Buat kawan-kawan setia blog ini yang mau mendengarkan cerita dewasa dalam bentuk audio (suara cewek bos!) silahkan klik Disini Jangan lupa rajin-rajin berkunjung ke blog ane and jaga sikap kawan-kawan terhadap saudari-saudari kita. Cewek-cewek juga manusia gan. Dipergunakan untuk keperluan pribadi, TITIK

Minggu, 10 April 2011

Pendidikan Humanis Religius

Fenomena Pendidikan Kita
Tahun ajaran baru telah tiba, orang tua yang anak-anaknya mulai/usia sekolah akan selalu sibuk-sesibuknya; mencarikan biaya sekolah, sekolah yang tepat dari segi kualitas dan kapasitas dana keluarga, serta memikirkan segala persyaratan yang diperlukan. Fenomena menarik, biasanya pada masa ini, sekolah-sekolah memanfaatkan kesempatan untuk melakukan pungutan-pungutan wajib. Sungguh pun terlihat resmi—pungutan wajib; biaya pakaian seragam yang melambung tinggi, sumbangan pembangunan, pembelian buku-buku paket dan sebagainya, pada saat ekonomi kita yang tidak menentu, sungguh memberatkan orang tua siswa, seperti kebanyakan masyarakat kita.

Tidak heran, ada kesan selama ini sekolah-sekolah, dan lembaga pendidikan yang lain, menjadikan momentum tahun ajaran baru sebagai kommoditi untuk mendapatkan keuntungan; dari pengadaan pakaian seragam, pengadaan buku-buku, dan seterusnya dan seterusnya. Biasanya, orang tua murid langsung disodori jumlah biaya yang harus dibayar, tidak peduli apakah hal-hal yang dibayarkan tersebut mutlak dibutuhkan atau tidak oleh murid. Posisi orang tua lemah, mereka tidak dapat mengelak, demi kelangsungan pendidikan anak, mereka penuhi semua yang diwajibkan institusi pendidikan tersebut.

Bagi mereka yang mampu, mungkin tidak menjadi masalah yang cukup berarti. Tapi bagi orang tua yang kemampuan ekonominuya pas-pasan, adanya pungutan ”itengah wacan pendidikan gratis” sangatlah memberatkan. Akibatnya bisa ditebak, banyak genrasi muda bangsa ini yang potensial, tidak melanjutkan pendidikannya atau kadang terpaksa putus sekolah.

Dalam semangat berdemkrasi yang coba kita selaraskan dengan kesejahteraan kepada seluruh rakyat, pemilik resmi negeri ini, pungutan-pungutan yang memberatkan seharusnya kita telah berantas. Para orang tua mestinya tidak perlu lagi menghadapi masa sulit dengan memikirkan hal-hal semacam itu. Kita ajak semua elemen bangsa ini, yang seharusnya dipelopori kaum akademik untuk membuka ruang yang lebih humanis dalam pendidikan kita. Karena jika sampai sekarang pungutan yang memberatkan orang tua masih dipraktekkan, citra sekolah sebuah wadah transformasi nilai-nilai humanisme akan tercedarai dengan sendirinya. Tentunya, akan sangat merusak kredibilitas sekolah.

Dunia pendidikan adalah dunia yang seharusnya bersih dari praktek suap-menyuap dan tidak dicemari oleh oknum-oknum yang ingin memperkaya diri. Murid-murid yang diterima di institusi pendidikan karen menggunakan uang pelicin secara langsung telah diajari telah mendapat didikan sebagai penipu. Yakni menipu diri sendiri dan dididik untuk mengingkari nilai obyektifitas. Sebuah kenyataan yang sangat bertentangan dengan tujuan pendidikan untuk membangun dan mengembangankan karakter anak didik.

Reformasi pendidikan harus dimulai sedini mungkin. Mulai sekarang dan dari kaum akademik sendiri. Memulai dari hal-hal kecil, dari membangun tradisi bersikap jujur dan dengan meniadakan pungutan-pungutan yang diada-adakan. Membangun tatanan pendidikan yang lebih humanis religius tidak bisa tidak, harus mempunyai landasan-landasan yang kokoh dengan memberikan contoh-contoh dari kaum akademik yang berjiwa humanis dan religius pula.


Pendidikan Humanis Religius
Konsepsi para tokoh
Dalam konteks indonesia, pendidikan layaknya dunia sepi dan terbuang. Ia seperti ditakdirkan untuk menderita sendirian dan menanggung kemasygulan demi kemasygulan dari penguasa yang satu dengan penguasa yang lain. Kita semua juga, sadar atau tidak telah melembagakan nilai sosial; untuk kemudian mencampakkan dunia edukasi itu. Sebuah dunia yang hampir semua negara maju seoakat untuk dipriorotaskan karena investasi jangka pangkang untuk sebuah kemajuan. Kita tidak pernah menarik orang ramai untuk kemudian sama-sama bersepakat : pembangunan sarana pendidikan di kalangan rakyat jelata adalah lebih penting daripada seluruh harta orang-orang kaya yang ada di dalam negara. Dengan paradigma jangan pernah melupakan sejarah yang mempunyai nilai edukasi, penulis cukup menukilkan hal yang pernah dikumandangkan presiden kedua Amerika sekaligus pendidik, John Adam, hal itulah yang dikumandangkannya ketika membangun negaranya.

Pun demikian bapak pendidikan paolo frire dengan pendidikan pembebasannya, bahwa pendidkan harus memberikan ruang kesadaran kritis kepada manusia-manusia yang sedang dalam penggemblengan. Ada tiga tahapan kesadaran menurut beliau. pertama, kesadaran magis—sebuah kesadaran yang mengangap bahwa kejadian-kejadian di dunia ini karena tuhan atau alam sehingga kita tidak punya daya untuk campur tangan perubahan. Kedua, kesadaran naif—kesadaran yang sudah mampu melihat kebenaran tidak berani untuk menjalankannya ataupun sebaliknya kesadaran ini mampu meliaht kebatilan tapi tidak berani melakukan tindakan pencegahan. Dan yang ketiga kesadaran kritis. Kesadaran yang harus dimiliki oleh manusia terdidik dan ditanamkan sesegra mungkin, lebih dini lebih baik. Sebuah kesadaran bahwa kita harus melakukan tindakan-tindakan yang konret sebagai bentuk ktisisme kita pada realitas yang menindas. Kalau dengan dua tokoh di atas kita dapat mengenal konsepsi pendidkan humanis, maka ketika kita merujuk pada tokoh-tokoh sekaligus pendiri bangsa ini seperti KH Hajar Dewantara, kita akan mendapatkan konsepsi bagaimana pendidikan menjadikan manusia yang terdidik lebih religus dan sekaligus humanis.

0 komentar:

Posting Komentar