Buat kawan-kawan setia blog ini yang mau mendengarkan cerita dewasa dalam bentuk audio (suara cewek bos!) silahkan klik Disini Jangan lupa rajin-rajin berkunjung ke blog ane and jaga sikap kawan-kawan terhadap saudari-saudari kita. Cewek-cewek juga manusia gan. Dipergunakan untuk keperluan pribadi, TITIK

Sabtu, 16 April 2011

Rasionalisme Habermas

Proses rasionalisasi dan perkembangan sistem kapitalisme pada zaman marx berkembang sedemikian rupa yang menimbulkan perubahan dari hubungan-hubungan komunikatif ke hubungan-hubungan instrumental dan strategis. Dalam konteks perkembangan subsistem-subsistem tindakan rasional bertujuan yang telah mencapai kepenuhannya ini, marx menyamakan kerangka kerja institusional masyarakat dengan hubungan-hubungan produksi.

Kritik atas dogmatisme yang dilakukan oleh kaum borjuasi digantinya menjadi kritik atas ekonomis-politik. Gagasan borjuis mengenai kebebasan manusia , baik itu yang terungkap dalam pasaran bebas maupun buruh bebas mendapat kritik yang pedas darinya karena dalam kenyataan kaum buruh bebas diperalat oleh kaum kapitalis melalui gagasan-gagasan itu yang disebutnya sebagai 'ideologis' dan dalam kenyataan manusia sendiri diperbudak oleh mekanisme pasar. Dalam kontek ini pula, marx menganut 'paradigma kerja' pada taraf epistemologis sekaligus dengan sendirinya membuktikan dirinya sebagai anak zamannya dimana masyarakat dikuasai kekuatan produksi dan kekuatan politis kehilangan fungsi ekonomisnya. Dapat dipahami juga mengapa Marx kemudian beranggapan bahwa negara, hukum, ideologi, dan rasio sendiri merupakan superstruktur yang ditentukan oleh kekuatan-kekuatan produksi da hubungan-hubungan produksi sebagai hasilnya. Dalam zaman Marx ini, rasionalitas adalah rasionalitas penguasaan alam (kerja).

Habermas mengembaikan persoalan proses rasionalisasi ini pada peemuannya tentang pembedaan mendasar antara kerja dan interkasi. Proses rasionlisasi ini dibagi ke dalam dua segi, yaitu dari segi kerangka kerja institusional masyarakat atau dunia kehidupan sosial-budaya dan kedua dari segi subsistem-subsistem tindakan rasional-bertujuan. Ketimpangan ini muncul bersamaan dengan lahirnya sistem kapitalisme. Menurut Habermas, di dalam masyarakat tradisional terdapat kaitan yang khusus antara kerangka kerja institusional dan subsistem-subsistem tindakan rasional-bertujuan. Dalam sistem kapitalis, proses-proses produksi sosial diperlengkapi dengan mekanisme yang berjalan sendiri dengan menjamin pertumbuhan produktivitas terus-menerus. Dalam hal ini, penemuan-penemuan penting dalam bidang teknologi, strategi dan institusionalisasi keduanya merupakan penopang pokok cara produksi.

Perluasan subsistem-subsistem tindakan rasional-bertujuan menyebabkan masyarakat mulai mempertanyakan kesahihan pandangan dunia tradisional yang terungkap dalam mitos-mitos, agama dan pandangan-pandangan metafisis yang menurut Habermas tunduk pada kontek-konteks logika interaksi. Pada awal perkembangan masyarakat modern rasionalisme yang memenuhi aturan-aturan language games dan tindakan komunikatif berbenturan dengan rasionalitas-tujuan. Di dalam sistem kapitalis, konfrontasi ini berakhir dengan kemenangan rasionalitas tujuan. Hal ini berarti bahwa pandangan dunia tradisional diganti dengan pandangan-pandangan yang berkaitan dengan kekuatan-kekuatan produksi sosial.

Menjelang akhir abad lalu terjadi perkembangan dalam sistem baru kapitalis, yaitu 'spatkapitalismus'. Karena sistem kapitalis liberal zaman Marx yang mengandalkan mekanisme pasar menjadi disfungsional, negara mulai mengadakan intervensi. Menurut Habermas, jika dalam sistem kapitalis liberal kerja institusional didepolitisasikan dalam sistem kapitalis lanjut justru mengalami repolitisasi sehingga politik tidak lagi merupakan fenomen superstruktur. Dengan bertambahnya besarnya peranan negara dalam masyarakat, legitimasi tak lagi dapat diberikan oleh tatanan hubungan-hubungan produksi sehingga dalam arti tertentu masyarakat membutuhkan legitimasi langsung dari kekuasaan politis seperti pada zaman prakapitalis. Akan tetapi, berbeda dari legitimasi kekuasaan tradisional yang ditentukan oleh tujuan-tujuan praktis (hidup yang baik), legalitimasi kekuasaan masyarakat kapitalis lanjut ditentukan oleh tujuan-tujuan teknis, yaitu pemecahan masalah-masalah teknis ekonomi masyarakat. Dalam hal-hal teknis itu , massa tidak diikutsertakan sehingga repolitisasi masyarakat menghasilkan juga depolitisasi massa. Lenyapnya fungsi politis massa dalam kapitalis lanjut dapat diterima oleh masyarakat kapitalis itu sendiri karena kekuasaan politis mendasarkan dirinya pada legitimasi teknokratis dimana ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi ideologi. Dalam kontek ini, saintisme dan positivisme modern di lapangan intelektual menggantikan mitos-mitos prakapitalis dan ideologi kebebasan dari kaum borjuasi.

Menurut Habermas, depolitisasi massa dan bangkitnya teknokrasi menyebabkan masyarakat kehilangan pemahaman-pemahaman dirinya yang bereferensi pada tindakan komunikatif dan konsep-konsep interaksi simbiolis. Model-model interaksi sosial pemahaman diri masyarakat sendiri diganti dengan pengetahuan-pengetahuan ilmiah. Dengan kata lain, pemahaman diri terhadap dunia kehidupan sosial diganti dnegan reifikasi-diri manusia di bawah kategori-kategori tindakan rasionalis bertujuan dan tingkah laku adaptif. Dengan meluasnya tingkah laku adaptif itu menandakan bahwa lingkup interaksi yang dimediasi secara linguistik ditelan oleh struktur tindakan rasional bertujuan. Kesadaran jenis ini isebut Habermas 'kesadaran teknokratis'.

Kesadaran teknokratis itu, menurut Habermas mencerminkan suatu penindasan atas dimensi etis manusia yang terkait langsung denga kehidupan sosial politisnya. Usaha-usaha untuk melenyapkan dimensi etis itu paling tampak dalam cara berpikir berpikir positivistis dalam masyarakat Spatkapitalismus yang memuncak dalam bentuk-bentuk positivisme modern dan ilmu-ilmu sosial yang didepolitisasikan. Habermas berpendapat bagaimanapun depolitisasi massa dan depolitisasi pemikiran manusia dalam kategori-kategori tindakan rasionalis bertujuan dan tingkah laku adaptif. Kesadaran teknokratis ini berwatak ideologis yang ditunjukkan pada penghapusan pembedaan antara yang praktis dan yang teknis.

Jika dikembalikan pada proses rasionalisasi, kesadaran teknokratis merupakan hasil proses 'rasinalisasi dari atas'. Melalui proses itu dalam kapitalisme lanjut, kesadaran teknokratis merupakan ideologi pengganti dari ideologi borjuis yang mendasarkan diri pada mekanisme pasar bebas dan kekuatan-kekuatan produksi masyarakat yang dapat berjalan sendiri. Ideologi borjuis tentang kebebasan individu dan kebebasan rasio yang dimungkinkan oleh mekanisme pasar itu juga merupakan pengganti legitimasi-legitimasi mitis, religius, dan metafisis dalam masyarakat prakapitalis. Dalam proses ini prakapitalis bersifat ambigu.

Mengenai perkembangan lebih lanjut dari proses rasionalisasi, Habermas tidak mencetuskan suatu utopia maupun bersikap pesimistis terhadap perkembangan masyarakat. Ia hanya memberikan suatu sumbangan bagi konsep rasionalisasi yang sewajarnya terjadi berdasarkan pembedaan dua tindakan dasar manusia. Habermas berpendapat bahwa rasionalisasi dalam bidang interaksi itu tidak sama dengan rasionalisasi dalam bidang kerja. Rasionalisasi di dalam bidang interaksi itu pada dirinya tidak akan membawa pada perbaikan fungsi sistem masyarakat, tetapi akan memperlengkapi para anggota masyarakat dengan kesempatan bagi emansipasi lebih jauh lagi dan proses individuasi yang progresif.

Pandangan Habermas mengenai rasionalisasi bidang interaksi ini tidak hanya menjernihkan persoalan proses rasionalisasi yang menjadi keprihatinan bagi pendahulunya melainkan juga memberi petunjuk bagi pengembangan suatu rasionalitas alternatif bagi rasio instrumental. Jika proses rasionalisasi dalam bidang kerja telah menyebarkan rasio instrumental proses rasionalisasi dalam bidang interaksi akan menumbuhkan 'rasionalitas komunikatif'. Dan suatu rasionalisasi yang genuine sebagai humanisasi seharusnya mengutamakan rasionalitas komunikatif di atas rasionalitas tujuan atau rasio instrumental. Proses rasionalisasi semacam ini tidak hanya merupakan gagasan orsinal di dalam teori-teori Marxis melainkan juga merupakan sumbangan pantas bagi pemikiran-pemikiran mengenai perkembangan masyarakat pada umumnya. Sumbangan semacam ini diberikan lagi oleh Habermas yang dalam kritiknya atas teori perkembangan masayarakat menurut Marx yang termashur dalam sebutan 'materialisme sejarah'.

Habermas memulai konsep rasionalime yang dimengerti oleh pencerahan sebagai usaha keras dari rasio untuk membebaskan dirinya dari mitos yang terjadi sepanjang sejarah pemikiran. Di dalam definisi itu tampak bahwa rasio bukan hanya kesadaran murni melainkan juga kehendak untuk menjadi rasional, yaitu membebaskan kesadaran dari dukungan dogmatis dan mencapai mundigkeit (otonomi dan tanggung jawab). Konsep rasio di atas bukanlah rasio netral yang dikosongkan dari kemampuan kehendak kita, melainkan justru merupakan rasio yang memihak melawan dogmatisme. Di dalam rasio melekat suatu kepentingan dasariah untuk membebaskan diri dari berbagai macam pembatasan.

Kunci dari konsep Habermas adalah tentang refleksi-diri, tindakan rasio yang menyebakan dapat membebaskan diri dari dogmatisme atau kesadaran palsu adalah refleksi diri. Di dalam refleksi diri, ego menjadi transparan terhadap dirinya sendiri dan terhadap asal-usul kesadarannya sendiri. Di dalam kegiatan refleksi, kita sebagai ego tidak hanya memiliki kesadaran baru tentang diri kita sendiri. Tindakan mengubah hidup adalah tindakan emansipatoris karena di dalam refleksi-diri kesadaran dan tindakan emansipatoris menyatu dalam kegiatan refleksi rasio kita langsung menjadi praktis. Di sini kepentingan emansipatoris yang membimbing refleksi diri bersifat konstuktif dalam konteks proses pembentukan diri dari rasio.

Telah kita lihat bahwa refleksi fenomenologis terjadi bertahap-tahap mulai dari bentuk kesadaran elementer, yaitu kesadaran empiris sehari-hari sampai pada pengetahuan absolut. Perkembangan kesadaran ke tahap-tahap yang lebih tinggi terjadi karena dalam refleksi diri dari rasio pada setiap tahap dapat menghancurkan dogmatisme yang terwujud baik dalam pandangan hidup maupun dalam bentuk kehidupan indvidu dan sosial. Dalam gerak emansipatorispun terjadi kombinasi rasio dan kepentingan. Di dalam refleksi diri, rasio kita didorong oleh kepentingan emensipatoris untuk menghancurkan baik pandangan yang keliru tentang sesuatu maupun sikap-sikap dogmatis yang telah menjadi habit dalam bentuk kehidupan yang kita hayati sehingga dicapai tahap baru dalam proses pembentukan diri.

0 komentar:

Posting Komentar