Buat kawan-kawan setia blog ini yang mau mendengarkan cerita dewasa dalam bentuk audio (suara cewek bos!) silahkan klik Disini Jangan lupa rajin-rajin berkunjung ke blog ane and jaga sikap kawan-kawan terhadap saudari-saudari kita. Cewek-cewek juga manusia gan. Dipergunakan untuk keperluan pribadi, TITIK

Jumat, 08 April 2011

Terbelenggu Stuppid Disease

Di luar dugaan, kebanyakan orang-orang yang merasa dirinya pintar dan berpendidikan, ternyata justru paling sering menderita stuppid disease.

Tika adalah gadis single berusia 25 tahun, cantik, ramah, taat beribadah, dan terpelajar. Ia dikenal sebagai pribadi profesional, mandiri, dan cukup matang. Karirnya pun melejit bak meteor. Suatu saat hatinya terjerat oleh Andi, pria setengah baya yang telah beristri.Semula hanya sebuah persahabatan penuh simpati. Sampai akhirnya hubungan itu jatuh menjadi perselingkuhan.

Tika sadar, ia telah salah langkah. Kepada sahabat terdekat, ia mengaku merasa sangat berdosa. “Aku tahu ini salah. Tapi aku tak bisa mengingkari rasa cintaku,” keluhnya. Sahabatnya menasehati supaya Tika segera berhenti. Nuraninya pun sering mengetuk hatinya. Titik-titik kesadaran muncul, seolah menghardik Tika supaya segera keluar dari “kamar gelapnya”. Namun Tika menepis kesadarannya sendiri. Dari kesadaran bahwa apa yang dilakukannya salah dan berdosa, kini menjadi kesadaran bahwa dirinya berhak mendapatkan cinta seutuhnya.

Singkat cerita, Tika hamil. Ketika ia meminta Andi menceraikan istrinya dan menikahinya, pria itu menolak. Konflik mengeras, keduanya saling menyalahkan dan mengambil jarak. Orang tua dan sahabat-sahabat terdekat Tika tak habis pikir dengan sikapnya. Ia tetap tak mau melepaskan Andi. Ia makin membenci Andi. Namun setiap ingin menjauh, justru Tika merasa makin rindu. Ia masih sering bersusah-payah cari kabar tentang kekasih gelapnya itu. Padahal, setiap ingat Andi, hatinya serasa ditusuk-tusuk seribu jarum.

Begitulah, hari demi hari seiring dengan makin membesarnya bayi yang dikandung, Tika terjebak dalam kebuntuan. Otaknya yang encer terus memberitahunya bagaimana sebaiknya ia melangkah. Namun ada bisikan hati yang terus menggelendot di pundaknya, bahwa ia harus mempertahankan cintanya. Tika sedang terbelenggu stuppid disease!

Penyakit Goblok
Apa itu stuppid disease alias penyakit goblok? Stuppid disease didefinisikan sebagai ketidakberdayaan intelektual dan emosional dalam merespon permasalahan dengan semestinya, sehingga seseorang cenderung gagal mengambil keputusan yang tepat, dan cenderung melakukan kesalahan yang sama berulang-ulang. Penyakit goblok juga didefinisikan sebagai suatu kondisi di mana rasionalitas maupun emosi sebegitu dominannya, sehingga pola respon terhadap masalah yang mengejawantah sering kurang efektif, bahkan kontraproduktif.

Nah, apa tanda-tanda yang bisa menunjukkan bahwa seseorang sedang menderita penyakit goblok? Berikut adalah indikasinya:

1. Sadar Bermasalah
Orang bisa menghadapi berbagai macam keterbatasan atau kesulitan, hanya karena ia tidak menyadari bahwa dirinya sedang terbelit oleh persoalan tertentu. Karena merasa tidak ada masalah, maka ia menganggap segalanya akan berlangsung beres-beres saja. Jadi kesukaran timbul karena memang yang bersangkutan tidak ngeh bahwa memang sedang ada masalah.

Ini berbeda dengan orang yang kena penyakit goblok. Orang seperti ini biasanya cukup memiliki kesadaran bahwa ia memang sedang terbelit oleh sebuah masalah. Kadang masalahnya masih kabur, kadang sudah begitu jelas. Yang menarik, tak jarang terjadi bahwa orang ini ngeh ada masalah, namun secara sadar ia berusaha mengingkarinya. Dengan bersikap seperti itu, penderita penyakit goblok berharap masalah bisa hilang dengan sendirinya.

2. Masalahnya Jelas
Orang bijak bilang, “Jika Anda bisa mendefinisikan masalah itu, maka separuh jawabannya sudah tersedia”. Konon demikianlah yang umumnya berlaku. Namun berbeda sekali dengan situasi orang yang terjangkit penyakit goblok. Kata-kata bijak tersebut tidak serta merta berlaku. Orang-orang yang secara intelektual tidak diragukan kemampuannya ini, jelas tidaklah terlalu sulit memastikan apa masalah riil yang dihadapinya. Sungguh menarik bahwa ia bisa mendefinisikan masalahnya, mengetahui kira-kira apa faktor penyebabnya, bahkan kadang bisa memilah-milah faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhinya.

Secara pasti orang ini sadar dirinya bermasalah. Namun yang terjangkit penyakit ini adalah orang yang cenderung mengingkari realitas. Ia lebih yakin dengan “keadaan yang seharusnya terjadi” menurut keinginannya. Maka, sekalipun dia mampu memerinci permasalahannya, separuh jawaban yang tersedia dalam setiap persoalan itu seolah raib. Ada hal-hal non-rasional yang mengaburkan mata intelektualitasnya, sehingga di matanya tak pernah ada solusi yang bisa membuatnya sreg.

3. Emosi Kuat
Ciri khas lainnya adalah keterlibatan unsur emosi yang sangat kuat dalam pola pandang. Sayangnya, emosi yang terlibat bukanlah jenis emosi yang bisa membantu melihat suatu persoalan dengan lebih bijak, matang, dan dewasa. Para ahli mengakui peran Emotional Quotient (EQ) atau kecerdasan emosi dalam mendorong kesuksesan seseorang. Dorongan-dorongan emosional secara positif bisa membentuk suatu kematangan emosi dan ketajaman naluri sehingga menghasilkan pilihan-pilihan yang kreatif, cerdas, inovatif, dan penuh vitalitas. Keberadaan EQ dalam hal ini melengkapi atau mengisi kekosongan di ruang-ruang kecerdasan intelektual (IQ). Namun kuatnya unsur emosi dalam virus penyakit goblok mengakibatkan melemahnya kemampuan intelek si penderita, sehingga ia gagal berpikir secara jernih.

4. Jalan Buntu
Akibat hilangnya kemampuan memandang persoalan secara jernih dan bijaksana, maka tak heran jika penderita penyakit goblok sulit menemukan solusi yang tepat. Sesungguhnya jika dipaksa menuliskan permasalahannya dan mereka-reka solusinya secara simulatif (di atas kertas), si penderita akan dengan mudah menunjukkan kadar kecerdasannya. Ia pun bisa mendapatkan saran-saran dari orang-orang terdekat —bahkan dari ahli-ahli yang berkompeten— yang secara obyektif berpeluang membantunya mengatasi persoalan.

Namun jika tiba waktunya untuk mengambil keputusan dan aksi kongkrit, mulailah ia melihat banyak kekurangan dari setiap solusi. Orang luar akan dengan mudah melihat bagaimana sosok yang pintar ini, mendadak berubah jadi orang yang takut mencoba, takut ambil risiko, atau takut menghadapi hal-hal baru. Ia menghadapi jalan buntu, bersifat pasif, tidak mau keluar dari daerah aman, atau memilih menanggung risiko seperti yang pernah dialami sebelumnya.

5. Rela Menderita
Satu akibat serius dari penderita penyakit goblok adalah kesediaannya untuk merasakan penderitaan atau tekanan-tekanan psikologis, sebagai konsekuensi dari sikapnya untuk pasif menunggu, tidak berani mengambil keputusan, atau menyerahkan persoalan pada sang waktu. Karena siksa psikologis tersebut terjadi karena hasil pilihan sikap secara sadar, sering penderita penyakit goblok bisa “menikmati” penderitaannya. Artinya, ia rela menderita dan menganggap kondisi itu sudah merupakan risiko pilihannya. Tak mengherankan, penderita penyakit goblok ini lumayan tahan banting.

Sekalipun ada pilihan penyelesaian masalah, saran-saran, atau usulan-usulan yang sangat baik, namun bila hal-hal tersebut belum bisa menyentuh kembali kesadarannya, penderita lebih suka menghindarinya. Orang seperti ini bisa terlihat sangat logis dan rasional dalam mempertahankan keyakinannya yang keliru. Dan ia benar-benar bisa memilih menderita daripada meninggalkan keyakinannya. Pihak luar sering tidak sabar dengan kenaifannya, dan sering mengganggapnya sebagai orang yang berlaku konyol atau bodoh.

6. Kebodohan Berulang
Indikasi paling jelas dari penderita penyakit goblok adalah kecenderungannnya melakukan kekeliruan yang sama berulang-ulang. Ia bisa jatuh sakit secara fisik, merasa sakit secara psikologis, penuh keraguan, kekhawatiran, ketakutan, dan bingung harus melakukan apa. Ketika terbit niatan menyelesaikan masalah, begitu mudahnya ia mentok. Begitu niatan sudah lebih sungguh-sungguh, anehnya ia menjadi rentan dan begitu mudah tertarik ke situasi kegamangan sebelumnya. Saat ia berani mengambil keputusan dan melakukan tindakan konkrit, ia jadi mudah menyerah. Justru pada tahap seperti inilah akibat-akibat terparah dari penyakit goblok baru disadari. Ia selalu kembali ke titik nol dan merasa tak pernah berhasil mencapai kemajuan berarti.

7. Titik Kesadaran
Satu hal menarik yang bisa dilihat dari penderita penyakit goblok adalah adanya titik-titik kesadaran kecil dalam riak-riak permasalahannya. Orang lain bisa dengan mudah melihat orang ini punya kesadaran yang cukup untuk memahami persoalan lebih proporsional dan menerima realitas. Ini merupakan bekal vital bagi upaya penyelesaiannya. Hanya saja, titik-titik kesadaran kecil ini begitu rapuhnya, sehingga lebih sering tertelan oleh efek destruktif penyakit goblok yang makin akut. Jika penyakit ini menyerang dalam jangka waktu cukup lama, maka titik-titik kesadaran seperti ini akan timbul dan tenggelam.

Nah, bila si penderita sendiri atau orang-orang di sekitarnya yang bersimpati gagal menangkap sinyal ini, atau kemudian tidak menggunakannya sebagai titik awal upaya penyadaran secara menyeluruh, bisa dipastikan penderitanya akan jatuh dan jatuh lagi. Si penderita baru saja memasuki lingkaran setan yang tak bertepi.




* Edy Zaqeus dapat dihubungi di edzaqeus@hotmail.com.

0 komentar:

Posting Komentar