah artikan pada tataran negatif. Demi alasan demokratis, kebebasan intelektual dan seribu alasan lain, ada yang lalu seolah menghalalkan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan norma yang masuk dalam lingkungan akademis kita. Sungguh amat disayangkan jika dengan alasan yang suci mereka melakukan hal-hal yang tidak pantas. Pola berpikir kritis tidak harus meninggalkan kehormatan kita pada kaum intelektual (guru), almamater, atau siapa saja yang seharusnya pantas untuk dihormati. <br />
<br />
Pengirim :Syafaat Setiawan, S.Ag / Pengajar Fiqih SMU Bakti Mulya 400Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8707257497816595839.post-22852082837105425412011-04-13T04:09:00.000-07:002011-04-13T04:09:00.744-07:00Mengenal Fidel Castro<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgoWFhBfSYaI5uPP0a2r9K8cq-J0N2NqSkr7vWWz1KyINEbMezS7104ZhT9FkmE2pH8f2eZmHx_V01KAgw0MXvlUNjLbLAbmQEyc5onMxLYgJMgN2tjiW7SQt2iHTTMnSLWx958RjwLiR5H/s1600/fidel-castro.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgoWFhBfSYaI5uPP0a2r9K8cq-J0N2NqSkr7vWWz1KyINEbMezS7104ZhT9FkmE2pH8f2eZmHx_V01KAgw0MXvlUNjLbLAbmQEyc5onMxLYgJMgN2tjiW7SQt2iHTTMnSLWx958RjwLiR5H/s1600/fidel-castro.jpg" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Fidel Castro</td></tr>
</tbody></table>Fidel Alejandro Castro Ruz (lahir 13 Agustus 1926) adalah Presiden Kuba sejak 1976 hingga 2008. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Perdana Menteri atas penunjukannya pada Februari 1959 setelah tampil sebagai komandan revolusi yang gagal Presiden Dewan Negara merangkap jabatan sebagai Dewan Menteri Fulgencio Batista pada tahun 1976. Castro tampil sebagai sekretaris pertama Partai Komunis Kuba (Communist Party of Cuba) pada tahun 1965 dan mentransformasikan Kuba ke dalam republik sosialis satu-partai. Setelah tampil sebagai presiden, ia tampil sebagai komandan Militer Kuba. Pada 31 Juli 2006, Castro menyerahkan jabatan kepresidenannya kepada adiknya, Raúl untuk beberapa waktu.<br />
<br />
Pada tahun 1947, ia ikut dalam upaya kudeta diktator Republik Dominika Rafael Trujillo dan lari ke New York (Amerika Serikat) karena adanya ancaman akan dihabisi lawan politiknya. Setelah meraih doktor di bidang hukum pada 1950, ia memprotes dan memimpin gerakan bawah tanah anti-pemerintah atas pengambil-alihan kekuasaan lewat kudeta oleh Fulgencio Batista pada 1952. Tahun 1953, ia memimpin serangan ke barak militer Moncada Santiago de Cuba, namun gagal. Sebanyak 69 orang dari 111 orang yang ambil bagian dalam serbuan itu tewas dan ia dipenjara selama 15 tahun.<br />
<br />
Setelah mendapatkan pengampunan dan dibebaskan pada 15 Mei 1955, ia langsung memimpin upaya penggulingan diktator Batista. Perlawanan ini kemudian dikenal dengan Gerakan 26 Juli. Pada 7 Juli 1955, ia lari ke Meksiko dan bertemu dengan pejuang revolusioner Che Guevara. Bersama 81 orang lainnya, ia kembali ke Kuba pada 2 Desember 1956 dan melakukan perlawanan gerilya selama 25 bulan di Pegunungan Sierra Maestra.<br />
<br />
Di luar Kuba, Castro mulai menggalang kekuatan untuk melawan dominasi Amerika Serikat dan bekas negara Uni Soviet. Setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, cita-cita dan impiannya mulai diwujudkan dengan bertemu Hugo Chávez di Venezuela dan Evo Morales dari Bolivia.<br />
<br />
Menjelang hari ulang tahunnya ke-80 yang jatuh pada 13 Agustus 2006, ia menyerahkan tampuk kepemimpinannya untuk sementara waktu kepada adiknya. Praktis, Raúl merangkap jabatan, yakni sebagai Presiden Kuba dan Menteri Pertahanan Kuba. Penyerahan kekuasaan ini merupakan pertama kali sejak ia memerintah Kuba pada 1959. Castro juga meminta perayaan ulang tahunnya yang ke-80 ditunda sampai 2 Desember 2006. Padahal, pesta meriah selama empat hari di jalan-jalan utama Havana sudah disiapkan, termasuk konser megah dari musisi dan penyanyi Amerika Latin.<br />
<br />
Kesehatan Castro sempat menurun setelah jatuh ketika berpidato pada 2004. Waktu itu, lutut kiri dan lengan kanannya terluka.<br />
<br />
Pada 19 Februari 2008, lima hari sebelum mandatnya berakhir, Castro menyatakan tidak akan mencalonkan diri maupun menerima masa bakti baru sebagai presiden atau komandan angkatan bersenjata Kuba. Jabatannya digantikan oleh adiknya, Raul Castro.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8707257497816595839.post-36951631758327343042011-04-12T00:40:00.000-07:002011-04-12T00:40:33.997-07:00Manfaat Masturbasi<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhDj-7oJXMXXGFiCMkb5jzIPXLRJOuWdmuJuz5uiTJipdpFeNvx-Kl65bAtew5AqbEc4BpYL1A7e-ifzXpRdzIlwLfFI_gniwLfEthZSMVWFVVPMwNC26kkLQRMWA6dZuEW3ezrdyS5NcLt/s1600/orgasme.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhDj-7oJXMXXGFiCMkb5jzIPXLRJOuWdmuJuz5uiTJipdpFeNvx-Kl65bAtew5AqbEc4BpYL1A7e-ifzXpRdzIlwLfFI_gniwLfEthZSMVWFVVPMwNC26kkLQRMWA6dZuEW3ezrdyS5NcLt/s320/orgasme.jpg" width="320" /></a></div>Pada abad 18 dan 19, ada pandangan yg menyebutkan bahwa masturbasi terkait dengan menurunnya kemampuan tubuh secara umum. Masturbasi juga dikatakan menurunkan daya penglihatan, mengganggu sistem saraf, dan sebagainya.<br />
<br />
Alex McKay, koordinator riset pada Sex Information and Education Council, Kanada memberi komentar bahwa banyak orang merasa bersalah gara-gara melakukan masturbasi: "Alasannya, seks itu harus dilakukan demi reproduksi dan masturbasi melenceng dari tujuan itu...memang ada perbedaan pandangan di antara para profesional dari berbagai disiplin mengenai masturbasi."<br />
<br />
Dan memang benar, ada psikolog yang mengatakan bahwa masturbasi itu bentuk egoisme. Sementara ahli yang lain mengatakan, masturbasi itu tidak sesuai dengan ajaran agama.<br />
<br />
Bagi pasangan yang sudah menikah, kegiatan ini bermanfaat. Terutama bagi mereka yang sedang berjauhan dari pasangan karena masalah tertentu karena pekerjaan misalnya.<br />
<br />
<b>Berikut beberapa manfaat masturbasi:</b><br />
<ul><li>Merangsang kemampuan fantasi</li>
<li>Membuat seseorang menjadi makin nyaman dengan seksualitas mereka.</li>
<li>Bakal luar biasa bila dilakukan bersama pasangan.</li>
<li>Membantu kita memahami reaksi-reaksi tubuh sendiri yang berguna bagi kegiatan seksual bersama pasangan Memelihara aliran darah di pelvic dan memperkuat otot kelamin.</li>
<li>Membantu melepas stres</li>
<li>Kadang-kadang dapat melepaskan ketegangan bagi wanita yang sedang mengalami menstruasi</li>
<li>Yang jelas tidak menyebabkan kehamilan, aman.</li>
<li>Gairah seksual yang menggelegak dan berlangsung lama pada pria biasanya menyebabkan nyeri yang biasa disebut "blue balls". Karena itu masturbasi membantu melepaskannya.</li>
</ul><br />
Sebaliknya, ada beberapa masalah yang bisa timbul gara-gara masturbasi, antara lain:<br />
<ul><li>Bagi para lelaki, keseringan masturbasi menyebabkan abrasi kulit. Dapat diatasi dengan menggunakan pelicin atau pelumas seperti jeli.</li>
<li>Tentu saja menghabiskan waktu. Beberapa anak muda bahkan melakukan masturbasi beberapa kali sehari.</li>
</ul>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8707257497816595839.post-55500175835699982132011-04-11T20:51:00.000-07:002011-04-11T20:51:55.769-07:00Ular Gaul Juga AdaKawan-kawan sudah pasti tau dengan ustadz gaul, siapa dia?<br />
Entahlah, segaul-gaulnya ustadz itu, dia akan tampak biasa saja, jika ada ular gaul. Apakah beneran ada? Yaiyalah, ada dong. Kira-kira ular gaul ini bisa mengalahkan popularitas ustadz gaul gak yah? <span style="font-size: large;"><b style="color: red;">Tuliskan pendapat kamu disini yah</b></span>???<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh65D1V_dCvZcnny7Jk_gOEpKRYEsFwYNRRC_WoklGPL443BIAvYsl5BHK12vK2W5DYqDMG2GxPfRVhAgNHGmaCvePmxbpkJNAY8QFmqucCzkX_9qnuD13uP18ttIm8DbVFGYsjC7f6WTsK/s1600/ular+gaul.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh65D1V_dCvZcnny7Jk_gOEpKRYEsFwYNRRC_WoklGPL443BIAvYsl5BHK12vK2W5DYqDMG2GxPfRVhAgNHGmaCvePmxbpkJNAY8QFmqucCzkX_9qnuD13uP18ttIm8DbVFGYsjC7f6WTsK/s1600/ular+gaul.jpg" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Ular Gaul</td></tr>
</tbody></table>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8707257497816595839.post-72027550064063238572011-04-11T20:47:00.000-07:002011-04-11T20:47:52.796-07:00Hipnotis; Gambar ini Mungkin Bisa Menghipnotis Kawan.<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEim0OfMmOuMJUXWCAcjSEADYEnsW1RD5bSe50bIBEnonmFP-DtLLYNA2loHKxsnLTPqEQ_rog6WxJGdu2TGeaiVHYI3xgmdb-2PIdVoBaHDYWY4lS7GMt1vSEZIGpM2S8LZ1Sqkk6hChUtD/s1600/hipnotis.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEim0OfMmOuMJUXWCAcjSEADYEnsW1RD5bSe50bIBEnonmFP-DtLLYNA2loHKxsnLTPqEQ_rog6WxJGdu2TGeaiVHYI3xgmdb-2PIdVoBaHDYWY4lS7GMt1vSEZIGpM2S8LZ1Sqkk6hChUtD/s1600/hipnotis.jpg" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Hipnotis</td></tr>
</tbody></table><br />
Senang dunia hipnotis? atau sama sekali tidak tahu tentang hipnotis? atau mungkin kawan-kawan memiliki pengalaman di dunia hipnotis? sebagai korban, saksi atau malah pelaku?.<br />
<br />
Berhati-hatilah karena bila anda melihat gambar dibawah ini jiwa dan pikiran kawan akan mengikuti alam bawah sadar anda. Hypnosis atau hipnotis merupakan sebuah metode yang telah diakui di USA sejak tahun 1958, yaitu metode klinis untuk mengatasi berbagai permasalahan emosional.<br />
<br />
Dewasa ini beberapa Universitas di USA telah membuka program Diploma maupun Doctoral dibidang Hypnosis. Inilah yang membedakan bahwa Hypnosis di Negara maju telah menjadi sebuah materi pembelajaran yang disusun berdasarkan hasil-hasil riset klinis, serta telah disempurnakan seiring dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, fenomena Hypnotism sebenarnya sama sekali tidak berhubungan dengan Magic ataupun Mistik, tetapi fenomena tersebut diteliti sebagai suatu kondisi seseorang dimana perhatiannya lebih terfokus dan pikiran bawah sadarnya (Sub-Concious Mind) bekerja lebih maksimal.<br />
<br />
Berikut beberapa gambar yang bisa membuat pandangan kita terhipnotis dan seolah-olah berubah padahal gambar ini merupakan gambar statis atau diam. Udah siap gue tes gan? Okey, sekarang Persiapkan Mental dan Jiwa Anda Lalu KONSENTRASI.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSGgH0Qpe3LoV-uXD3-SZr7CLMlHAtaetFubxc4xl5Qidc-ZkQrZqVPV064h3kB1C7HpggB-yurOu5oeDR9d-NG6rzvo2pYtsIpvXsJ-ZIWsyRICzw-gttQs1IhwHHJbFBG8KadADA22YY/s1600/hipnotis+01.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSGgH0Qpe3LoV-uXD3-SZr7CLMlHAtaetFubxc4xl5Qidc-ZkQrZqVPV064h3kB1C7HpggB-yurOu5oeDR9d-NG6rzvo2pYtsIpvXsJ-ZIWsyRICzw-gttQs1IhwHHJbFBG8KadADA22YY/s320/hipnotis+01.jpg" width="320" /></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1JPBWpnNe6uB7gJ4qMVZFSz9m7ZZicY2TrsNbriE-cZ6m893SCTodd57HN7jNmZAw2-xJ0v7qR9iamGgFNxfuuDIHA1s794nJSEShIfIPraZ729HT3Wcuan13D_HBl3JvnqF1h6roOwas/s1600/hipnotis+02.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="160" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1JPBWpnNe6uB7gJ4qMVZFSz9m7ZZicY2TrsNbriE-cZ6m893SCTodd57HN7jNmZAw2-xJ0v7qR9iamGgFNxfuuDIHA1s794nJSEShIfIPraZ729HT3Wcuan13D_HBl3JvnqF1h6roOwas/s320/hipnotis+02.jpg" width="320" /></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUL_NlQ_Awho-lapSf1xtKKHehzBbiluJFZsBfMyoS6TFxnarFkjVE9jBqqGTQIyz7J9S5XAtYAx1xFLxcyhOgmfS1N9FvJZonDqsxR7IrShq2bIHA1dpTJO_pQuiI_xHklWWk7munliez/s1600/hipnotis+03.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUL_NlQ_Awho-lapSf1xtKKHehzBbiluJFZsBfMyoS6TFxnarFkjVE9jBqqGTQIyz7J9S5XAtYAx1xFLxcyhOgmfS1N9FvJZonDqsxR7IrShq2bIHA1dpTJO_pQuiI_xHklWWk7munliez/s320/hipnotis+03.jpg" width="320" /></a></div><br />
Apakah gambar di atas kelihatan bergerak???<br />
Saya juga tidak yakin dengan gambar ini, apakah memang bergerak atau pikiran kita yang membuatnya kelihatan bergerak. Kata temen, kalau gambar di atas keliahatan berputar, maka itu artinya kejiwaan kita terganggu alias gila.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1Wgz2NUa_C8D62GNGMYXzBC4pHEYZIdLU0upQanqRGW_FEUH4eQYEVUETjQSDVSB5GTAgpQ7I1pFi7_shqM46l-baTzxY_7H7I9YMiFs55l8o0TWF2_eI_QP_Q8C6VzhYADjvd4fuseKo/s1600/hipnotis+04.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1Wgz2NUa_C8D62GNGMYXzBC4pHEYZIdLU0upQanqRGW_FEUH4eQYEVUETjQSDVSB5GTAgpQ7I1pFi7_shqM46l-baTzxY_7H7I9YMiFs55l8o0TWF2_eI_QP_Q8C6VzhYADjvd4fuseKo/s320/hipnotis+04.jpg" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSRS9OLN_Y7tnDw9Xt5a_REuSWZbzDNeGe7HFJ2LowCtYg0vv-y-LGwE9JgbAxWyw4Ebeu0H1-uxkZrjRiZAgSGwrrTmxkErN6VxybC5G0UtGij_L70rSQWOWCifwK3wpcYFIfOEQsICB0/s1600/hipnotis+05.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="317" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSRS9OLN_Y7tnDw9Xt5a_REuSWZbzDNeGe7HFJ2LowCtYg0vv-y-LGwE9JgbAxWyw4Ebeu0H1-uxkZrjRiZAgSGwrrTmxkErN6VxybC5G0UtGij_L70rSQWOWCifwK3wpcYFIfOEQsICB0/s320/hipnotis+05.jpg" width="320" /></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIUn3sQjHnX092BJWZSnl30IfwmSOy5SJmL5wzzPX_ljtMTjefVFQzGMn9thSJeadXfEyOzxI-6ozbbi5R4ZYkQVhiruUqChNOmZZ19rJM9nQSDLpH6aAjySmtL6PZU_aHCVJ1YDN5S6vN/s1600/hipnotis+06.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIUn3sQjHnX092BJWZSnl30IfwmSOy5SJmL5wzzPX_ljtMTjefVFQzGMn9thSJeadXfEyOzxI-6ozbbi5R4ZYkQVhiruUqChNOmZZ19rJM9nQSDLpH6aAjySmtL6PZU_aHCVJ1YDN5S6vN/s320/hipnotis+06.jpg" width="320" /></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5OqbUK333WXLMbjLEZR6c0qWf2vBgUmvgdDxWo8ar-hQUtbZ3CUDDy_sDtC_L03FI5Yg2NUHW_KQuIlf38BdE8lDz8u-d8UeybWC9vFOiBXeIOPlN94Gqlk5pcfLufUBbTXjt_UgUAljI/s1600/hipnotis+07.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5OqbUK333WXLMbjLEZR6c0qWf2vBgUmvgdDxWo8ar-hQUtbZ3CUDDy_sDtC_L03FI5Yg2NUHW_KQuIlf38BdE8lDz8u-d8UeybWC9vFOiBXeIOPlN94Gqlk5pcfLufUBbTXjt_UgUAljI/s1600/hipnotis+07.jpg" /></a></div><br />
Bisakah kamu menghitung berapa jumlah titik hitam pada gambar di atas???<br />
Coba perhatikan dengan seksama, dan berusahalah menghitungnya, jika berhasil maka bolehlah bersombong diri sebagai orang jenius. Jadi gak usah sok menghitung bintang segala. ;))<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGKWG_Y3li4IWq8niUV8WxqvejAi2r2UXLY-0_GbhJZYsvyrJMSEWk9TkXR_JpcCvBMGGcFPBmki53b1LHTjDLTYV0uX4ZZLVM-izBdr48cfyKzx-nsWFmP1H0DPWZEh9DE5OCgnIbNdJ_/s1600/hipnotis+08.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="319" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGKWG_Y3li4IWq8niUV8WxqvejAi2r2UXLY-0_GbhJZYsvyrJMSEWk9TkXR_JpcCvBMGGcFPBmki53b1LHTjDLTYV0uX4ZZLVM-izBdr48cfyKzx-nsWFmP1H0DPWZEh9DE5OCgnIbNdJ_/s320/hipnotis+08.jpg" width="320" /></a></div><br />
Gambar di atas ini, menurut kawan, bisa menunjukkan apakah kita ini tipe orang yg melow. Silahkan diperhatikan, apakah tulisan di atas benar-benar bergerak?. Demikianlah hipnotis. Menarik Bukan?Unknownnoreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-8707257497816595839.post-44115341338009854642011-04-11T07:03:00.000-07:002011-04-11T07:03:06.755-07:00Dilema Ruang Publik Dalam Demokratisasi<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxItK59WwsdTBGyYiqT1MlqR3-S4WXFonFjb2_Y0TWAzgfm0gRTIfBJyKhkh8Y7pV7I2-ULEU2u-SZ5IK-teq1cHQ5PMgRrLYShcmCkGHpSQ9eLI0pYfokKKFxL0aAjGHDZEVYeVbpuiWs/s1600/public-space.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxItK59WwsdTBGyYiqT1MlqR3-S4WXFonFjb2_Y0TWAzgfm0gRTIfBJyKhkh8Y7pV7I2-ULEU2u-SZ5IK-teq1cHQ5PMgRrLYShcmCkGHpSQ9eLI0pYfokKKFxL0aAjGHDZEVYeVbpuiWs/s1600/public-space.jpg" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Public Space</td></tr>
</tbody></table>Oleh Caroline Paskarina *) <br />
<br />
Politik Wacana dalam Politik Ruang Pasca-Orde Baru Wacana mengenai ruang publik sebenarnya <br />
bukanlah hal baru dalam konteks hubungan negara dengan rakyat. Wacana ini mulai berkembang sejalan dengan meluasnya gagasan tentang demokratisasi dan civil society yang menekankan pentingnya peran serta masyarakat dalam pembuatan kebijakan. Dalam konteks ini, ruang publik diartikan sebagai suatu ruang tempat warga negara mengembangkan dirinya secara maksimal dalam segala aspek kehidupan, bidang ekonomi atau bidang lainnya. Ruang publik pada prinsipnya terlepas dari campur tangan negara, ataupun dari berbagai kekuatan yang bersifat koersif. “Kebebasan” ini dimaksudkan agar ruang publik dapat memainkan peran sebagai arena berlangsungnya diskusi yang terbuka antarwarga negara.<br />
<br />
<br />
Namun, pada kenyataannya, konsepsi ruang publik ternyata tidak netral tapi rentan dengan interpretasi negara. Akibatnya, keberadaan ruang publik kemudian tereduksi menjadi sekedar alat untuk menjustifikasi dan melanggengkan kekuasaan rezim penguasa. Pada praktiknya, rezim penguasa dapat mempertahankan kekuasaan melalui 4 cara, yakni dengan cara memaksa, “membeli”, memobilisasi, dan memanipulasi. Memaksa dilakukan dengan media militer yang digunakan sebagai alat negara untuk menekan masyarakat agar tunduk dan patuh pada kehendak negara; “membeli” dilakukan dengan membangun konglomerasi para pemilik modal yang dibantu oleh negara; memobilisasi dilakukan dengan strategi korporatisme negara; dan memanipulasi dilakukan dengan menggunakan wacana.<br />
<br />
Keempat strategi ini diterapkan oleh penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya. Pada masa Orde Baru misalnya, keempat strategi ini dilakukan oleh rezim Suharto untuk menjustifikasi, mempertahankan, dan melanggengkan kekuasaannya. Karenanya, tidaklah mengherankan bila negara kemudian menjadi pusat dari seluruh praktik kepemerintahan. Ideologi pembangunan yang dipakai sebagai dasar berjalannya negara didefinisikan dan diinterpretasikan oleh rezim penguasa sebagai pertumbuhan ekonomi yang digandengkan dengan pendekatan keamanan. Peran militer menjadi sangat penting untuk mempertahankan stabilitas nasional sehingga negara membentuk sejumlah lembaga represif untuk melakukan pemantauan terhadap kehidupan sosial politik masyarakat sekaligus mengamankan kekuasaan pusat.2 <br />
<br />
Dalam bidang ekonomi, pemerintah Orde Baru sejak awal menyandarkan legitimasinya sebagian besar pada kemampuan untuk memajukan kesejahteraan sosial dan ekonomi rakyat Indonesia yang sangat besar jumlahnya. Karena itu, ideologi pembangunan diidentikan dengan pertumbuhan ekonomi yang mengarah pada modernisasi. Negara memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya kaum pemilik modal melalui pinjaman-pinjaman luar negeri untuk mendorong proses industrialisasi di Indonesia sehingga lahirlah pola konglomerasi di kalangan pemilik modal. <br />
<br />
Sementara untuk meredam sikap kritis dari kelompok-kelompok masyarakat, digunakan mekanisme korporatisme negara3 di mana negara mengendalikan kepentingan-kepentingan yang berkembang dalam masyarakat dengan menerapkan prinsip pluralisme terbatas. Dalam korporatisme negara, keberadaan organisasi masyarakat diatur, ditentukan, bahkan diciptakan oleh pemerintah sendiri. Aspek pengendalian menjadi penting bagi kelangsungan perkembangan organisasi masyarakat tersebut. Pengendalian dan intervensi pemerintah umumnya bersifat exclusionary, yaitu mengucilkan atau tidak mengakui keberadaan organisasi masyarakat yang kepentingannya dianggap bertentangan atau membahayakan kepentingan pemerintah. Dengan demikian, partisipasi masyarakat dalam politik umumnya diarahkan untuk aktivitas-aktivitas yang ditentukan oleh rezim dan organisasi-organisasi yang didukungnya. Partisipasi politik yang otonom sulit untuk berkembang karena ditentukan oleh mentalitas dari penguasa, yang umumnya didominasi oleh elit-elit militer, birokrat, dan politisi yang terkooptasi atau partai-partai politik pro-rezim4. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa model partisipasi yang diterapkan adalah partisipasi yang terkontrol, baik dalam hal ruang partisipasinya maupun sarana partisipasinya.<br />
<br />
Upaya pelanggengan kekuasaan Orde Baru juga dilakukan melalui strategi manipulasi wacana. Melalui strategi ini, negara menggunakan bahasa sebagai media untuk melakukan transfer ideologi dan relasi kekuasaan. Negara mengontrol pendefinisian dan pemaknaan terhadap seluruh produk berbahasa. Masyarakat tidak memiliki cukup akses untuk memperoleh informasi seputar penentuan kebijakan. Masyarakat pun tidak banyak diberi peluang untuk memperoleh informasi dari sumber-sumber alternatif di luar sumber-sumber yang dikontrol penguasa. Kebijakan mengenai informasi apa yang bisa dan perlu dikonsumsi oleh publik, secara dominan ditentukan oleh rezim penguasa. <br />
<br />
Dalam era reformasi pasca-Orde Baru, upaya pelanggengan kekuasaan masih tetap dilakukan oleh rezim penguasa. Hanya saja strategi yang dipakai sekarang adalah strategi manipulasi wacana karena sejalan dengan perubahan konfigurasi kekuasaan terjadi pula perubahan dalam pilar-pilar penopang Orde Baru. Peran militer semakin berkurang sejalan dengan meluasnya tuntutan penghapusan peran politik militer, partisipasi masyarakat mulai meluas, sumber daya finansial negara menyusut akibat KKN. Menyusutnya kekuatan ketiga strategi tersebut menempatkan wacana menjadi alat mempertahankan kekuasaan yang relatif halus. Pertarungan wacana menjadi alat untuk merefleksikan pertarungan kepentingan-kepentingan politik dalam relasi kekuasaan. Karena itu, konsep ruang publik menjadi relevan sebagai arena berlangsungnya pertarungan wacana tersebut.<br />
<br />
Permasalahannya, konsep ruang publik yang berasal dari demokrasi liberal lebih terfokus pada dimensi prosedural sehingga yang dipentingkan adalah tersedianya ruang yang sebanyak mungkin bagi pertarungan wacana. Namun siapa aktor yang mengisi atau memiliki akses ke dalam ruang tersebut tidak dipermasalahkan. Akibatnya, mereka yang dapat bertarung dalam ruang-ruang publik hanya dari kalangan elit yang memiliki sumber daya, baik finansial maupun pengetahuan. Karenanya, keberadaan ruang publik justru menjadi dilema bagi perkembangan demokrasi lokal. Padahal jargon yang selalu dikemukakan adalah bagaimana memperluas ruang publik. Maka pertanyaan yang harusnya kita antisipasi adalah apakah perluasan ruang publik dapat mendorong partisipasi massa atau sebaliknya mengukuhkan dominasi elit ? Selanjutnya, bagaimana memperluas ruang publik yang populis ? <br />
<br />
<b>Ruang Publik sebagai Arena Pertarungan Wacana</b><br />
Konsepsi ruang publik sebagai arena pertarungan wacana berkembang dalam praktik demokrasi deliberatif. Demokrasi deliberatif mendasarkan asumsinya pada tindakan komunikatif dalam bentuk pertarungan wacana. Arena tempat berlangsungnya pertarungan wacana inilah yang disebut dengan ruang publik. Oleh karena itu, dalam konsepsi ini, ruang publik tidak diartikan secara fisik tetapi merupakan ruang sosial (social space) yang dihasilkan oleh tindakan komunikatif. Ruang publik menjadi tempat bagi terbentuknya opini publik yang merefleksikan isu-isu yang berkembang dalam tataran elit maupun massa5. Pembentukan opini publik melalui debat publik akan memiliki kekuatan (communicative power) untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang secara formal dilakukan melalui mekanisme perwakilan. <br />
<br />
Kemampuan mempengaruhi tersebut dilakukan melalui opini publik yang terbentuk dari diskursus publik. Dengan demikian, kekuatan pengaruh dari deliberasi yang berlangsung dalam ruang publik terletak pada bagaimana isu-isu dibentuk, didefinisikan, dan dipublikasikan, yang artinya merupakan bagian dari proses kontestasi diskursus dalam debat publik. Dalam proses ini, masing-masing pihak saling bertukar argumen rasional untuk mempengaruhi pihak lain sehingga preferensi seseorang terhadap suatu isu dapat diubah sampai akhirnya terbentuk kesepakatan atau konsensus. <br />
<br />
Pada hakikatnya, pembentukan ruang publik dapat dilihat dari munculnya wacana alternatif yang mampu menandingi wacana utama (main discourse). Relasi kekuasaan yang dominatif terefleksikan dalam produksi dan reproduksi kuasa yang masuk dalam ruang kultural, yakni tempat wawasan dan makna dikomunikasikan dalam berbagai wacana yang saling berkompetisi. Wacana tandingan merupakan bentuk perlawanan terhadap dominasi penguasa yang dipertahankan melalui struktur teks, pilihan kosakata, dan gramatika yang membentuk pemaknaan terhadap suatu realitas politik. <br />
<br />
Untuk mengukur ketersediaan ruang publik, terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap pertarungan wacana yang berlangsung dalam ruang publik untuk memperoleh gambaran bagaimana suatu wacana tandingan (counter discourse) dibuat dan ditampilkan6. Pemaknaan terhadap wacana yang muncul, baik wacana utama maupun wacana tandingan dianalisis dengan mengacu pada konteksnya, yakni konteks sosial7, yakni bagaimana produksi dan reproduksi wacana tentang suatu fenomena dihubungkan dengan struktur sosial dan pengetahuan yang berkembang dalam masyarakat lokal, termasuk juga dengan aspek-aspek budaya politik lokal, seperti praktik kekuasaan, nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan setempat. Konteks pertarungan wacana inilah yang akan menjelaskan proses produksi dan reproduksi makna dari suatu wacana. <br />
<br />
<b>Mewaspadai Perluasan Ruang Publik</b><br />
Perluasan ruang publik berkaitan erat dengan kemampuan seluruh elemen masyarakat untuk memproduksi wacana tandingan untuk melawan hegemoni wacana utama. Wacana tandingan tidak akan dapat terbentuk bila pertarungan wacana berlangsung secara tidak seimbang di mana penguasa menentukan bagaimana suatu isu dibentuk, didefinisikan, dan dipublikasikan. Proses deliberasi ini rentan dengan dominasi elit karena hanya kelompok elitlah yang memiliki akses untuk membentuk, mendefinisikan, dan mempublikasikan isu-isu. <br />
Dengan demikian, perluasan ruang publik jangan hanya dimaknai sebagai penambahan ruang-ruang bagi berlangsungnya pertarungan wacana, tapi juga bagaimana isu-isu yang akan mengisi ruang publik itu dibentuk dan dimaknai. Substansi ruang publik adalah ketersediaan informasi publik yang berhak diakses oleh seluruh elemen masyarakat. Jenis informasi yang menjadi hak publik adalah informasi publik yang secara resmi dimiliki lembaga-lembaga negara, perusahaan negara, ataupun pemerintah lokal.8 Berdasarkan batasan ini, setiap informasi yang menyangkut penyelenggaraan pemerintahan secara umum maupun khusus, termasuk kebijakan publik dan pelaksanaan urusan-urusan internal institusi pemerintah merupakan informasi resmi yang berhak diketahui oleh publik. Aksesibilitas terhadap informasi-informasi tersebut akan menjadi dasar bagi praktik tata pemerintahan yang bertanggung jawab karena publik dapat turut mengawasi jalannya pemerintahan. Perluasan ruang publik harus disertai dengan perluasan akses publik terhadap informasi-informasi tersebut.<br />
<br />
Ditinjau dari aktor pelontar wacana, perluasan ruang publik perlu diantisipasi dari kemungkinan dominasi elit dalam produksi dan reproduksi wacana. Dalam era reformasi yang ditandai dengan kebebasan, termasuk dalam hal aksesibilitas informasi, para aktor yang bertarung dalam ruang publik menjadi semakin beragam. Perluasan ini terutama didukung oleh semakin beragamnya media massa yang tersedia di mana media massa bisa berperan sebagai media penyelenggaraan hak publik untuk memperoleh informasi atau sebagai forum bagi pertarungan wacana seputar kebijakan-kebijakan yang menyangkut kepentingan umum. Akan tetapi, peranan media massa tidak dapat dilepaskan dari kepentingan akumulasi kapital sehingga informasi yang disajikan ataupun wacana publik yang diselenggarakan, memiliki kecenderungan terbatas hanya pada isu-isu permasalahan yang mempunyai nilai jual dan tidak bertentangan dengan kepentingan ekonomi institusi media massa yang bersangkutan.<br />
<br />
Kemunculan para aktor pelontar wacana menjadi sangat ditentukan oleh pertimbangan kepentingan ekonomi dari para pelaku media. Di satu sisi, kecenderungan ini dapat membatasi para aktor yang terlibat dalam ruang publik karena umumnya media massa akan lebih memilih memunculkan aktor-aktor yang telah dikenal publik meskipun isu yang dikemukakannya belum tentu mampu memberikan pencerahan bagi masyarakat. Padahal, aktor-aktor pelontar wacana yang telah dikenal publik umumnya adalah mereka yang telah berada dalam lingkaran elit, baik elit penguasa (governing elites) maupun elit strategis (strategic elites) sehingga dominasi elit menjadi sesuatu yang harus diwaspadai sejalan dengan meluasnya ruang publik. Elit menjadi aktor yang sangat berperan dalam melontarkan wacana sementara massa tetap berada di luar arena sebagai penonton yang tidak memiliki akses untuk terlibat dalam produksi dan reproduksi wacana. <br />
<br />
Di sisi lain, kepentingan ekonomi juga dapat mendorong media massa untuk memunculkan aktor-aktor baru yang mampu memberikan alternatif pandangan terhadap suatu isu. Kemunculan aktor-aktor baru yang belum masuk dalam lingkaran elit penguasa diharapkan mampu memberikan pemaknaan yang relatif terbebas dari kepentingan pelanggengan kekuasaan. Strategi pelaku media untuk memunculkan pelontar wacana yang tidak termasuk lingkaran elit penguasa ini juga dimaksudkan untuk memunculkan wacana alternatif yang dapat mengatasi kejenuhan masyarakat akan berita-berita politik dari perspektif yang sama sehingga proses deliberasi tidak terjebak dalam alur pertarungan argumentasi yang monoton.<br />
<br />
Perluasan ruang publik tentu saja tidak dapat dipahami sebagai proses yang netral karena di dalamnya akan selalu ada beragam kepentingan, baik dari level elit maupun massa. Terlepas dari kekurangan-kekurangan yang masih terdapat dalam proses deliberasi, kemunculan ruang publik yang difasilitasi oleh media massa, akademisi, dan LSM membawa dampak positif bagi pembelajaran politik publik. Berbeda dengan proses politik semasa Orde Baru yang serba tertutup, proses politik pada masa reformasi membuka celah bagi masyarakat untuk “mengintip” pertarungan kepentingan di balik gedung-gedung pemerintah. Masyarakat dapat belajar untuk memilih alternatif informasi yang paling diyakininya tanpa harus dipaksa meyakini kebenaran pemberitaan yang berasal dari satu sumber atau satu perspektif karena bagaimanapun, wacana-wacana yang berkembang sesungguhnya tidak menyediakan kebenaran melainkan konstruksi makna yang dapat diuji validitas klaimnya oleh siapa pun. <br />
<br />
<b>Penutup : Membangun Ruang Publik yang Populis</b><br />
Dominasi elit dan kapital dalam membangun wacana merupakan kecenderungan yang harus diwaspadai dari perluasan ruang publik. Bila kecenderungan ini tidak diantisipasi, maka perluasan ruang publik akan menjadi sia-sia karena masyarakat luas justru menjadi pihak yang tidak memiliki akses terhadap ruang publik tersebut sehingga ruang publik yang terbentuk bukan merupakan ruang publik yang otonom. Ketersediaan ruang publik menjadi lebih efektif untuk memunculkan wacana tandingan apabila diimbangi dengan perubahan struktural dalam masyarakat, terutama menyangkut hubungan antara elit dengan massa. Desain hubungan elit dan massa lebih diarahkan pada pola interaksi yang transaksionis dan bukan instruksionis. Karena itu, penggunaan bahasa, baik dari segi struktur maupun substansinya, harus membuka peluang bagi seluruh pihak untuk menguji validitas klaim yang diajukan pihak lain. <br />
<br />
Perkembangan media massa dapat dimanfaatkan sebagai media melakukan pendidikan politik yang kritis bagi masyarakat. Pengaruh kapitalisme dalam media massa memang tidak dapat dihindarkan, namun perkembangan tingkat pendidikan dan keberagaman arus informasi dapat membantu membentuk kerangka pikir masyarakat dalam memaknai suatu isu atau pesan. Karena itu, peran media massa, kalangan akademisi, dan LSM tidak ditempatkan sebagai penyedia kebenaran tapi lebih sebagai agen konstruksi pesan.<br />
<br />
Forum-forum dialog publik secara interaktif harus diperbanyak sehingga masyarakat dapat memiliki akses terhadap informasi alternatif. Pesan dibentuk secara bersama-sama antara pihak-pihak yang berkomunikasi serta dihubungkan dengan konteks sosial sehingga masyarakat dapat berperan lebih aktif dalam menginterpretasikan suatu pesan. <br />
<br />
<i>Tepi Cikapundung, Oktober 2005 </i><br />
<br />
<br />
<br />
1 Penulis adalah Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP UNIKOM dan Staf Peneliti pada Puslit Kebijakan Publik dan Pengembangan Wilayah Lembaga Penelitian UNPAD. <br />
2 Syaukani, dkk., Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002, hal. 127 – 141.<br />
3 Konsep korporatisme pertama kali diperkenalkan oleh Phillip Schmitter untuk menjelaskan fenomena ekonomi dan politik yang saling berkaitan. Korporatisme dapat diterapkan pada berbagai bentuk sistem politik, baik yang demokratis maupun yang otoriter. Dalam sistem politik yang demokratis, mekanisme pengaturan kepentingan yang berkembang dalam masyarakat umumnya diartikulasikan melalui organisasi masyarakat yang tumbuh secara otonom. Keberadaan organisasi masyarakat semata-mata mewakili kepentingan yang berkembang dalam masyarakat. Mekanisme ini dikenal dengan nama societal corporatism. Sementara dalam sistem politik yang otoriter, mekanisme pengaturan kepentingan dalam masyarakat diartikulasikan melalui organisasi-organisasi masyarakat yang dibentuk dan dikendalikan oleh negara yang disebut dengan mekanisme state corporatism (dalam Ignasius Ismanto. Korporatisme , Patrimonialisme, dan Internasionalisasi Kapital : Isu Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme . Artikel dalam Jurnal Analisis CSIS, No. 1 Tahun XXVIII, 1999, hal. 17).<br />
4 Juan Linz, dalam Fred I. Greenstein dan Nelson W. Polsby,Handbook of Political Science Vol.3. Addison-Wesley Publishing Company, 1975, hal. 271. <br />
5 John Dryzek, Deliberative Democracy and Beyond : Liberals, Critics, Contestations. Oxford : Oxford University Press. 2000, hal. 24.<br />
6 Analisis wacana (discourse analysis) merupakan jenis penelitian yang berfokus pada analisis struktur, strategi, dan proses produksi dan reproduksi makna texts dan talks yang dilakukan secara eksplisit dan sistematis. Texts berkaitan dengan struktur ekspresi dalam bentuk kata, susunan kata, atau susunan kalimat, sementara talks merupakan struktur ekspresi dalam bentuk audio (suara, ucapan, dan sebagainya). Akan tetapi, texts dan talks tidak hanya dianalisis dari aspek strukturnya (bentuknya) melalui perspektif semiotika, tetapi juga dianalisis dari proses dan konteks yang melatarbelakangi produksi dan reproduksi keduanya. Lihat lebih lanjut dalam Teun A. Van Dijk. “What Do We Mean by Discourse Analysis ?” Artikel Editorial dalam Discourse Studies An Interdisciplinary Journal for the Study of Text and Talk Volume 02 Issue 02 - Publication Date: 1 May 2000. Download dari www.discourse-in-society.org Sedangkan mengenai perspektif semiotika dapat dilihat dalam Panuti Sudjiman dan Aart van Zoest (eds). Serba-serbi Semiotika. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. 1992.<br />
7 Teun van Dijk, sebagaimana dikutip oleh Eriyanto. Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media Yogyakarta : LkiS. 2001, hal. 225, 271 – 274. <br />
8 Dedy N. Hidayat. Public Sphere dan Hak Memperoleh Informasi . Artikel dalam www.forum-inovasi.or.id <br />
<br />
<br />
<br />
KEPUSTAKAAN<br />
Charney, Evan. 1998. “Political Liberalism, Deliberative Democracy and the Public Sphere”. American Political Science Review Vol. 92 No. 1, March.<br />
Cooke, Maeve. 2000. “Five Arguments for Deliberative Democracy”. Political Studies, Vol. 48. <br />
Dryzek, John S. 2000. Deliberative Democracy and Beyond : Liberals, Critics, Contestations. Oxford : Oxford University Press.<br />
Eriyanto. 2001. Analisis Wacana. Yogyakarta : LkiS.<br />
Greenstein, Fred I. dan Nelson W. Polsby. 1975. Handbook of Political Science Vol.3. Addison-Wesley Publishing Company.<br />
Greiff, Pablo de. 2000. “Deliberative Democracy and Group Representation”. Social Theory and Practice Vol. 26 No. 3.<br />
Gutmann, Amy dan Dennis Thompson. 1996. Democracy and Disagreement. Cambridge : Harvard University Press.<br />
Habermas, Jürgen. 1981. The Theory of Communicative Action : Reason and the Rationalization of Society Vol. I Boston : Beacon Press.<br />
_____. 1996. Between Facts and Norms : Contributions to a Discourse Theory of Law and Democracy. Cambridge : MIT Press.<br />
Hardiman, F. Budi. 1993. Menuju Masyarakat Komunikatif : Ilmu, Masyarakat, Politik, dan Postmodernisme menurut Jürgen Habermas. Yogyakarta : Kanisius.<br />
Hidayat, Dedy N. Public Sphere dan Hak Memperoleh Informasi. Artikel dalam www.forum-inovasi.or.id<br />
Ismanto, Ignasius. 1999. Korporatisme , Patrimonialisme, dan Internasionalisasi Kapital : Isu Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme. Artikel dalam Jurnal Analisis CSIS, No. 1 Tahun XXVIII.<br />
Kim, Joohan. 1999. “Communication, Reason, and Deliberative Democracy”. Journal of Communication. <br />
Latif, Yudi dan Idi Subandy Ibrahim (eds.). 1996. Bahasa dan Kekuasaan : Politik Wacana di Panggung Orde Baru. Bandung : Mizan Pustaka. <br />
Mulyana, Deddy. 2001. Nuansa-nuansa Komunikasi : Meneropong Politik dan Budaya Komunikasi Masyarakat Kontemporer. Bandung : Remaja Rosdakarya.<br />
Palti, Elias Jose. 2001. “Recent Studies on the Emergence of a Public Sphere in Latin America”. Latin American Research Review Vol. 36 No. 2.<br />
Santoso, Anang. 2003. Bahasa Politik Pasca-Orde Baru. Jakarta : Wedatama Widya Sastra.<br />
Syaukani, dkk., 2002. Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.<br />
Van Dijk, Teun A. 2000. “What Do We Mean by Discourse Analysis ?” Artikel Editorial dalam Discourse Studies An Interdisciplinary Journal for the Study of Text and Talk Volume 02 Issue 02 - Publication Date: 1 May 2000. Download dari www.discourse-in-society.org.<br />
_____. 2002. “Political Discourse and Political Cognition”. Artikel. Download dari www.discourse-in-society.org.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8707257497816595839.post-33719516836944629012011-04-11T06:58:00.000-07:002011-04-11T06:58:32.223-07:00Arti Penting Sejarah; Pidato Pramoedya Ananta Toer pada peluncuran ulang Media Kerja BudayaPidato Pramoedya Ananta Toer pada peluncuran ulang Media Kerja Budaya, 14 Juli 1999 di Aula Perpustakaan Nasional. sumber: Jaringan Kerja Budaya.<br />
<br />
<br />
<i>Para hadirin yang terhormat,</i>Sebetulnya apa yang saya katakan dalam 10 tahun ini sudah sering saya katakan secara lisan. Sekarang saya sampaikan lagi secara lisan. Pertamakali tentang negara kita adalah negara maritim terdiri dari belasan ribu pulau tetapi mengapa diduduki oleh Angkatan Darat. Dari bupati kadang-kadang sampai kepala desa. Mengapa ini bisa terjadi . Ini adalah kesalahan historis. Kesalahan lain dengan kekeliruan. Kesalahan berasal dari sudah dari otak, kalau keliru itu adalah salah dalam pelaksanaan teknis.<br />
<br />
Kenapa terjadi kesalahan ini? Dalam abad ke 16 Indonesia dikuasai oleh Portugis. Portugis menamakan Indonesia, India Portugis. Portugis dihalau Belanda, menamakan Indonesia, Hindia Belanda. Kenapa kata Hindia dipergunakan? Karena dalam abad ke 16 itu dunia Barat mencari rempah-rempah. Dan rempah-rempah itu mereknya Hindia. Padahal asalnya dari Maluku dan Aceh (Sumatra) itu sebabnya terbawa-bawa terus nama India dan sampai sekarang pun kita belum pernah mengkoreksinya, nanti akan menyambung.<br />
Pada waktu Belanda menguasai Indonesia menjadi kekuasaan maritim di dunia. VOC ini, Serikat Dagang Belanda yang membangun imperium maritim terbesar di dunia dengan ibukotanya Batavia. Dan Batavia ini menyebabkan lahirnya Java-centrisme, semua diukur untuk kepentingan Jawa. Jadi VOC itu mengirimkan pembunuh keluar Jawa untuk menundukkan luar Jawa. Dari Luar Jawa membawa harta di bawa ke Jawa. Ini Perbuatan VOC. Tetapi kemudian VOC bangkrut, kapal-kapalnya pada tenggelam karena korupsi para pejabat, dengan mengangkuti barang-barang berlebihan. Bangkrut VOC, kemudian muncul pemerintah Hindia Belanda, karena sudah tidak mempunyai kekuasaan laut lagi.<br />
<br />
Pertahanan Hindia Belanda itu didasarkan pada pada pertahanan Darat. Dan pertahanan Darat dipertahankan sistemnya pada sekarang ini. Padahal sistem pertahanan Indonesia harus pertahananan laut. Salah satu bukti kelemahan pertahanan Darat untuk negara maritim. Pada tahun 1812, waktu Hindia Belanda dikurung oleh Inggris dari laut, dalam beberapa hari angkat tangan. Waktu diserang oleh Jepang pada 1942 dalam beberapa hari juga angkat tangan. Jadi kalau itu diteruskan sampai sekarang, itu bukan lagi kekeliruan, tetapi kesalahan. Persoalannya adalah keberanian untuk mengkoreksi kesalahan. Keberanian tidaknya itu terserah kepada angkatan muda yang belum terpakukan pada sebuah sistem.<br />
<br />
Sekarang ini kekeliruan pada waktu Hindia Belanda melaksanakan politik etik, yakni politk balas budi kepada Hindia, timbul organisasi-organisasi pribumi, di Belanda pun muncul organisasi mahasiswa dan terpelajar yang dipelopori oleh Sutan Kasayangan jumlahnya sangat sedikit. Karena yang terbanyak ke Belanda dari Indonesia adalah babu dan jongos. Ada organisasi kecil, sangat kecil. Makin banyak pelajar yang kesana dan kemudian buangan Indische Party, lantas timbul perhimpunan Indonesia. Dengan munculnya Perhimpunan Indonesia itu, pemuda dan buangan ini menemukan tanah air dan nation-nya. Bukan tanah air dan nation yang konkrit tetapi masih fiktif dan ini dinamakan Indonesia.<br />
<br />
Pada waktu itu nama Indonesia sedang populer. Dipopulerkan oleh Adolf Bastian orang Jerman. Sebetulnya yang menemukan nama ini orang Inggris, tetapi sekarang ini Saya lupa namanya sorry ya! Disini terdapat kekeliruan, bukan kesalahan. Karena nama Indonesia itu kepulauan Hindia. Bastian menggunakan kata Indonesia itu untuk etnographi. Karena itu pada persiapan kemerdekaan bagaimana wilayah dan penduduk Indonesia. Orang yang waktu ikut perhimpunan Indonesia adalah ras melayu, itu sesuai dengan ajaran Bastian. Jadi Maluku segala tidak masuk Indonesia, tetapi Malaya, Singapura masuk Indonesia. Tetapi ini dibantah oleh grup lain yang mengatakan Indonesia bukan persoalan etnographi, tetapi persoalan kesamaan dalam penjajahan, yaitu wilayah bekas Hindia Belanda, yang terakhir menang. Jadi nama Indonesia masih terbawa.<br />
<br />
Dan partai permulaan itu adalah PKI pada tahun 1923, setelah itu partai semua menggunakan nama Indonesia. Sebelumnya PKI namanya Partai Komunis en Hindia. Jadi di sini ada kekeliruan menggunakan nama Indonesia. Zaman Majapahit namanya Nusantara. Zaman Singasari lebih tua lagi Dipantara, Nusantara di antara dua benua. Jadi ada keberanian mengkoreksi atau tidak? Terserah.<br />
<br />
Kembali lagi kita ke masa lewat. Mengapa Belanda yang begitu kecil bisa menguasai Indonesia? Luas wilayahnya tidak lebih besar dari Jawa Barat. Karena politik kolonial Belanda adalah politik parternalisme. Karena Belanda itu pedagang, maka golongan menengah itu dibasmi. Golongan menengah pada waktu itu praktis terdiri atas pemilik kapal dan pedagang antar pulau dan internasional. Kapal-kapal mereka dihancurkan oleh kapal meriam Belanda di laut. Mereka terdesak ke pelabuhan-pelabuhan, terdesak terus ke pedalaman sampai kembali menjadi petani. Dan golongan menengah yang kosong ini diisi oleh orang-orang Tionghoa, itu history.<br />
<br />
Dalam politik paternalisme kolonial perkawinan antara kolonialisme dan feodalisme. Produk perkawinan itu begitu mendalamnya menghancurkan golongan menengah pribumi. Produk perkawinan antara kolonialisme dan feodalisme, adalah satu kelas khusus dalam masyarakat kelas ini pada zamannya dinamai priyayi. Priyayi ini yang melahirkan kemudian birokrasi kolonial. Karena sudah asal-usulnya demikian maka kita bisa menduga mentalnya demikian. Politik paternalisme ini merasuk dalam-dalam kehidupan, sehingga orang memanggil satu-samalain itu bapak atau saudara, padahal itu panggilan, sapaan yang hipokrit. Tidak ada hubungan apa-apa. Mengapa mesti memanggil bapak, memangnya sudah kawin sama dengan ibunya. Untuk mengguunting putus partenalisme itu, Bung Karno pernah menciptakan kata sapaan Bung. Dengan kata Bung orang yang dihadapi dianggap mandiri. Jadi sebaliknya kita menilai kembali penemuan Bung Karno, karena dengan sapaan itu orang dianggap mandiri. Pada waktu di Buru saya pernah dipanggil oleh Sersan Karo-Karo, ia berkata "bapak sudah tua, sudah saya anggap orang tua sendiri, lalu bak-buk saya dipukul." Saya ikut jengkel dengan persoalan paternalistik ini, karena sudah ikut mengalami pahitnya. Jadi, tadi saya sudah katakan Jawa sentrisme, VOC, kemudian Hindia Belanda juga mengirim pembunuh-pembunuhnya dari Jawa ke luar Jawa untuk mendudukkan luar Jawa, dan dari luar Jawa mengambil kekayaan ke Jawa. Pola ini berlangsung sampai sekarang. Itu sebabnya Bung Karno pernah berencana memindahkan Ibukota ke Palangkaraya. Tapi sebelum bisa melaksanakan muncullah yang namanya Harto. Saya pernah menerima seorang pustakawan Universitas Cornell nama Ben Abel, dia itu orang Dayak dari Palangkaraya. Saya tanya bagaimana hutan Palangkaraya, karena menurut Semaoen, pemikir perpindahan Ibukota ke Palangkaraya. Saya tanya ke Pak Semaoen, "Biayanya apa?" Pak Semaoen menjawab "Gampang saja untuk Indonesia, hutan Palangkaraya." Tapi Ben Abel yang datang ke rumah. Saya tanya, "Bagaimana hutan Palangkaraya?" Jawabnya "Gundul, sudah habis semua." Jadi hutannya habis ibukotanya tidak jadi pindah. Demikianlah kisah sedikit tentang Orde Baru.<br />
<br />
Sekarang terjadi gerakan separatis. Ada Aceh Merdeka, Papua Merdeka, segala macam Merdeka. Apa sebabnya demikian? Ini masih tetap dalam suatu kesalahan yang memenage Indonesia sebagai negara maritim oleh pendudukan Angkatan Darat. Kalau dimanage sebagai negara maritim, laut akan menghubungkan satu pulau ke pulau lainnya. Tapi dengan pendudukan Angkatan Darat memisahkan dari pulau satu dengan pulau lainnya. Ini salah satu kesalahan besar yang memudahkan terjadi disintegrasi Indonesia. Dan kemudian ini tugas angkatan muda untuk membenahi semua ini.<br />
<br />
Ada keberaniaan untuk membenahi jangan belagak pikun ya? Saya sendiri tidak setuju dengan federasi, tetapi otonomi luas, seperti juga diperingati Bung Karno "sekarang ini adalah abad campur tangan asing dan federasi memudahkan campur tangan asing". Apalagi tidak dimanage sebagai negara maritim, Saya masih pas dengan negara kesatuan, ya terserah itu pendapat pribadi Saya. Sekarang tentang demokrasi. Masalah kita adalah masalah demokrasi. Sumbernya adalah revolusi Perancis, seluruh dunia menimba dari revolusi Perancis, seluruh negara Barat negara-negara demokrasi. Tetapi apa yang diperbuat oleh negara-negara demokrasi di luar negerinya, penjajahan dan penghisapan. Jadi Demokrasi Barat tidak sepenuhnya demokratis. Itu baru demokratis kepentingan. Sebab dalam 300 tahun lamanya negara-negara Utara menjadi makmur karena dimakmurkan oleh negara-negara Selatan. Saya dalam keliling belakangan ini, melihat betapa indahnya hutan di Amerika Serikat dan Kanada, hutan dan kota berpeluk-pelukkan. Tapi apa yang diperbuat Amerika dan Kanada, hutan Indonesia dilumat menjadi kertas, bubur kertas.<br />
<br />
Banyak pembunuhan terjadi. Pembunuhan massal 1965-66, pembunuhan sampai sekarang ini dikecam juga oleh negara-negara Utara, tetapi siapa yang memasok senjata yang memungkinkan pembunuhan juga dari Utara. Bagaimana kita harus mengatakan? Itu sebabnya pada angkatan muda Saya serukan supaya siap-siap memasuki millenium ketiga dan mengubah kehidupan dan hubungan luar-negeri lebih manusiawi, buka seperti sekarang. Itu tugas angkatan muda sekarang, jangan pura-pura goblok. Karena demokrasi di Indonesia kalau bisa meraih kedaulatan manusia, kedaulatan pribadi. Karena kita ini masih hidup dalam budaya panutan. Budaya panutan itu biar satu orang yang berfikir yang lain ikut saja. Jadi belum dimulai budaya individual, masih budaya kelompok. Soekarno pernah mengatakan "setiap kemajuan diraih bukan oleh kelompok tetapi oleh individu" itu Soekarno yang mengatakan.<br />
<br />
Dan sebagai contoh budaya panutan ini, kita mengenal Suwardi Soerjaningrat menguba namanya Ki Hadjar Dewantara, bukan maksudnya merendahkan beliau, tetapi memproklamasikan diri pendeta perantara para dewa. Ini adalah budaya panutan. Jadi dia memproklamasikan diri untuk dianut oleh orang lain. Tetapi jeleknya budaya panutan kalau dalam keadaan kritis sang panutan hanya menjawab yang mengikuti yang menanggung. Itu jeleknya. Jadi ini supaya ditumbuhkan budaya individu, bukan budaya panutan, saya kira cukup jelas toh. Dan sekarang dalam kehidupan kita ini pertentangan Timur-Barat sudah tidak ada yang ada sekarang adalah Utara-Selatan. Ini saya minta menjadi pikiran, dan dicarikan jalan keluar, supaya hubungan Utara-Selatan lebih manusiawi, bukan seperti sekarang ini Saya kira cukup sekian dulu.<br />
Terimakasih Banyak.Unknownnoreply@blogger.com0