Catatan berikut mungkin terlalu singkat untuk menjelaskan bagaimana representasi menghubungkan makna dan bahasa dalam kebudayaan.
Menurut Stuart Hall, ada dua proses representasi. Pertama, representasi mental. Yaitu konsep tentang ‘sesuatu’ yang ada di kepala kita masing-masing (peta konseptual). Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Kedua, 'bahasa', yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam 'bahasa' yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu.
Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan sistem 'peta konseptual' kita. Dalam proses kedua, kita mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara 'peta konseptual' dengan bahasa atau simbol yang berfungsi merepresentasikan konsep-konsep kita tentang sesuatu. Relasi antara 'sesuatu', ‘peta konseptual', dan 'bahasa/simbol' adalah jantung dari produksi makna lewat bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara bersama-sama itulah yang kita namakan: representasi.
Konsep representasi bisa berubah-ubah. Selalu ada pemaknaan baru dan pandangan baru dalam konsep representasi yang sudah pernah ada. Karena makna sendiri juga tidak pernah tetap, ia selalu berada dalam proses negosiasi dan disesuaikan dengan situasi yang baru. Intinya adalah: makna tidak inheren dalam sesuatu di dunia ini, ia selalu dikonstruksikan, diproduksi, lewat proses representasi. Ia adalah hasil dari praktek penandaan. Praktek yang membuat sesuatu hal bermakna sesuatu.
0 komentar:
Posting Komentar