Buat kawan-kawan setia blog ini yang mau mendengarkan cerita dewasa dalam bentuk audio (suara cewek bos!) silahkan klik Disini Jangan lupa rajin-rajin berkunjung ke blog ane and jaga sikap kawan-kawan terhadap saudari-saudari kita. Cewek-cewek juga manusia gan. Dipergunakan untuk keperluan pribadi, TITIK

Selasa, 05 April 2011

Identitas Baju Bekas

Oleh Nuraini Juliastuti
 
Baju bekas tercatat ikut membentuk gaya subkultur anak muda yang khusus dan unik. Selain merefleksikan posisi keuangan anak-anak muda yang terbatas, ia juga menggambarkan gairah akan gaya pakaian-pakaian retro yang otentik dan tidak ada kembarannya. Jenis baju yang dijual di toko-toko baju bekas biasanya berjumlah terbatas atau malah hanya tersedia sebanyak 1 buah saja sehingga terkesan lebih personal. Efek personalitas ini yang tidak bisa didapat jika kita membeli baju di mall atau supermarket karena baju-baju yang dijual di sana rata-rata dibuat secara massal.

Selain memberi kesan lebih personal, dengan memakai baju-baju bekas, sejarah dan nilai-nilai lama yang dibawa oleh baju-baju tersebut seolah-olah dikosongkan atau dihilangkan karena dimaknai secara berbeda dan diberi nilai-nilai baru, serta diisi dengan sejarah baru.

Di Indonesia sendiri, kemunculan pasar baju bekas ini tidak berjalan merata. Pasar baju bekas di Sumatera, Batam, Kalimantan, dan Sulawesi misalnya, lebih dulu muncul daripada di Jakarta, Bandung, Yogya, Surabaya dsb. Toko baju bekas di sini lazim disebut dengan toko baju impor, karena memang baju-baju bekas itu asalnya dibawa dalam karung-karung besar dari pelabuhan. Jenis barang yang dijual di toko macam ini bermacam-macam, mulai dari kaos, hem, jaket, celana panjang, sampai selimut-selimut tebal dan bed cover. Harga barang-barang yang dijual di kota-kota yang dekat dengan pelabuhan biasanya lebih murah daripada di kota-kota lain.

Penampilan baju bekas kerap diidentikkan dengan kelompok bergaya traveller atau new age. Kaos bertumpuk-tumpuk, rompi bekas dengan beberapa lubang di sudut-sudutnya, sweater bekas, dan celana yang dijahit sendiri dari kain-kain perca. Mereka mempunyai anggaran yang terbatas untuk membeli pakaian, lagipula pakaian tidak menempati posisi penting dari eksistensi mereka. Sehingga bagi mereka pakaian pun bisa diwariskan dari kakak tertua ke adik dan saudara-saudara yang lain. Di Inggris, gaya pakaian bekas (second hand dress) ini banyak dipakai juga oleh kelompok indie dan para mahasiswa di tahun 1980-an dan 1990-an. Mereka biasanya memakai t-shirt bekas, jumper, atau jaket bekas dari kain wol.

Di Indonesia, konsumen terbesar baju-baju bekas adalah anak-anak muda. Tetapi anak-anak muda ini kadang bersikap malu-malu kalau ketahuan membeli baju bekas. Sikap malu-malu dari konsumen baju bekas di Indonesia ini juga didorong oleh respon sebagian besar masyarakat yang menganggap baju-baju bekas adalah sesuatu yang menjijikkan karena tidak jelas asal-usul sejarahnya, juga berkesan kumuh karena dibeli di tempat-tempat yang sempit penuh sesak dengan karung-karung isi baju bekas bertumpuk-tumpuk.

0 komentar:

Posting Komentar