Menulis |
Apalagi yang dapat aku kata-katakan tentang buku dan dua macam kegiatan yang mengiringinya itu? Apakah aku harus terus mencari manfaat dari kegiatan membaca dan menulis hingga jumlahnya bertambah banyak, sebagaimana aku senantiasa mengawali kegiatan membaca dan menulisku dengan mencari dan mendapatkan manfaat?
Aku, misalnya, sudah bertemu dengan psikolog James W. Pennebaker. Aku juga sudah bertemu dengan neurolog Edward Coffey. Bahkan aku juga sudah bertemu dengan ahli linguistik Stephen D. Krashen lewat hasil-hasil penelitiannya yang terkait dengan buku dan kegiatan membaca-menulis. Semua yang kubaca hampir pasti menyatakan bahwa kegiatan baca-tulis itu sangat bermanfaat bagi pengembangan diri seseorang yang melakukannya.
Selain itu, aku juga sudah membaca banyak buku yang ditulis oleh para tokoh hebat yang mampu mengubah dunia. Buku-buku itu mengubah dunia lewat perubahan yang terjadi pada diri-diri para pembaca buku mereka. Misalnya, Karen Armstrong, penulis buku menyejarah, Sejarah Tuhan, telah mengubah diriku dalam menjalankan agamaku. Bahkan secara unik, Karen telah memasukkan kosakata ke dalam diriku yang teramat kaya berkaitan dengan bagaimana ku harus merumuskan Tuhan yang kuyakini ada. Karen jugalah yang mengajakku untuk menikmati kekayaan para penulis zaman dahulu lewat perjalanan panjang membaca teks yang dilakukannya yang, sungguh, sangat mengasyikkanku.
Aku juga telah mengenali sosok J.K. Rowling, Stephen King, Tony Buzan, Pramoedya Ananta Toer, Kuntowijoyo, Fatima Mernissi, Ali Syari`ati, Joyce Wycoff, Thomas Armstrong, Daniel Goleman, Stephen Covey, Ignas Kleden, Ratna Megawangi, Sindhunata, dan masih banyak lagi penulis "berkarakter" lewat tulisan-tulisan mereka. Tak terhitung serbuan pengalaman mereka yang dirumuskan dalam teks-teks yang "menggigit" yang memasuki tubuh dan jiwaku dan menyatu dengan diriku. Aku benar-benar merasakan perubahan yang terjadi di dalam diriku akibat "gizi teks" mereka yang menyerbu diriku.
Sungguh, aku menemukan banyak sekali makna. Makna-makna itu tampil dalam warnanya yang paling cemerlang dan kadang menyilaukanku. Makna itu tak hanya berhenti pada kata. Makna itu terus menyerbuku hingga membumbui kehidupan nyataku. Aku lalu dapat mengutarakan pengalaman mengesanku dalam bentuk yang komunikatif dan, mungkin, indah. Aku lantas tidak kehabisan kata ketika muncul sesuatu yang bergejolak dan menyentak di dalam diriku yang harus kutampakkan secara jelas. Lewat membaca dan menulislah diriku dapat kudeteksi perkembangan dan pertumbuhannya.
Apalagi yang aku cari dan ke mana lagi aku harus menuju berkaitan dengan buku? Apakah setelah aku menuliskan pengalamanku ini aku dapat menemukan sesuatu yang baru? Bukankah aku berkali-kali dibantu oleh kegiatan membaca dan menulisku untuk senantiasa siap dalam menerima hal-hal baru? Bukankah buku-bukuku yang kubaca mampu membawaku untuk terbang bebas dalam memandang dunia secara berbeda? Apalagi yang harus aku kata-katakan soal buku dan kegiatan membaca-menulis? Apalagi yang harus kutunjukkan kepada pembaca bukuku tentang kegiatan yang telah membawaku menuju dunia yang baru dan terus-menerus berubah?
Aku ingin bertanya kepada diriku sendiri. Apakah setiap hari aku memang hanya membaca buku dan menuliskan sesuatu? Apakah tidak ada kegiatan penting lain selain membaca buku dan menuliskan sesuatu? Mengapa harus buku dan kegiatan baca-tulis yang memenuhi kehidupanku? Tidakkah lebih baik mencari variasi kegiatan lain yang lebih kaya dan beragam ketimbang hanya menekuni dan fokus pada buku dan kegiatan baca-tulis? Apakah buku dan kegiatan baca-tulis benar-benar telah menjadikan aku sebagai manusia yang utuh dan memiliki sesuatu yang layak ditunjukkan kepada dunia?
Tidak mudah untuk menjawab pertanyan-pertanyan itu. Apa untungnya aku menjawab pertanyan-pertanyan seperti itu? Apakah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, aku lantas dapat menemukan sesuatu yang lain dan lebih hebat ketimbang kegiatan membaca dan menulis? Apakah ada pengganti yang lebih baik untuk memperkaya diri dengan ilmu ketimbang buku? Bagaimana aku meletakkan semua pertanyaan itu dalam masa-masa sekarang ini? Oh ya, apakah aku juga harus terus menggenjot kemampuanku untuk terus menulis buku dan buku lagi?
Aku tidak tahu. Aku sudah menulis buku sebanyak hampir belasan buku. Di dalam diriku, dan sebagian diriku yang telah kukeluarkan dari diriku dalam bentuk buku, kini masih ada lebih dari lima buku yang siap aku munculkan. Rasa-rasanya aku tidak kehabisan gagasan. Bahkan, aku heran, gagasan yang aku ambil dari kedalaman diriku ini tak pernah kering. Aku juga dimudahkan dalam mengalirkan gagasanku dalam bentuk yang benar-benar tidak terpotong-potong.Kadang, memang, aku menjumpai tulisanku yang tidak selesai alias baru separuh atau tiga perempat jadi.
Meskipun begitu, aku merasakan bahwa aku kini tak gampang kesal atau frustrasi dalam menerima keadaan yang menunjukkan bahwa tulisanku, ternyata, belum selesai. Aku malah kadang merasa dinyamankan jika sebuah gagasan yang ingin kukeluarkan belum dapat kutumpahkan semua. Aku merasakan bahwa diriku tidak dapat harus terus-menerus memenuhi hasratku. Aku harus mengerem keinginanku dan mengendapkan agar dapat kucicil lagi pada kesempatan lain. Mencicil adalah temuanku yang luar biasa dalam menerjuni dunia membaca dan menulis.
Mencicil sangat terkait dengan keberadaan otakku. Mencicil membuat hidup ini lebih dapat dinikmati dan kemudian menampakkan detailnya secara perlahan-lahan dan apa adanya. Sungguh, aku diteguhkan oleh Karen Armstrong ketika dia menunjukkan kepadaku bahwa aku harus berada dalam keadan yang senang dan toleran terhadap pikiran orang lain jika sebuah teks yang kubaca ingin menyampaikan makna kepadaku. Metode Karen yang hebat--berkaitan dengan prinsip membaca dan menuliskan teks--ini sungguh mengeluarkanku dari kegelapan.
Aku memang terasyikkan oleh buku autobiografi Karen, Menerobos Kegelapan. Aku menemukan kata-kata yang ditulis Karen di buku itu yang sangat menggugahku. Aku jumpai berkali-kali menuliskan bahwa hidupnya berubah, dirinya berubah, ada sesuatu yang berubah di dalam eksistensinya sebagai seorang penulis ketika dia bersentuhan dengan baik teks maupun pengalaman orang lain. Aku yakin sekali buku dapat mengubah seseorang ke arah yang lebih baik. Aku yakin bahwa kegiatan membaca dan menulis dapat memberikan kepada orang, yang mau menjalaninya secara konsisten dan kontinu, sesuatu yang tiada ternilai hargaya. Aku yakin... bahwa buku dan kegiatan baca-tulis layak dijadikan semacam--atau memang sudah dari sononya emang sudah disebut sebagai--basic skill. Apakah aku hanya mengulang-ulang saja hal-hal yang sudah lama diketahui orang berkaitan dengan tulisanku kali ini?[]
{ seri tulisan Hernowo }
0 komentar:
Posting Komentar